Perencanaan Kelahiran

RADIO TALK SCRIPT | Program: VOICE OF ISLAM | Rubrik: Keluarga Sakinah | Narasumber: Ir. Ratu Erma Rahmayanti (Pembina Forum Mar’ah Shalihah Pusat Pengembangan Islam Bogor) | Topik: PERENCANAAN KELAHIRAN

Pengantar:

Ada SMS dari pendengar dengan no hp 0818-057xxx:

As.wr.wb. ustadzah RATU, saya mohon penjelasan tentang berazal bagi suami istri, boleh nggak dengan alasan membatasi anak demi kualitas, imtaqnya, bagaimana hukumnya. Mhon saran. Trima kasih. Wass.

Pengantar

Nah ustadzah.  Ini pertanyaan mengenai azal.  Seperti apa azal itu, bagaimana hukumnya?  Kita dengar kali ini dalam dialog kita di rubrik keluarga sakinah.

T:  Ustadzah, penanya tadi menanyakan tentang boleh tidaknya suami istri melakukan azal.  Namun, ada baiknya kita membahas apa azal itu?

J: Azal atau senggama terputus (coitus interuptus) adalah tindakan seorang suami – yang sedang menggauli istrinya – menarik alat kelaminnya pada saat spermanya akan keluar dan berupaya menumpahkannya diluar vagina istrinya.  Azal dalam pengertian tadi dibolehkan dalam Islam.  Dalam hal ini terdapat riwayat dari ’Atha yang berasal dari Jabir dan dikeluarkan oleh Imam Bukhari:

”Kami pernah melakukan azal pada masa Rasulullah SAW, sementara pada saat itu al-Qur’an masih turun.

Jabir juga berkata: ”Kami pernah melakukan azal pada masa Rasulullah SAW.  Hal itu disampaikan kemudian sampai kabarnya kepada beliau, dan Rasulullah tidak melarang kami”.

Nash ini merupakan pembenaran dari Nabi atas perbuatan sahabat, karena jika azal itu diharamkan tentulah Rasulullah tidak akan mendiamkan perbuatan sahabatnya itu.

Nash lain yang menunjukkan hal ini adalah:

”Sesungguhnya seorang laki-laki pernah menjumpai Rasulullah SAW seraya berkata, sebetulnya saya mempunyai seorang jariyah (budak wanita).  Ia adalah pelayan kami sekaligus tukang menyiram kebun kurma kami.  Saya sering menggaulinya, tetapi saya tidak suka jika sampai ia hamil.  Mendengan itu kemudian Nabi SAW bersabda: ”jika engkau mau lakukanlah azal kepadanya, karena sesungguhnya akan sampai juga kepada wanita itu apa yang memang telah ditakdirkan oleh Allah baginya.”

Imam Muslim juga meriwayatkan hal yang sama bersumber dari Abu Sa’id:

”Kami pernah keluar bersama-sama Rasulullah SAW dalam perang Bani Mustholiq.  Kami memperoleh tahanan dari kalangan orang Arab.  Kami memiliki hasrat kepada para wanita, karena kami merasa berat hidup membujang, sementara kami menyukai azal. Oleh karena itu kami menanyakan hal ini kepada Rasulullah SAW.  Beliau menjawab: ”Mengapa kalian tidak melakukannya? Sebab sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan apa yang memang akan diciptakan-Nya sampai hari kiamat

Dengan demikian, secara mutlak azal dibolehkan apapun motifnya.

T:  Jadi suami istri melakukan azal dengan alasan yang ditanyakan tadi itu dibolehkan ustadzah?

J:  Ya benar, dengan motif dan tujuan apapun azal itu dibolehkan.

T:  Ustadzah dapatkah dikatakan bahwa azal ini merupakan salah satu cara agar tidak hamil, sehingga bisa dikatakan ini adalah upaya untuk menghilangkan kesempatan anak lahir dimuka bumi alias membunuh anak sebelum dia diciptakan?

J: Azal tidak dapat dikatakan sama dengan membunuh anak sebelum diciptakan.  Banyak nash meriwayatkan tentang persepsi semacam ini.  Diantaranya apa yang diriwayatkan Abu Dawud yang bersumber dari Abu Sa’id:

Seorang laki-laki pernah berkata kepada Rasulullah SAW sesungguhnya ia mempunyai seorang budak wanita.  “Saya sering menggaulinya dan melakukan azal terhadapnya, karena saya tidak suka kalau sampai ia hamil.  Padahal saya menyukai apa yang laki-laki sukai (seks).  Namun orang Yahudi menyatakan bahwa azal hádala tindakan pembunuhan kecil”.  Mendengar itu Rasulullah menjawab, “orang-orang Yahudi itu telah berdusta.  Sebab kalau memang Allah telah berkehendak untuk menciptakan sesuatu, engkau pasti tidak akan mampu menghalanginya.”

Ada juga nash yang menjelaskan kebolehan azal dengan maksud agar tidak mempunyai anak.  Usamah bin Zaid bertutur demikiran:

”Ada seorang laki-laki pernah menjumpai Rasulullah SAW seraya berkata, sesungguhnya aku sering melakukan azak terhadap istriku.  Nabi SAW bertanya: “mengana engkau melakukannya? Laki-laki itu menjawab: “Aku merasa kasihan terhadap anak-anaknya”.  Setelah itu Rasulullah SAW. menjawab: ”Kalau memang tindakan itu dianggap berbahaya, tentu telah membahayakan orang Persia dan Romawi.”

Pada nash ini rasul mengatakan “mengapa kau lakukan itu?” Dan tidak mengatakan ”Jangan kau lakukan itu”.  Dari sini dapat difahami bahwa beliau telah menyetujui tindakan azal.  Dan juga beliau menjelaskan bahwa kelahiran anak setelah kelahiran anak sebelumnya dengan jarak yang dekat tidaklah akan menimbulkan kemudharatan.  Kalau memang itu bahaya, sudah sejak dulu bahaya ini menimpa bangsa Persia dan Romawi.  Karena dua bangsa ini banyak melahirkan keturunan.

Rasulullah SAW telah menyetujui tindakan azal yang ditujukan supaya tidak terjadi kehamilan yang membahayakan anak yang masih dalam masa penyusuan.  Persetujuan beliau ini merupakan justifikasi terhadap kebolehan azal dengan tujuan tidak terjadi kehamilan karena adanya kekhawatiran akan banyaknya tanggungan, khawatir terhadap kesehatan ibu dan anak, dsb.

T:  Bagaimana ustadzah dengan anjuran Rasulullah SAW kepada umatnya agar mempunyai banyak anak?  Tidakkah kebolehan azal bertentangan dengan anjuran ini?

J:  Kebolehan azal tidak bisa difahami sebagai anjuran untuk tidak mempunyai banyak anak sebagaimana dinyatakan Rasulullah SAW: ”Nikahilah wanita yang subur dan penyayang.  Karena sesungguhnya aku akan berbangga-bangga dengan banyaknya umatku di hari kiamat atas nabi yang lain. Kebolehan azal tidak bertentangan dengan anjuran Rasul untuk memperbanyak keturunan.  Karena yang satu adalah anjuran untuk memperbanyak keturunan dan yang kedua adalah kebolehan untuk melakukan azal.  Keduanya seiring saja dan tidak ada sisi pertentangannya.  Karena yang menjadi pokok masalah disini adalah bukan untuk menyedikitkan jumlah anak, tetapi untuk menjarangkan jarak kelahiran.  Nash-nash yang menyatakan azal merupakan nash mutlak dan umum sehingga kebolehannya juga bersifat mutlak dan umum untuk kondisi apapun.

Memang ada nash yang menyatakan seperti ini:

”Para sahabat bertanya tentang azal, beliau menjawab, azal adalah tindakan pembunuhan secara samar.  Itulah maksud firman Allah: Jika bayi-bayi wanita yang dikubur hidup-hidup itu ditanya.

T:  Apakah hukum azal dapat diterapkan dalam perkara penggunaan alat kontrasepsi semisal kondom, pil, suntikan, spiral dan yang lainnya?

J:  Ya benar.  Hukum kebolehan azal dapat diterapkan dalam hukum penggunaan alat kontrasepsi.  Sehingga penggunaan alat kontrasepsi dengan maksud menjarangkan kehamilan adalah dibolehkan.  Hukumnya sama karena hal ini menyangkut hal yang sama, yaitu kebolehan suami untuk melakukan upaya pencegahan kehamilan, baik dengan cara azal atau dengan cara lainnya.  Dalam hal ini apa yang dibolehkan kepada suaminya juga berlaku bagi istrinya, karena hukumnya terkait dengan kebolehan mencegah kehamilan dengan menggunakan sarana apa saja.

Kebolehan ini berlaku pada pencegahan kehamilan yang bersifat sementara.  Sedangkan pencegahan kehamilan yang bersifat permanen (vasektomi, tubektomi) adalah diharamkan.  Sehingga penggunaan alat kontrasepsi dan perlakuan medis yang dapat menimbulkan hilangnya peluang untuk mendapatkan keturunan adalah diharamkan.  Larangan hal ini sangat jelas: ”Rasulullah SAW telah melarang Utsman bin Mazh’un untuk hidup membujang (tabattul).  Seandainya hal itu diizinkan, niscaya kami akan melakukan pengebirian.[]

1 Comment

  1. assalamu’alaikum, memang bagus sekali topik bahasan yang satu ini. karena dengan begitu saya bisa mengerti apa yang belum saya mengerti. dengan adanya mediaislamnet yang menjadi perantara hidayah Allah ‘Azza Wajalla. lantaran mediaislamnet-lah, saya bisa lebih baik dan lebih tekun ibadah serta bertaubat atas dosa2 yang telah lalu. jazaakumullah khoir. wassalamu’alaikum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *