Jihad Tidak Identik dengan Teror

Oleh Lathifah Musa

MediaIslamNet.Com–Awal minggu ini, kita Umat Islam dibuat bingung. Belum lagi hasil rapat paripurna yang menyepakati opsi bahwa bail out Century bermasalah ini ditindaklanjuti, tiba-tiba muncul berita pengepungan latihan para “teroris” di Aceh. Belum sempat masyarakat selesai terperanjat, tiba-tiba ada berita Dulmatin dkk tertembak di Pamulang. Mata pun semakin dibuat terbelalak terheran-heran dengan nama Pamulang yang disebut “persembunyian kaum teroris”. Mengingat kasus-kasus sebelumnya, termasuk ar-Rahmah.com juga berada di Pamulang.

Isu terorisme pun menghangat lagi. Banyak yang menghubungkan dengan situasi politik pasca Century Gate. Ada yang menghubungkan dengan upaya Polri menaikkan citra, karena dalam minggu ini tersandung rekayasa-rekayasa pidana dalam kasus-kasus narkoba. Selanjutnya seperti biasa narasi terorisme akan ditangkap oleh kalangan yang ingin memojokkan Islam. Sosok para “teroris” yang santun, hormat kepada orang tua, disayangi keluarga, dan anak-anak teladan dalam lingkungan dipandang merupakan representasi Islam, namun keliru karena pemahaman ideologis mereka. Selanjutnya isu pun dilemparkan pada stigma bahwa ideologi Islam yang menginspirasi terorisme. Ketika telah teropini bahwa Islam yang menginspirasi terorisme, maka dengan mudah mereka-mereka yang tidak menyukai Islam dan membuminya syariat Islam akan mengarahkan stigma negatif ke pesantren-pesantren, ormas-ormas Islam, kelompok-kelompok dakwah dan institusi manapun yang menyampaikan Islam secara kaffah.

Dengan mudahnya makna jihad pun dibolak-balik. Seolah jihad identik dengan teror. Karena ternyata mereka yang dituduh melakukan teror, adalah alumni-alumni mujahidin, baik di Afghanistan ataupun Mindanau. Sementara gelar teroris adalah berdasarkan rekomendasi AS dan Australia, para Kampiun Teror terbesar di dunia.

Barangkali memang ada kalangan muslim yang salah tempat dalam memaknai jihad. Tetapi harus diakui, bahwa kelompok ini memang terkadang disimpan oleh yang berwenang untuk mencari perhatian atau mengalihkan perhatian. Dampak dari peristiwa ini adalah kesalahfahaman bagi muslim awam dalam memandang jihad.

Padahal Jihad yang merupakan aktivitas tertinggi bagi seorang muslim dengan pengorbanan terbesar yakni jiwa, terikat dengan hukum-hukum tertentu. Jihad hanya berlaku untuk menghadapi orang-orang kafir muhariban fi’lan,  yang secara langsung menyerang negeri-negeri muslim (dan ini berlaku baik telah tegak daulah khilafah ataupun belum).

Mujahid bukanlah teroris. Teroris bukanlah mujahid. Jihad fii sabiilillah adalah hukum tersendiri bagi kaum muslimin. Terikat dengan tempat, waktu, kapan dan dimana. Semuanya harus sejalan dengan hukum syara’. Demikian juga tatacara peperangan. Siapa yang menyerukan, siapa saja yang wajib ‘ain atasnya berjihad, maka Fiqh Islam menjelaskan secara rinci. Bahkan cara-cara berperang pun diatur, antara lain perempuan dan anak tidak boleh diganggu dan dibunuh, kecuali terpaksa  atau dia menjadi mata-mata. Orang tua yang tidak kuat berperang tidak boleh disakiti. Merusak negeri dengan membakar dan menghancurkan tidak dibolehkan. Musuh yang belum sampai kepadanya seruan Islam (belum didakwahi) juga belum boleh diperangi. Semuanya diatur dalam hukum-hukum syariat Islam.

Jadi sebenarnya akhir dari drama ini hanyalah stigma negatif pada Islam. Mengaburkan makna jihad yang sesungguhnya. Tak ada satupun muslim yang setuju dengan aksi-aksi terorisme. Lebih tak setuju lagi bila jihad disamakan dengan terorisme.[]

Menjustifikasi Kematian “Teroris”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *