Tanya:
Ustazah LM syukran untuk beberapa tulisan2 ustazah mengangkat profil shahabiyah. Bener lho saya terpesona dengan tulisan2 ustazah. Sarat dengan makna apalagi disertai dengan periwayatan yang detil. Lagi2 seneng2nya tersemangati sebab membaca kisah ini sayangnya selalu bersambung. Tapi ga apa saya ikut merasa terbawa dengan suasana kehidupan per episodenya.
Cuma dalam pikiran saya ketika membaca kisah shahabiyah ini apakah memang saya harus menjadi seperti Atikah, Khadijah ataukah saya harus menjadi sosoknya Asma? Karena saya yakin setiap orang ingin memiliki kpribadian/ karakter yang baik apalagi dalam ketaatannya kepada Allah.
Sebenarnya poin terpenting dalam tulisan2 yang memaparkan kisah mereka itu apa? Ada kekhawatiran saat membaca hanya dianggap sebuah kisah saja # kalo ada kesempatan mohon penjelasannya ya Ustadzah.
Jawaban:
Belajar dari kisah shahabiyah adalah mempelajari fakta kehidupan mereka yang terkadang ada aspek kemiripannya dengan masing2 dari kita.
Dari mereka kita bisa belajar bagaimana teladan Rasulullah Saw dalam menyelesaikan persoalan mereka. Karena kehidupan mereka dekat dengan Rasulullah Saw. Maka wahyu Allah SWT yang menjadi sumber dan sandaran penyelesaian setiap masalah.
Bila kehidupan kita, karakter kita, pengalaman hidup yang kita alami mirip dg salah seorang dari mereka, maka kita bisa mempelajari cara mereka memandang kehidupan dan memaknainya menjadi berharga (berpahala).
Tapi kita adalah kita. Sangat jarang atau hampir tidak ada kehidupan yang benar2 seragam.
Bisa jadi kita mirip dg karakter Asma binti Abu Bakar, tetapi suami kita lebih mirip Utsman bin Affan.
Atau kita adalah sosok seperti Atikah, namun bersuamikan sosok seperti Abu Bakar.
Allah SWT menguji manusia sesuai kesanggupannya, maka kita adalah sosok pribadi kita sendiri. Jadilah diri sendiri.
Shahabiyah2 adalah sosok teladan bagi muslimah. Namun mereka manusia biasa yang tdk ma’shum dari kesalahan dan kelemahan. Maka teladanilah keutamaannya dan belajarlah dari problem2 mereka.
Dari Asma binti Abu Bakar ra, kita belajar ketegaran, keteguhan sikap, kesabaran dan ketangguhannya sebagai ibunda para pejuang. Banyak keutamaannya yang bisa dijadikan teladan.
Dari Atikah, kita belajar kecerdasan, keindahan akhlak dan tutur kata yang santun dalam menghadapi suami. Keindahan seorang wanita tidak hanya terletak pada kecantikan parasnya, bahkan hal itu bisa membosankan. Namun kecantikan itu ada pada keindahan akhlaknya. Kecerdasannya digunakan u menghiasi rumah tangganya dengan kenyamanan dan ketentraman bagi suaminya. Sehingga sang suami merasa selalu sakinah bersamanya. Inilah keistimewaan Atikah.
Ada pepatah mengatakan, perlakukanlah suamimu seperti seorang raja. Maka ia akan memperlakukanmu seperti seorang ratu. Tentulah seorang ratu memiliki setiap hal yang bersifat baik dan indah. Tidak sama dengan budak ataupun pelayan. Hal ini terkait dengan keindahan dan kemuliaan akhlaknya.
Atikah sangat mampu memainkan peranannya sebagai seorang istri. Ini yang membuat semua suaminya sangat mencintainya.
Mengenai sosok Khadijah Binti Khuwailid ra, ia sosok yang sangat istimewa. Berbagai keistimewaan terkumpul padanya. Namun yang paling istimewa adalah cintanya yang begitu agung dan tulus (dalam tataran seorang wanita). Cinta yang hanya berpikir bagaimana memberikan yang terbaik kepada suaminya. Cinta yang tidak pernah menuntut apa-apa untuk dirinya. Cinta yang sangat berharga yang dimiliki seorang wanita hingga mampu berbakti, mengabdi dan berkhidmat kepada suaminya. Ia serahkan seluruh kekayaannya, dirinya dan potensi yang dimilikinya kepada sang suami. Itulah kebahagiaan bagi Khadijah yang semakin menambah pesonanya di mata suami. Keindahan dan kecantikan yang berpadu dengan kecerdasan, keramahan, ketenangan serta penghormatan. Tak tersaingi bahkan oleh Aisyah yang cantik jelita dan jauh lebih muda.
Belajarlah mencintai seperti seorang Khadijah. Walau suami kita bukan seorang Nabi dan memiliki keutamaan sebagai manusia paling utama, namun kecintaan yang tulus dan suci memudahkan seorang istri berbakti dan berkhidmat sepenuhnya kepada suaminya. Tentu kebaikan akan terpancar pula dari suami. Bukankah balasan kebaikan hanyalah kebaikan?
Masih banyak sosok shahabiyah yang bisa kita teladani keutamaannya. Yang paling banyak bisa diambil pelajaran adalah sosok- sosok Ummahatul Mu’miniin, istri2 Rasulullah Saw.
Yang juga harus dipahami dan diteladani adalah bagaimana cara Rasulullah Saw.menyelesaikan persoalan2 dalam rumah tangganya. Secara khusus bagi para suami sebagai kepala keluarga.
Belajar dari kisah shahabiyah akan memperkaya wawasan kita sehingga kita tahu bagaimana harus bersikap sebagai “Wanita Shalihah”.
Demikian jawaban sementara.