“Kumpul-kumpul sambil makan rujak emang enak, tapi kumpul-kumpul sambil bikin cerita lebih enak lagi, apalagi ceritanya keren-keren kayak di buku ini. Saya bacanya aja sambil cengar-cengir sendiri, seru banget, soalnya saya bacanya sambil makan rujak juga, sih! Hehe, jadi sambil nahan pedes!” [Boim Lebon, penulis cerita anak & remaja, produser TV]Read More →

Siti gembira sekali karena hari itu dia dinyatakan lulus Tahfizh 30 juz al-Qur`an sekaligus tafsirnya. Ibunya, Gede Syukure, juga sangat bergembira. Mereka bersujud syukur lama sekali. Ibunya kemudian mengadakan syukuran yang sangat sederhana. Maklum mereka keluarga fakir. Ayah Siti, Pak Jihad Tekade, gugur dalam pengusiran perusahaan penambang emas dari Amerika di Kaligetih ketika Siti masih berumur dua tahun.Read More →

Nggak terasa waktu begitu cepat berlalu. Persiapan demi persiapan terus dilakukan panitia. Ogi makin sibuk aja. Mulai dari kontrol pembicara untuk acara puncak, ya, sekadar untuk memastikan kehadiran sampe koordinasi dengan berbagai divisi dilakukan Ogi. Maklum, kadang suka ada aja pembicara yang udah bilang siap, eh, pas hari “H”-nya suka berhalangan.Read More →

Di luar terdengar orang yang mengobrol. Itu tandanya yang mau ngeronda udah pada datang. Ogi melihat kamar mamanya. Sudah gelap. Ogi segera menuju pintu depan. Dibukanya dan keluar. Lalu menutup dan mengunci pintu depannya. Ogi pun udah siap dengan jaket tebal melindungi tubuhnya.Read More →

“Coba Anda tanyakan pada peserta rapat tentang sikap Anda. Instrospeksi dirilah Bung!” Dia duduk di kursinya. Suara kursi bergeser itu terasa menyakitkan telinga dan ruangan itu kembali sepi seperti kuburan. Kupandangi mereka satu per satu dan mereka hanya menunduk.Read More →

“Pagi, Om!” permulaan yang salah. Papa benci dipanggil Om karena itu mengingatkannya sama usianya yang udah tua. “Saya Lando, temen Rhein. Coverboy.” Seakan-akan fakta punya tampang super keren itu, bisa ngerubah mata Papa yang mulai menyipit muak.Read More →

Namaku Renaud Durand. Lahir dua puluh tiga tahun yang lalu di Toulouse, ibukota Midi-Pyrenees, sebuah daerah di sebelah selatan Prancis. Ibuku adalah seorang wanita yang cantik dan lembut. Ayahku? Aku tak pemah mengenalnya. Melihat fotonya pun belum pernah.Read More →

“Oh, I remember! Dulu, aku punya tetangga yang anak perempuannya ngotot dia itu cowok. At 6, she wanted to be a boy. She threatened to commit suicide if her parents wouldn’t permit her. They had no choice…”Read More →

Kupandangi lagi ukhti di hadapanku. Wajah cantiknya menyembul dari balik jendela yang setengah rusak. Ia tampak lusuh. Wajahnya berdebu dan jilbabnya kumal, compang-camping dan terkena percikan darah di sana-sini. Meski lelah, wajah itu tetap keras tak berubah. Cantik. Secantik rembulan. Dingin. Sedingin tiupan angin malam ini. Hatinya tersayat. Sepucuk senjata ada dalam genggamannya. Setetes air bergulir di pipinya.Read More →

Pukul empat sore di perpustakaan. Uahhh… pegal! Sejak pagi tadi aku sudah menunggu perpustakaan ini buka. Kenapa juga pukul sembilan baru buka? Jam masuk di kampus ini kan pukul setengah delapan! Rutukku tadi pagi di depan perpustakaan. Kalau sedang dikejar menyelesaikan skripsi begini, menunggu memang amat sangat menyebalkan. Setengah jam pun berarti. Kubereskan buku-buku perpus yang berserakan menjadi tumpukan dan kutinggalkan di atas meja.Read More →

Selama perjalanan, mereka tidak saling bicara. Masing-masing tenggelam dalam pikirannya. Sambil menyetir, Fian menumpu kepala dengan tangan kanan ke jendela. Hujan yang turun sepuluh menit yang lalu membuat suasana hari itu bertambah suram bagi Resti. Sesekali dia menoleh ke arah adiknya, memastikannya baik-baik saja.Read More →