Program: VOICE OF ISLAM | Narasumber: ir. NANIK WIJAYATI (Pengasuh “woman’s chatting on islam) | Tamu: EVA (Profesional Muda di Jakarta) | Tema: Business Entertainment
Latar Belakang:
Dalam paradigma ekonomi kapitalis, segala cara harus ditempuh, selama bisa meningkatkan keuntungan atau manfaat. Demikian lah yang terjadi dalam dunia bisnis modern ala kapitalis. Tanpa memperhitungkan standar nilai halal-haram, sah-sah saja cara berbisnis yang dilakukan sebenarnya bermuatan kecurangan atau penipuan atau hasil sogokan, yang penting perusahaan untung. Nah, kali ini kita akan berbincang seputar entertainment yang lazim dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam memuluskan bisnis mereka. Seperti apakah fakta ini terjadi, kita ikuti rubrik Female Chatting kali ini dengan tema “Business Entertainment”.
Saya mau nanya Mbak Eva dulu nih. Bisa dijelaskan Mbak, apa yang dimaksud dengan Business Entertainment?
Pada dasarnya, business entertainment adalah upaya untuk memberikan hiburan atau hadiah kepada pihak yang berkepentingan dalam bisnis dengan tujuan agar bisnis yang dijalankan berjalan mulus. Entertainment ini lazim dilakukan baik klien kepada perusahaan, maupun sebaliknya, perusahaan kepada klien. Biasanya entertainment ini dilakukan besar-besaran pada akhir tahun, pada saat perusahaan mau tutup buku.
Bisa digambarkan lebih detil, cara-cara yang dilakukan dalam entertainment ini seperti apa?
Macam-macam, tergantung transaksi bisnis yang dilakukan dan juga tergantung posisi orang yang di-entertain. Bisa dalam bentuk pemberian hadiah berupa parcel, uang atau perhiasan, mobil, rumah, dll. Besar kecilnya tergantung nilai transaksi salah satunya. Bisa juga dengan cara loby dengan memberikan service jasa tertentu, tergantung permintaan dan kesepakatan kedua belah pihak. Pokoknya, apapun bentuk entertain yang bisa memuluskan transaksi, ya sah-sah saja, termasuk menyediakan perempuan dengan segala aksesorinya.
Waduh gawat juga nih, kita tanya tanggapan narasumber dulu, gimana Mbak Nanik, apakah entertainment ini sudah merupakan kultur dalam kehidupan masyarakat kita? Kenapa hal ini bisa terjadi?
Ya, setiap manusia pasti senang dengan manfaat dan keuntungan. Makanya, kalau manusia dibiarkan tanpa rambu-rambu aturan dari Sang Pencipta, maka yang terjadi adalah saling memanfaatkan untuk meraih keuntungan dirinya sebesar-besarnya. Kecenderungan manusiawi inilah yang dipakai dasar pijakan kapitalis. Nggak hanya dalam bisnis perusahaan2 besar saja saya kira ini menjadi lazim dilakukan, tapi dalam bisnis kecil di daerah-daerah pun saya kira ini juga biasa terjadi. Mungkin cara-cara dan bentuk entertain-nya saja yang berbeda. Dalam kondisi masyarakat yang tidak berpegang pada sistem yang Islami, hal seperti ini akan tumbuh semakin subur, karena hal itu menyenangkan kedua belah pihak kok. Nggak ada yang merasa dirugikan, kedua belah pihak mungkin merasa diuntungkan dengan business entertainment ini. Bisa panen tahunan lah, buat libur tahun baruan, he he… Konsekuensi cara-cara seperti ini pada akhirnya sebenarnya menguntungkan para pemodal.
Bagaimana sebenarnya rambu-rambu hukum Islam mengenai Business Entertainment ini?
Islam mengajarkan beberapa hal yang berkaitan dengan transaksi bisnis secara umum, diantaranya adalah: 1) Aqad. Aqad ini jelas harus disepakati kedua belah pihak untuk menghindari perselisihan, dan tidak merugikan salah satu pihak, 2) Sikap jujur kedua belah pihak. Tidak ada unsur penipuan dan kecurangan, dan jelas dibutuhkan transparansi, 3) Menghindari risywah (suap). Entertain yang seperti digambarkan oleh Mbak Eva tadi, sesungguhnya sangat terkait dengan poin ketiga ini. Sekalipun, sebagian besar upaya entertain dilakukan dalam rangka mendorong salah satu pihak untuk me-reschedule aqad yang sebelumnya telah dibuat. Artinya, tidak menutup kemungkinan cara-cara entertain ini masuk ke wilayah penipuan dan menyalahi aqad. Dalam Islam jelas ini ada sanksinya.
Jadi, business entertainment ini rawan terhadap pelanggaran hukum syara’ ya Mbak? Apa saja sanksi yang terkait dengan business entertainment ini?
Tergantung cara transaksi yang dilakukan. Misalnya: memberikan hadiah dengan maksud untuk menunda pengembalian pinjaman yang sudah disepakati waktu pengembaliannya, bisa mendapatkan sanksi ta’jir dipenjara mulai 6 bulan sampai 2 tahun. Kalau entertain-nya dengan cara menyediakan perempuan penghibur, hingga service perzinahan, ya kembali kepada hukum hudud bagi pelaku zina, dan bagi orang yang membayarnya juga ada sanksinya.
Pertanyaan terakhir buat Mbak Nanik, bagaimana kita harus bersikap menghadapi cara-cara bisnis yang kerap dilakukan oleh para pelaku bisnis yang sebenarnya itu menyalahi hukum syara’?
Sebagai seorang muslim, jelas loyalitas utama kita adalah kepada syari’at Islam. Saya kira itu adalah hal pertama yang harus dipahami oleh setiap muslim, termasuk para profesional muslimah. Dalam kondisi sistem ekonomi yang tidak dibangun dengan standar syari’ah memang kita akan terjebak sedikit atau banyak ke dalam “etika bisnis” ala kapitalis, seperti salah satunya business entertainment ini. Maka sikap yang harus diambil secara individual tentu adalah dengan menghindari cara-cara business entertainment yang melanggar hukum syara’. Tentu ini adalah tantangan yang cukup berat utamanya bagi saudara-saudara kita yang bekerja pada perusahaan-perusahaan yang menerapkan kebijakan seperti ini. Selama paradigma ekonomi kapitalis yang diberlakukan dalam sistem perekonomian masyarakat, ya… kita akan selalu terjebak dalam permasalahan serupa dan tidak ada habis-habisnya. Jadi, bagi masyarakat muslim seharusnya mulai berpikir untuk menggunakan paradigma ekonomi Islam untuk menjalankan berbagai bentuk transaksi bisnis yang benar dan aman.
Kesimpulan :
- Business entertainment yang lazim dilakukan dalam dunia bisnis adalah salah model atau cara-cara kapitalis dalam memuluskan transaksi. Perlu diperhatikan bahwa dalam cara-cara yang dilakukan seringkali bertentangan dengan rambu-rambu hukum syara’.
- Sudah saatnya bagi para profesional muslim untuk bersikap kritis dan tegas menolak cara-cara yang bertentangan dengan hukum Islam, serta berupaya untuk membangun paradigma Islam dalam mengatur kehidupan berekonomi.[]