Tanya:
Assalamualaikum. Maaf ustzh saya mau bertanya mungkin ini dluar topik kajian online. Begini ustzh bukannya saya mau mengumbar aib keluarga tapi saya butuh solusi. Jadi saya ini punya ibu mertua yg suka berhutang,gali lubang tutup lubang. Kalau lagi senang beliau ini lupa sama suami saya,tapi pas lagi dalam keadaan terhimpit & ditagih hutang baru ingat dg suami saya.
Padahal saya & suami saya tidak pernah merasakan uang yg dihutang tadi tapi malah ikut melunasi hutang˛ tersebut sampai˛ keluarga saya sendiri kekurangan materi. Yang membuat saya sakit hati ibu mertua saya ini tidak menghargai saya sebagai istri dari anaknya & tidak menganggap anak saya itu cucunya.
Pernah suatu ketika,ibu mertua saya datang kerumah,meminta gaji suami saya,padahal suami saya ini punya tanggung jawab anak & istri. Tapi beliau tidak perduli. Keadaan seperti ini sudah berjalan mulai awal saya nikah sampai sekarang hampir 9th. Saya sudah berusaha sabar & ikhlas.
Saya berusaha menjalin silaturahmi dg bapak ibu mertua,1minggu sekali saya berusaha datang kerumah beliau,tapi setiap hubungan membaik ibu mertua saya selalu begitu lagi sampai˛ bilang ke kakeknya suami kalo suami saya punya banyak hutang ke beliau padahal selama ini suami saya membantu melunasi hutang & mencukupi kebutuhan keluarga. Tapi sejak menikah uang yg dberikan suami k ibunya berkurang karena sudah punya tanggung jawab istri & anak. Ibu mertua seperti tidak terima. Kalau dulu suami saya selalu menuruti apa yg dikatakan ibunya diajak berhutang di bank selalu mau.
Setiap saya ingatkan untuk tidak selalu menuruti kemauan ibunya,karena anak saya jg sudah SD mulai butuh biaya sekolah tapi yg terjadi malah pertengkaran antara saya & suami.Saya sudah mentok ustzh Sampai˛ saya ingin bercerai dari suami. Pertanyaannya salahkah saya & suami jika menghindar dr beliau? Mohon solusinya.
Jawab:
Alaikumussalam. Perlu keikhlasan dan kesabaran tinggi menghadapi kondisi ini. Biasanya kasus-kasus ibu yang terlilit hutang bertimbun, karena memang karakternya tidak baik. Ada yang punya gaya hidup (life style) tinggi sementara pendapatan tidak ada. Kalau bukan suami yang jadi korban, maka anak yang jadi korban.
Dalam kasus tertentu malah ibu tersebut memang senang jalan-jalan, makan-makan di tempat mahal, beli barang-barang dan (maaf) ada yang senang berjudi.
Bila demikian, maka suami harus bisa menasehati ibunya. Istri tidak perlu turut campur. Istri hanya perlu mensupport suami untuk bersabar dan tetap berbakti kepada ibunya. Demikian seharusnya istri sholihah. Jadi istri bukan justru memanas-manasi suami untuk perang dengan ibu mertua. Anggaplah ibu mertua sebagai ujian bagi suami untuk naik derajadnya menjadi anak sholih.
Berbuat baik kepada ibu adalah perbuatan utama yang kedudukannya setelah beribadah kepada Allah Taala. Allah Ta’ala menekankan pentingnya berbakti kepada ortu.
Bahkan ada seorang sahabat yang diminta untuk tidak ikut jihad hanya untuk mengurusi ortunya dulu. Untuk itu suamilah posisi penting dalam menghadapi mertua.
Carilah ilmu dan pemahaman yang benar tentang keutamaan berbakti kepada ortu. Berbakti kepada ibu yang demikian ini, bukan berarti membuatnya keenakan lantas berhutang semaunya.
Namun membantu agar tidak usah berhutang. Bila sudah telanjur, maka anak harus membantu menutup hutang semampunya. Agar terkendali, maka pada saat gajian, suami memberikan dulu uang belanja kepada Istri. Setelah itu baru membayari hutang ibunya.
Demikian seharusnya alokasi keuangan suami. Suami juga perlu didampingi untuk menjadi anak sholih. Sebagai istri hendaknya menjadi sahabat suami untuk bisa bersikap selayaknya sebagai anak sholih tanpa mengabaikan istri dan anak. Tidak mudah memiliki ibu yang suka berhutang dan berkarakter buruk.
Tapi dalam posisi ini, tentunya tidak mudah bagi suami untuk memilih amal terbaik. Dengan berempati pada kondisinya, semoga meringankan beban bagi istri dalam mendampingi suami. [Lathifah Musa]