Antara Quiz dan Judi

Program: VOICE OF ISLAM | Narasumber: ir. umar abdullah (Penulis buku “Kapitalisme; The Satanic Ideology”) | Tema: ANTARA QUIS DAN JUDI

Pengantar

Pendengar yang Budiman (PyB), kuis-kuis SMS di televisi telah menggila. Banyak orang tergiur untuk mengikutinya. Siapa tidak ngiler, hanya dengan kirim SMS bertarif Rp 2000, orang bisa berharap hadiah Rp 25 juta. So, media televisi yang semestinya mencerdaskan, malah menjerumuskan banyak orang jadi penjudi. Oleh karena itu Voice of Islam kali ini mengangkat topik antara Quis dan Judi bersama Ust. Ir. Umar Abdullah. Beliau adalah Penulis naskah VCD Sejarah Daulah Khilafah Islamiyah dan buku Kapitalisme, The Satanic Ideology.

Ust. Umar, bisa dijelaskan terlebih dahulu apa batasan Judi? Sebab banyak masyarakat yang kurang jelas tentang batasan judi ini.

Judi menurut Ibrahim Anis dalam al-Mu’jam al-Wasith adalah “setiap permainan yang mengandung taruhan dari kedua pihak.” Menurut al-Jurjani dalam at-Ta’rifat, judi adalah “setiap permainan yang di dalamnya disyaratkan adanya sesuatu (berupa materi) yang diambil dari pihak yang kalah kepada pihak yang menang.” Menurut Ali ash-Shabuni dalam Rawa’i’ al-Bayan fi Tafsir Ayat al-Ahkam, judi adalah “setiap permainan yang menimbulkan keuntungan bagi satu pihak dan kerugian bagi pihak lainnya”. Beberapa definisi tersebut saling melengkapi, sehingga dari kesemuanya dapat disimpulkan definisi judi yang menyeluruh. Yakni, judi adalah segala permainan yang mengandung unsur taruhan (harta/ materi) dimana pihak yang menang/ untung mengambil harta/ materi dari pihak yang kalah/ rugi.

Berdasarkan definisi itu, dalam judi ada 3 (tiga) unsur aktivitas utama:

  1. Adanya taruhan harta yang berasal dari pihak-pihak yang berjudi.
  2. Adanya suatu permainan untuk menentukan pihak yang menang dan yang kalah.
  3. Pihak yang menang mengambil harta yang menjadi taruhan (murahanah), sedang pihak yang kalah akan kehilangan hartanya.

Lalu apakah Kuis-kuis SMS di televisi itu terkategori Judi?

Kalau kita amati dengan cermat fakta kuis via SMS saat ini, maka tiga aktivitas judi yang saya sebutkan tadi ternyata terdapat pada kuis via SMS.

  1. Adanya taruhan dalam kuis SMS, dibuktikan dengan adanya pembayaran tarif yang lebih tinggi daripada tarif normal, misalnya Rp 2000,- per SMS. Hal ini sama saja dengan taruhan yang diberikan oleh para penjudi.
  2. Adanya unsur permainan (la’bun) dalam kuis SMS sangat jelas, yaitu adanya kontes-kontes musik, nyanyi, lawak, dan yang semisalnya, bahkan kontes dakwah.
  3. Unsur ketiga judi juga sangat jelas adanya dalam kuis SMS, yaitu adanya pihak yang menang yang mengambil harta yang menjadi taruhan (murahanah), sedang pihak yang kalah akan kehilangan hartanya. Pihak yang kalah/merugi, adalah jutaan orang yang mengikuti kuis tapi tidak mendapat hadiah, padahal tarif SMS sudah dipatok lebih mahal dari biasanya. Sedang pihak yang menang, pertama-tama adalah para pemenang kuis. Selain mereka, juga para penyelenggara kuis itu sendiri, yang terdiri dari tiga pihak, yaitu: Pertama, media pemilik program, misalnya stasiun televisi tertentu; kedua, penyedia konten (content provider); ketiga, operator seluler. Ketiga pihak penyelengara kuis ini hakikatnya adalah bandar-bandar judi terselubung yang jahat karena mengeruk banyak uang dengan jalan mudah.

Jadi, kuis via SMS yang kita bicarakan tadi tidak diragukan lagi terkategori Judi sehingga haram hukumnya menurut syariah Islam.

Sedikit menyimpang dari pembahasan Antara Quis dan Judi nih. Gimana kalau antar pemain di sebuah pertandingan olah raga bertaruh, yang kalah mentraktir yang menang. Apakah termasuk judi?

Jika uang yang digunakan mentraktir hanya dari pihak yang kalah, sementara pihak yang menang tidak mengeluarkan uang sama sekali, maka aktivitas di atas secara syar’i dibolehkan dan tidak termasuk judi.

Sebab aktivitas di atas termasuk apa yang dalam fiqih disebut ji’alah,  yaitu suatu janji memberikan kompensasi materi (harta) yang tertentu untuk suatu perbuatan (jasa) tertentu. Contoh ji’alah misalkan seseorang mengumumkan kepada publik, “Barangsiapa dapat mengembalikan ijazahku yang hilang, saya beri uang Rp 5 juta.”

Ji’alah sebagaimana boleh ditujukan kepada publik, juga boleh ditujukan untuk orang atau pihak tertentu. Misalkan seorang bapak berkata kepada anaknya, “Jika kamu dapat menghapal 1 juz al-Quran, kamu bapak beri Rp 1 juta.”

Nah, aktivitas yang ditanyakan di atas termasuk dalam ji’alah yang ditujukan kepada pihak tertentu ini. Jadi dalam aktivitas di atas seakan-akan satu pihak berkata kepada pihak lainnya, “Jika kesebelasan kamu dapat mengalahkan kesebelasanku, kesebelasanku akan mentraktir kesebelasanmu makan bakso.” Tentu saja aktivitas Ji’alah ini kompensasinya harus jelas dan halal.

Yang perlu diperhatikan, bahwa dalam ji’alah, kompensasi materi hanya berasal dari satu pihak, bukan dari dua pihak, artinya uang yang digunakan untuk mentraktir harus dari satu pihak (missal yang kalah saja), bukan dari dua pihak (yang kalah dan yang menang). Jika uang yang digunakan mentraktir berasal dari dua pihak, maka tidak dibolehkan, karena termasuk dalam judi, dan itu diharamkan.

Penjelasan saya ini sekaligus mengkoreksi penjelasan saya kepada seorang Bapak yang menanyakan hal semacam ini kepada saya ketika bertemu saya di kota Pekalongan beberapa waktu yang lalu.

Oh ya Ustadz, ada juga pendengar yang menanyakan, apakah acara Voice of Islam Bagi-bagi Hadiah yang dilakukan beberapa waktu tidak terkategori judi?

Acara Voice of Islam Bagi-bagi Hadiah tidak terkategori judi karena tiga unsur aktivitas perjudian tidak terpenuhi dalam acara ini.

  1. Tarif SMS adalah tarif normal, bukan tarif premium (tarif yang lebih tinggi dari tarif normal) sehingga tidak ada yang dipertaruhkan oleh si pengirim SMS. Karena memang biaya SMSnya memang segitu. Misal SMS sesama IM3 hanya Rp 100 (kebetulan kartu seluler Media Islam Net adalah IM3).
  2. Tidak ada unsur permainannya, untuk menentukan siapa yang menerima hadiah dari kami. Kami hanya membagi 142 radionetwork VoI ke dalam 20 wilayah agar hadiah merata di seluruh wilayah, kemudian kami memilih dari radio-radio dalam satu wilayah mana radio yang paling banyak pengirim SMSnya, kemudian kami memilih yang jawabannya lengkap dan awal-awal mengirim SMS.
  3. Ada yang mendapat hadiah, namun tidak ada yang kalah.

Sehingga acara Voice of Islam Bagi-bagi Hadiah tidak terkategori Judi dan memang murni pemberian hadiah semata.

Ustadz Umar, kenapa sih orang kok suka nyari duit dengan cara berjudi?

Secara ekonomi, kuis-kuis judi itu jelas sangat menguntungkan. Cocok untuk para penyelenggaranya yang memang sangat serakah dan tak kenal mengenal halal dan haram. Sebagai contoh, salah satu Kuis di sebuah televisi swasta, misalnya, pernah mendapat 180.000 SMS dalam dua jam saja. Itu bukan berarti yang ikut kuis 180.000 orang. Sebab supaya peluang menang makin besar, orang yang sama harus kirim SMS sampai 5-10 kali.

Bagaimana hitung-hitungannya? Begini. Tarif Rp 2000 tiap SMS akan dibagi untuk tiga pihak, yaitu untuk PH (production house), stasiun televisi, dan penyedia layanan telepon premium (biasa disebut content provider). Perinciannya, Rp 500 untuk hadiah, Rp 500 untuk content provider, dan selebihnya yang Rp 1000 dibagi rata PH dan stasiun televisi (hitung-hitungan ini bisa dilihat www. kontan-online.com tanggal 7 Agutus 2006).

Walhasil, jika ada 180.000 SMS yang masuk, berarti uang (haram) yang berhasil dikeruk stasiun televisi adalah = Rp 500 x 180.000, atau sebesar Rp 90 juta. Lumayan, kan? Ini sudah angka bersih, lho, soalnya sudah dipotong hadiah. Kalau dibandingkan dengan biaya produksi yang murah (dan jelas nggak perlu banyak mikir), kuis-kuis SMS jelas menjadi tambang duit yang melimpah.

Apa sudah ada fatwa ulama tentang Kuis-kuis Judi ini. Ustadz?

Sebenarnya sudah banyak pihak seperti MUI dan NU yang mengharamkan kuis-kuis SMS berhadiah seperti ini. Pada 27 Mei 2006 lalu, Forum Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia MUI di Gontor, sepakat mengharamkan kuis-kuis SMS itu. SMS berhadiah tersebut, kata KH Ma’ruf Amin Ketua Komisi Fatwa MUI,  termasuk judi karena mengandung unsur mengundi nasib dengan cara mudah, pemborosan, menghambur-hamburkan uang untuk permainan yang tak jelas. Selain itu, kuis-kuis tersebut telah membahayakan pihak lain yang menderita kekalahan, membangkitkan fantasi, ketagihan, dan mental malas.

Dua bulan setelah fatwa MUI itu, yakni pada 26 Juli 2006, NU pun berfatwa serupa. Dalam Munas Alim Ulama dan Konbes di Asrama Haji Sukolilo Surabaya, para ulama NU juga sepakat bulat mengharamkan kuis SMS berhadiah yang marak di berbagai televisi itu.

Dan sebenarnya para ulama cukup bijaksana. Mereka tak hanya mengharamkan, tapi juga mencoba memberikan solusi dengan mengambilkan hadiahnya tidak dari kumpulan uang dari pengirim SMS, tapi dari sponsor atau pihak ketiga. Karena itu hukumnya boleh.

Tapi kenapa Kuis-kuis SMS judi itu tetap ada, Ustadz?

Itulah masalahnya, fatwa-fatwa itu tidak mempunyai kekuatan eksekutorial. Bagaimanapun penerapan Syariat Islam memerlukan kekuasaan untuk melaksanakan dan menerapkannya. Itulah yang diteladankan oleh Baginda Rasulullah saw dan para sahabat yang mencari kekuasaan di Yatsrib yang mau dan mampu membela pelaksanaan dan penerapan Syariat Islam. Oleh karena itu kami mengajak kepada seluruh anggota masyarakat, khususnya pihak-pihak yang memiliki kekuasaan, untuk meraih kemuliaan yang telah dijanjikan oleh Allah di dunia dan di akhirat dengan jalan melaksanakan dan menerapkan syariat Islam. Tidak hanya dalam persoalan Judi ini, tetapi dalam seluruh persoalan-persoalan kehidupan kita. Insya Allah, Allah akan memberikan yang terbaik untuk kita semua. Amin.[]