“Splash After Class”, Mengajari Remaja Jadi Liberal

Sebenarnya bukan hanya rencana pesta bikini pelajar SMA selepas ujian nasional saja yang mengajari remaja jadi liberal, tetapi semua kondisi kehidupan saat ini sudah mengajari remaja untuk jadi liberal. Acara Splash After Class yang sedianya dilangsungkan di The Media Hotel & Towers pada Sabtu, 25 April 2015 batal digelar. Semua pihak seharusnya bertanggung jawab dalam masalah ini. Pendidikan bukan hanya diserahkan kepada orang tua di rumah atau para guru di sekolah, tetapi juga masyarakat dan negara. Semua bekerjasama untuk mendidik anak dan remaja. Adanya protes terhadap rencana acara tersebut, menunjukkan masih ada kepedulian dari sebagian masyarakat. Memang seharusnya begitu.

Saya hanya ingin bertanya: apa sih yang ada di pikiran penyeleanggara? Ini sudah jahat, karena mencari duit tak halal dari sebuah acara yang akan merusak akhlak. Dari sisi moral saja, yakni norma ketimuran seperti yang dilontarkan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise, acara tersebut sudah merusak. Nah, apalagi menurut Islam?

Penyelenggara acara dan semua elemen yang mendukung acara tersebut adalah bagian dari lingkaran kejahatan perusak moral. Sudah begitu bebaskah kehidupan di negeri ini? Belum lama kita disuguhi euforia selepas UN di beberapa kota yang memotret aksi bejat beberapa pelajar. Bukan hanya sekadar corat-coret baju seragam, tetapi sudah ada yang berani berpose tanpa busana di jalanan, bahkan banyak pelajar yang melakukan seks bebas bersama pacar mereka di hotel. Sungguh terlalu!

Sekadar mengingatkan, tentu saja kondisi seperti ini tidak instan. Bukan akibat setahun atau dua tahun. Budaya ini hanya salah satu satu dari produk rusak kapitalisme-sekularisme yang liberal. Ini sudah mengakar jauh sebelum mereka lahir. Bukan hanya remaja menirukan perilaku orang tuanya, tetapi juga mencontoh masyarakatnya dan melihat bagaimana negara dengan sistem kapitalisme-sekularisme yang liberal ini mengatur kehidupan bernegara. Dan, ini sudah berlangsung lama sejak mereka kecil, bahkan sejak orang tua mereka lahir, kehidupan ini sudah liberal.

Silakan lihat. Bukankah gaya hidup hedonistik dan permisif sudah sedemikian merajalela sejak mereka kanak-kanak? Proses menuju dewasa mereka lebih banyak dibaluri dengan warna kehidupan yang liberal. Remaja muslim hanya nama dan label saja, tetapi isi kepala dan hatinya dijejali dengan paham sekularisme nan liberal. Tengoklah remaja yang berpacaran, seharusnya Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, dan aparat lainnya serta semua pihak yang bertanggung jawab dalam mengurusi masalah ini juga berkomentar keras untuk melarang pacaran. Ini juga bagian dari kerusakan yang dihasilkan kapitalisme-sekularisme yang liberal ini. Ah, sistem ini sudah cukup menjadi ‘neraka’ di dunia sebelum neraka yang sesungguhnya kelak di akhirat.

Lalu apa solusi untuk kehidupan yang sudah parah ini? Jika Anda sakit, biasanya akan mendatangi dokter yang kemudian memberikan resep untuk membeli obat tertentu yang diharapkan bisa menyembuhkan penyakit yang Anda derita. Lalu, kepada siapa untuk menyembuhkan masyarakat dan negara yang sakit?

Ini negara salah urus. Sistem kehidupan yang diambilnya pun salah jalan. Kerusakan ini pasti ada penyebabnya. Apa? Ya, sistem kapitalisme-sekularisme nan liberal itulah penyebabnya. Siapa dokter yang bisa menyembuhkan? Para ulama kaum muslimin yang mengemban dakwah. Apa obatnya? Tentu saja Islam. Islam yang diterapkan sebagai ideologi negara. Jadi, secara singkatnya adalah buang sistem kehidupan kapitalisme-sekularisme nan liberal ini lalu terapkan Islam sebagai ideologi negara.

Sesederhana itukah? Jika belum memahami, Anda boleh membaca tulisan-tulisan saya lainya di blog ini untuk melengkapi informasi dan opini yang saya tawarkan. Boleh juga, buat para orang tua untuk mengajak anak dan remajanya belajar Islam melalui buletin gaulislam yang saya kelola bersama kawan-kawan. Silakan kunjungi website-nya: www.gaulislam.com dan temukan solusi Islam atas problem kehidupan remaja saat ini. Boleh juga para orang tua dan remaja membaca buku-buku saya seputar problem remaja dan solusinya menurut Islam yang sudah saya tulis sejak 2002 silam.

Mohon maaf saya tak banyak menuliskan di artikel ini. Saya hanya berpesan kepada semua pihak: Berhentilah mengajari remaja untuk jadi liberal!

Salam,

O. Solihin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *