Liputan Khusus Diskusi Aktual “Perempuan-Perempuan Koruptor”

Gambar dari: sosok.kompasiana.com

Saya mohon maaf kepada para pembaca yang sudah lama menunggu laporan hasil diskusi, yang biasanya saya tulis dengan judul standar pada awal setiap tema “Liputan Khusus Diskusi Aktual”. Ya, tema yang didiskusikannya aktual, tapi ketika menulis laporannya jadi tidak aktual karena lebih banyak telatnya. Bahkan hampir menjelang diadakannya diskusi aktual pekan berikutnya. Seperti saat tulisan ini dibuat, saya masih berkutat menyelesaikannya ketika hari sudah memasuki Senin, hampir seminggu sejak diskusi digelar. Ini memang ‘kebiasaan’ saya yang sulit mencari waktu (alasan sih hehehe) karena banyak kegiatan lain yang juga memerlukan perhatian. Insya Allah nulisnya sih cepat. Rata-rata hanya satu setengah jam hingga dua jam, tapi saya selalu kerepotan ketika harus membagi waktu dan ukuran prioritas dengan kegiatan lainnya.

Ya, diskusi aktual pekanan edisi 14 Desember 2011 ini kurang berjalan mulus. Saat menuju tempat diskusi pun musibah itu datang. Ban sepeda motor bagian belakang bocor saat melintas di depan Terminal Bubulak menuju ke Rumah Media tempat diadakannya diskusi. Nah, karena waktu sudah mepet maka saya pasti telat datang ke sana karena harus mencari tukang tambal ban di sekitar Bubulak itu. Benar saja. Sampai ke tempat diskusi saya tidak kebagian prolog karena sudah menunjukkan pukul 16: 40 WIB. Artinya saya telat 40 menit. Waduh!

Meski demikian saya berusaha mengikuti diskusi dengan seksama. Menulis yang saya anggap penting sebagai bahan tulisan ini, sambil menyimak pendapat kawan-kawan yang sudah hadir sejak awal. Pada saat itu, yang masih saya ingat adalah pernyataan Ustad Umar Abdullah di akhir pengantar untuk diskusi pekan itu, “Saat ini setidaknya ada tiga wanita yang menjadi tersangka korupsi yang sedang hangat diperbincangkan: Angelina Sondakh, Nunun Nurbaeti, dan Miranda Swaray Goeltom”

Seperti biasa Ustadz Umar Abdullah kemudian mempersilakan peserta diskusi untuk bertanya atau menyampaikan komentarnya.

Pertanyaan pertama disampaikan Abdullah, peserta cilik (kelas 4 homeschooling) yang biasanya juga agak lebay karena sering ikut berkomentar (yang kadang nyambung kadang tidak hehehe). Tapi yang pasti dia menjadi penggembira di acara diskusi dan semoga bisa ada yang ‘nyangkut’ juga informasinya untuk diketahui sebagai bekal wawasannya. Abdullah bertanya, “Nunun nyuap ke siapa dan kenapa dia nyuap?” Pertanyaannya sederhana tapi jawabannya yang butuh penjelasan maksimal.

Taqiyuddin Abdurrahman (ini adiknya Abdullah—kelas 1 homeschooling), juga bertanya, “Suap itu apa sih?” Ini juga pertanyaan sederhana, tapi membutuhkan jawaban pas.

Dari kalangan peserta akhwat, Fatimah NJL (siswa kelas 6 di sebuah SDIT dan juga Santri Pesantren Media) mengajukan pertanyaan: “Kenapa tema ini ditulis ‘koruptor-koruptor’ perempuan, seolah-olah banyak. Banyaknya itu segimana sih?” Fatimah penasaran.

Tak mau tinggal diam, Junnie Nishfiyanti yang menjadi Koordinator Voice of Islam juga menyampaikan pertanyaannya yang terkait dengan informasi bahwa Nunun dan Miranda sudah saling kenal terutama saat menggolkan Mirandan S Goeltom menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada Juni 2004, “Satu, apa hubungannya Nunun Nurbaeti dengan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia? Dua, apa keuntungan Nunun dan Miranda kalau Miranda terpilih jadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia?”

Peserta diskusi dari kalangan ibu-ibu juga ambil bagian dalam kesempatan bertanya. Eh, ada istri saya, Nur Handayani yang mengajukan pertanyaan, “Dibentuknya KPK itu ada pengaruhnya yang signifikan atau tidak (sebelum dan setelah dibentuk)? Kemudian dalam Islam sendiri lembaga apa yang berwenang menangani kasus korupsi?”

Pertanyaan terakhir datang dari istrinya Ustadz Umar Abdullah, yakni Ustadzah Latifah Musa: ‘Kenapa Abi memilih tema perempuan-perempuan koruptor? Seperti ada tendensi tertentu karena lelaki sebenarnya juga banyak yang jadi koruptor”

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut sebenarnya Ustadz Umar Abdullah sering memberi kesempatan kepada peserta diskusi untuk menjawab. Saya sendiri ingin menjawab, tapi saya harus fokus kepada pencatatan momen dan kesimpulan diskusi untuk bahan penulisan, jadinya kurang maksimal.

Respon dari peserta diskusi tidak ada maka pada akhirnya Ustadz Umar Abdullah sendiri yang menjawabnya. Untuk pertanyaan Taqiyuddin, jawabannya sebagai berikut, “Suap adalah pemberian seseorang kepada seseorang yang punya wewenang untuk mengambil keputusan agar keputusan tadi menguntungkan si pemberi suap. Baik pemberian tadi diberikan sebelum diambil keputusan ataupun setelah diambil keputusan,” jelasnya sambil menatap ke arah Taqiyuddn Abdurrahman yang seperinya juga agak bingung mendapat jawaban seperti itu, jika dilihat dari raut mukanya. Namun tak urung jua dia mengangguk tanda paham.

Saya sengaja menyampaikan sebuah informasi bahwa saya pernah membaca di sebuah website bahwa ada keterangan atau dalil tentang suap yang dibolehkan, yakni ketika kita terpaksa harus memenangkan perkara karena kita pada posisi yang benar dalam sebuah kasus di pengadilan. Saya sendiri cenderung memilih pendapat yang mengharamkan suap—apapun alasan dan bentuknya. Tetapi saya tetap mengajukan pendapat itu ke forum. Lalu ditanggapi oleh Ustadz Umar Abdullah, “Apakah boleh kita menyuap hakim karena posisi kita benar? Tidak boleh,” tegasnya.

Lalu Ustadz Umar Abdullah menceritakan sekilas kisah Qadhi Syuraih. Terutama yang berkaitan dengan pengadilan dan seputar keputusannya menjatuhkan sanksi kepada orang yang berperkara dengan hukum. Kesaksian sebagian saksi adakalanya meragukannya, namun dia tak kuasa menolak kesaksian yang memenuhi syarat pengadilan. Jika menemui hal ini maka Syuraih berkata kepada mereka sebelum bersaksi: “Dengarkanlah, semoga Allah memberi hidayah kepada kalian. Sesungguhnya yang menghukum orang ini adalah kalian. Sesungguhnya aku takut jika kalian masuk neraka karena bersaksi palsu, semestinya kalian lebih layak untuk takut. Berfikirlah kembali sebelum memberi kesaksian mumpung masih ada waktu.”

Jika mereka bergeming, Syuraih berkata kepada terdakwa: “Ketahuilah saudara, aku menghukum Anda atas dasar kesaksian mereka. Andai saja kulihat engkau memang zhalim sekalipun, aku tidak akan menghukum atas dasar tuduhan, melainkan atas dasar kesaksian. Keputusanku tidak menghalalkan apa yang diharamkan Allah atasmu.”

Dari kisah ini bisa diambil kesimpulan bahwa memang hakim bisa memberi keputusan salah sesuai bukti di pengadilan. “Itu sebabnya, orang yang meskipun salah tapi pandai bersilat lidah, bisa saja menang di pengadilan. Sementara orang yang semestinya berada pada posisi yang benar tapi dia tidak bisa mengungkapkan atau tidak bisa membela diri bisa saja divonis salah. Jadi, tidak perlu menyuap hakim untuk memenangkan perkara kita meskipun untuk menyelamatkan hak kita,” Ustadz Umar Abdullah melengkapi kisah Qadhi Syuraih.

Menjawab pertanyaan Abdullah,  bisa secara bersamaan dirangkai dengan pertanyaan Junnie yang memang berdasarkan fakta bahwa Nunun terlibat dalam kampanye Miranda S Goeltom menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Ya, berdasarkan pemberitaan yang marak di media massa, Nunun merupakan saksi kunci dalam mengungkap siapa sebenarnya dalang dari pelaku penyuapan terhadap anggota Komisi Keuangan DPR itu. Nunun disebut-sebut memerintahkan Ari Malangjudo untuk menyerahkan cek pelawat kepada para anggota DPR.
Jumlah cek pelawat yang dibagikan kepada para anggota Dewan itu mencapai 480 lembar dengan nominal Rp 50 juta per lembar atau senilai Rp 24 miliar. Setiap anggota dewan menerima jumlah bervariasi, mulai Rp 250 juta hingga Rp 1,5 miliar.

Pembagian cek pelawat terungkap berkat pengakuan Agus Condro Prayitno, anggota Komisi XI DPR periode 1999-2004 dari Fraksi PDIP. Agus mengakui dirinya menerima cek pelawat senilai Rp 250 juta pascapemilihan Deputi Gubernur Senior BI tahun 2004 yang dimenangkan Miranda Goeltom.

Kenapa menyuap? “Ya itu tadi, dalam rangka kampanye Miranda S Goeltom jadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia,” terang Ustadz Umar Abdullah sambil melengkapi data bahwa dari 26 yang diduga kuat terlibat, baru 2 orang yang divonis penjara.

Ustadzah Latifah Musa menyampaikan pendapatnya bahwa, menurut Adang Darajatun (Suami Nunun) istrinya itu mendapatkan fee Rp 1 Miliar karena keberhasilannya mengkampanyekan dan menempatkan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.

Menjawab pertanyaan Junnie, Ustadz Umar Abdullah berkata, “Bagi Miranda untungnya dia jadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pasti banyak duit. Pegawai bank saja gajinya gede,” ujarnya.

Melengkapi pendapat Ustadz Umar Abdullah, Ustadzah Latifah Musa berkomentar, “Peluang disuapnya juga besar. Selain itu, secara kebijakan, menjadi Deputi Gubernur Senior memiliki akses untuk mengendalikan perbankan dan itu pasti banyak celah yang bisa dimanipulasi pihak tertentu.”

“Ya, jika memang faktanya demikian, Nunun menjadi perantara Miranda ke anggota DPR. Tetap salah,” tegas Ustadz Umar Abdullah.

Menjawab pertanyaan Fatimah, Ustadz Umar Abdullah mengurut nama-nama yang sudah kadung terkenal dalam kasus korupsi akhir-akhir ini seperti: Melinda Dee, Angelina Sondakh, Nunun Nurbaeti, Artalyta Suryani, Mindo Rosalina, dan Miranda S Gultom,”

“Efektivitas KPK tak berjalan. Buktinya tambah banyak kasus kok.” Jawaban Ustadz Umar terhadap pertanyaan Nur Handayani. Sementara untuk mencari tahu orang-orang yang bisa jadi tersangka kasus korupsi, negara bekerja sama dengan pihak kepolisian dan kehakiman. Lalu pembahasan agak melebar sedikit, Ustadz Umar Abdullah menyampaikan bahwa, “Dalam Islam kepala intelijen negara Islam yang pertama adalah Huzaifah Ibnul Yaman (orang yang diberitahukan oleh Rasulullah ilmu-ilmu tentang kejahatan sebagaimana pernyataannya, ‘Kalo orang-orang bertanya tentang kebaikan dan bagaimana cara meraihnya. Tapi aku bertanya kepada Rasulullah saw. tentang kejahatan dan bagaimana cara mencegahnya).” Hmm…

“Ya, pelacakannya oleh badan intelijen, penangkapannya polisi, pengadilannya qadhi. Bisa dihukum langsung atau bisa dipenjara. Paling ringan dikembalikan harta korupsi. Atau disiarkan keluarganya, bisa juga dihukum mati,” tegas Ustadz Umar Abdullah .

Saat menjawab pertanyaan Ustadzah Latifah Musa, Ustadz Umar Abdullah mengatakan bahwa: “Tidak ada tendensi. Anggapan bahwa jika anggota DPR banyak perempuan akan menurunkan tingkat korupsi, ternyata tidak terbukti. Justru banyak yang korupsi. Tetapi yang terbukti menurunkan korupsi adalah KEIMANAN.”

Nah, dalam kesempatan ini pula Ustadz Umar Abdullah menjelaskan sosok teladan bernama Abdullah bin Rawahah yang ditugaskan ke Khaibar untuk memungut  harta tentang akaq musaqah (akad bagi hasil untuk lahan yang sudah ada tanamannya) antara penduduk Khaibar dengan negara Islam. Ketika hendak membagi hasil kurma, maka orang-orang  Khaibar yang perempuan mengumpulkan perhiasan untuk dijadikan suap kepada Abdullah bin Rawahah (nama lengkapnya Abdullah bin Rawahah bin Tsa’labah al-Anshari al-Khazraji).

Melihat cara mereka memperlakukannya, Abdullah bin Rawahah berkata, “Hai orang-orang Yahudi! Demi Allah. Kamu semuanya adalah makhluk Allah yang aku benci! Meskipun demikian, aku tidak akan mencurangi kalian. Kalian menawarkan kepadaku barang suap, sedangkan barang suap itu haram. Dan kami membenci memakan barang suap!”

Mendengar penolakan Abdullah, orang-orang Yahudi itu berkata, “Dengan sifat itu, langit dan bumi tegak berdiri.”

Suasana senja kian terasa, dan tak seberapa lama kemudian terdengar suara adzan Maghrib. Diskusi hari itupun berakhir dengan satu kesimpulan: “Kejahatan apapun, termasuk korupsi tidak melulu dilakukan oleh kaum lelaki. Wanita pun bisa melakukannya. Bahkan sejak zaman Nabi saw. wanita yang jahat sudah banyak, wanita yang penipu juga banyak, termasuk yang hendak melakukan penyuapan dengan cara bekerjasama dengan para pria di Khaibar dalam kisah Abdullah bin Rawahah. Artinya, yang bisa mencegah hanyalah keimanan. Bukan jenis kelamin. Ini juga sekaligus membantah pernyataan bahwa jika banyak anggota DPR dari kalangan perempuan maka tidak ada korupsi. Faktanya, kini sudah terbukti bahwa banyak perempuan menjadi koruptor dalam sistem kapitalisme yang sedang berlaku saat ini.”

Akhirul keyboard, sampai jumpa pada liputan diskusi berikutnya. Semoga meski telat laporannya disampaikan ke pembaca, tetapi tidak mengurangi bobot informasi dan solusi yang ditawarkan dari diskusi aktual yang digelar tiap pekan itu. Insya Allah. [OS]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *