Takwa itu bukan sekadar tampilan luar yang kelihatan alim, semisal pakai baju gamis, rajin ke masjid, atau hapal dalil seabrek. Nope! Takwa itu ada di hati, sesuatu yang bikin seseorang sadar kalau Allah selalu lihat, bahkan pas lagi sendiri di kamar sambil scroll HP tengah malam.
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah pernah menyampaikan bahwa perjalanan menuju ridha Allah itu bisa ditempuh bukan cuma dengan gerakan tubuh, tapi yang paling utama adalah dengan hati dan kemauan yang kuat. Allah Ta’ala berfirman, “Barang siapa yang mengagungkan syi’ar-syi’ar (perintah dan larangan) Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan dalam hati.” (QS al-Hajj [22]: 32)
Lihat juga ayat berikut ini:
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS al-Hajj [22]: 37)
Jadi, ibadah bukan sekadar formalitas atau rutinitas tanpa makna. Rasulullah ﷺ sendiri pernah menunjuk ke dada (alias hati) sambil berkata tiga kali, “Takwa itu di sini.” Maksudnya? Taqwa bukan cuma soal aksi fisik, tapi lebih ke niat, rasa takut kepada Allah, dan kesadaran bahwa Dia selalu mengawasi.
Imam An-Nawawi juga menegaskan, amalan lahiriah belum tentu mencerminkan ketakwaan yang sebenarnya. Bisa aja kan seseorang rajin ibadah tapi niatnya supaya dipuji orang? Nah, di zaman Rasulullah ﷺ ada kaum munafik yang tampak islami di luar, tapi hati mereka penuh kebencian terhadap Islam. Oya, kalo orang munafik, di zaman sekarang juga masih berkeliaran. Jadi, tetap waspada!
Singkatnya, takwa itu bukan cuma soal tampilan luar, tapi lebih ke koneksi hati dengan Allah. Percuma ibadah banyak kalau hatinya masih jauh dari-Nya. Intinya, jangan cuma sibuk membangun citra di depan manusia, tapi melupakan pandangan Allah yang selalu melihat kita, baik urusan hati maupun perbuatan kita.
Jadi, mau jadi orang bertakwa? Mulai dari hati dulu lalu menggerakkan pikiran dan perbuatan.[O. Solihin]