Tanya:
Asslmwrwb. Knsltsi klg, Sy 50 suami 58. Ustd tiap hr suami mnta d lyni sdg sy sering mnolak. Klopun ya, sering suami tak puas, lalu menyumpahi dosa gede neroko donyo kau bw lama2 jdi mkin malas. bgmn sy bsa mgganti dosa dg ibadah lain (bu Iha Jatim 08564891XXXX)
Jawab:
‘alaikumussalam wr wb
Sebenarnya memiliki suami yang sudah berumur 58 tahun dan masih kuat berhubungan seks dengan istri setiap hari adalah sesuatu yang patut disyukuri. Karena tidak sedikit laki-laki yang sudah impoten ketika mereka masih muda. Biasanya karena pengaruh minuman keras dan rokok. Banyak juga Tante-tante Liberal yang berzina dengan para pemuda karena suaminya yang mulai kendur kemampuan berhubungan seksnya setelah berumur lebih dari 50 tahun.
Kita, Umat Islam, patut bersyukur, karena Syari’at Islam melalui berbagai aturannya, khususnya dalam bidang makanan, minuman, kebersihan, gerak tubuh, dan olah pikiran, menghantarkan umatnya untuk tetap OK dalam berhubungan seks hingga usia tua. Jangankan berhubungan seks, berangkat jihad pun tetap OK walau di usia senja.
Menolak suami yang mengajak berhubungan intim tentu saja adalah perbuatan yang haram dilakukan oleh seorang istri. Allah dan Rasul-Nya tidak mencintai seorang wanita berlaku seperti itu kepada suaminya.
‘An Abii Hurairata radhiyallaaaHu ‘anHu qaala: qaala rasuulullaaHi shallallaaHu ‘alaiHi wa sallama:
Idzaa da’aar rajulum ra`ataHu ilaa firaasyiHi, fa`abat an tajii`a, fabaata ghadhbaana ‘alaiHaa. La’anatHaa al-Malaa`ikatu hattaa tushbiha.
Artinya:
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah saw bersabda: “Apabila laki-laki mengajak istrinya ke tempat tidurnya kemudian ia menolak untuk datang lalu laki-laki itu tidur semalam dalam keadaan marah kepadanya, maka ia dilaknat oleh malaikat sampai subuh.” (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim).
Tidak ada ibadah yang bisa menggantikan dosa tersebut. Bahkan memenuhi ajakan suami untuk berhubungan intim adalah bentuk ketaatan kita kepada Allah.
’An ’AbdillaaHib ni Abii Aufaa qaala: lammaa qadima mu’aadzun minasy syaami sajada linn nabiyyi (saw).
Faqaala: Maa Haadzaa yaa Mu’aadzu?
Qaala: ataitu asy-Syaama fawaafaituHum yasjudu li`asaaqifatiHim wa bathaariqatiHim fawadidtu fii nafsii an af’ala dzaalika,
Faqaala RasuulullaaHi shallallaaHu ’alaiHi wa sallama: Falaa taf’aluu, fa`innii laukuntu aamiran ahadan an yasjuda lighairillaaHi la`amartul mar`ata an tasjuda lizaujiHaa, walladzii nafsu Muhammadin biyadiHi laa tu`addil mar`atu haqqa rabbiHaa hattaa tu`addiya haqqa zaujiHaa, walau sa`alaHaa nafsaHaa wa Hiya ’alaa qatabin lam tamna’Hu.
Artinya:
Dari Abdullah bin Abu Aufa, ia berkata: Tatkala Mu’adz tiba dari Syam, maka sujudlah ia kepada nabi saw.
Lalu Nabi bertanya, ”Apakah ini hai Mu’adz?
Mu’adz menjawab, ”Aku telah datang ke Syam kemudian kujumpai mereka pada sujud kepada uskup-uskup dan panglima-panglima mereka, lalu aku ragu-ragu dalam hatiku untuk berbuat seperti itu terhadapmu.”
Kemudian Rasulullah saw bersabda, ”Janganlah engkau lakukan itu, karena sesungguhnya kalau seandainya aku (boleh) menyuruh seseorang sujud kepada selain Allah, tentu aku suruh perempuan sujud kepada suaminya. Demi Dzat yang diri Muhammad dalam kekuasaan-Nya, tidaklah seorang perempuan menunaikan hak Tuhannya sehingga ia menunaikan hak suaminya dan kalau seandainya suaminya menghendaki dirinya sedang ia di atas kendaraan, maka ia tidak boleh menolaknya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Seorang istri yang pernah (apalagi sering) menolak ajakan suami untuk berhubungan intim, hendaknya segera minta maaf kepada suaminya, meminta keridhaannya, dan tidak mengulangi perbuatannya yang membuat marah suami tersebut.
Melaksanakan ketaatan kepada Allah dalam melayani suami memang tidak selamanya menyenangkan dan mulus-mulus saja. Ada kesulitan dan kelemahan-kelemahan sang istri ketika menjalankannya. Namun, jika seorang istri meniatkannya untuk beribadah hanya kepada Allah, lalu dia memohon kepada Allah agar diberi kemudahan dalam ketaatan tersebut, niscaya Allah akan memberikan kemudahan dan keberkahan dalam hubungan suami istri tersebut. Istri akan melayani suami dengan sukacita dan bersungguh-sungguh hingga membuat suami puas terhadap dirinya. Maka Surga menjadi hak bagi sang istri.
‘An Ummi Salamata annan nabiyya (saw) qaala:
“Ayyumamra`atin maatat wa zaujuHaa raadhin ‘anHaa dakhalatil jannata.”
Artinya:
Dari Ummu Salamah ra. bahwa sesungguhnya Nabi saw bersabda,
“Siapa saja perempuan yang meninggal dunia sedang suaminya ridha terhadapnya maka pastilah ia masuk Surga.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi. Tirmidzi berkata hadits ini Hasan Gharib).
(Umar Abdullah)