Tentang Jihad

Tanya:
Ustazah Lathifah Musa bagaimana menyikapi secara objektif ttg pemahaman jihad ini dan bagaimana menempatkan yg seharusnya. Seringkali jihad itu dicontohkan dengan kondisi ibu yang berjuang untuk melahirkan, ayah mencari nafkah, menuntut ilmu dan semisalnya. Sementara kondisi jihad dalam keadaan perang tidak pernah jadi pembahasan. Akhirnya pemahaman jihad itu dicukupkan dengan kondisi- kondisi tadi. Mohon pencerahannya ustazah. Syukran

Jawaban:
Jihad dalam konteks ini adalah secara bahasa dan bukan yang dimaksud sebagai jihad fii sabiilillah bimakna Qitaal (berperang). Namun yang dimaksud adalah penyetaraan dalam hal kemuliaannya, secara khusus adalah ganjaran yang besar bagi pelakunya. Misalnya penyebutan haji sebagai jihadnya kaum perempuan, yang dimaksud adalah kedudukan amalnya dan tsawab (pahalanya). Demikian juga ibu hamil, melahirkan dan menyusui, ini adalah dalam hal kedudukan amal dan tsawabnya.

Sementara jihad dalam makna khusus sebagai jihad fii sabiilillah adalah dalam pengertian berperang. Ini tidak bisa digantikan dengan amalan lain seperti menuntut ilmu dll. Walaupun menuntut ilmu juga memiliki tsawab yang besar hingga disetarakan seperti jihad.

Jihad fii sabiilillah memiliki kedudukan yang tertinggi tidak bisa digantikan yang lain. Bila meninggal dalam kondisi berjihad, maka seorang hamba dikatakan mati syahid dengan perlakuan jasad yang bersifat khusus, seperti tidak dimandikan dan tidak disholati (walaupun dalam perang Uhud, Rasulullah mensholati jasad para mujahid). Berbeda dengan ibu yang meninggal ketika melahirkan, maka tetap dimandikan, disholati dan dikafani.

Adapun keutamaan para syuhada dalam perang ini adalah langsung masuk surga tanpa hisab, kecuali bila ada hutang yang belum terbayar. Maka mereka tertahan karena hutangnya tersebut harus diselesaikan dulu.

Mengenai penyetaraan amalan lain dengan jihad adalah semata-mata untuk menunjukkan betapa mulianya amal tersebut dan betapa besar pahalanya, sehingga mendorong kita untuk meraihnya. Salah satunya adalah hamil, melahirkan dan menyusui bagi kaum perempuan.

Sebagaimana orang berperang memiliki niat, motivasi dan cara pengamalan yang bisa berbeda-beda, sehingga menyebabkan hasil dan pahala yang tidak sama, maka yang dimaksud mujahid adalah mereka yang berjihad karena Allah dengan amalan-amalan yang sesuai dengan tuntunan syariat Allah SWT. Demikian pula halnya dengan ibu yang melahirkan, maka niat motivasi dan amalan yang dilakukannya itulah yang akan membedakan antara ibu melahirkan yang satu dengan yang lain. Tidaklah sama orang beriman dengan orang kafir dan fasiq.

Wallaahu a’lamu bish showab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *