Samara dalam Monogami dan Poligami Apakah Ada Bedanya? (1)

Bagian pertama

By: Lathifah Musa

Pertanyaan mulai menelisik benak saya, ketika mendengar komentar seseorang tentang rumah tangganya, “Sakinah sih sudah, tapi mawaddah wa rahmahnya masih ribet!”

Seseorang ini, saya memahaminya, bukan orang baru dalam ilmu dan pengalaman hidup. Wow, ada apa dengan mawaddah dan rahmah? “Fa maa haqiiqatu sakinah mawaddah wa rahmah”

Belum lagi halaman berita yang sering memaksa masuk halaman depan android saya. Berseliweranlah berita-berita perceraian, mulai dari yang tiba-tiba sang suami mentalak istrinya, hingga sang istri yang menggugat cerai suaminya. Beragam alasan, mulai dari masalah ekonomi, perbedaan cara pandang (kata mereka), perselingkuhan, hingga isu poligami.

Lalu muncul trend Ayla View antar suami-istri yang bagi sebagian orang cukup menghibur, sebagiannya lagi baper dan sebagiannya lagi kesel. Selanjutnya muncul istilah Valakor (maksudnya pelakor= Perebut Laki Orang) yang membuat para akhwat merasa perlu menjadi jawara-jawara untuk menyelamatkan para suami. “Jangan dekati laki gue!” Waduh…

Bermula dari cetusan seseorang yang rumah tangganya hanya “sakinah”, maka sebagai pembelajar yang tak pernah putus, saya mencoba menyelami dunia rumah tangga. Ternyata wawasan poligami sepertinya memang telah disiapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, agar level pemahaman fakta kehidupan untuk saya pahami bisa lebih tinggi lagi. Lebih tinggi tingkat kerumitannya dan lebih perlu kesungguhan dalam upaya. Khususnya untuk sampai pada Sakinah, Mawaddah dan Rahmah. Tiga kata ini diistilahkan sebagai Samara.

Konfirmasi pemahaman terhadap fakta dan ilmu jelas perlu. Ada banyak guru. Yang pertama haruslah suami. Selain itu ada banyak Guru. Akhirnya, ternyata monogami dan poligami, sama saja. Hanya sekali lagi, poligami memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Untuk itu bukan hal yang harus coba-coba tanpa niat baik dan bekal ilmu yang memadai.

Seorang guru, memberikan inspirasi, bahwa seseorang yang memiliki peran terbesar dalam keluarga adalah suami. Karena ia yang akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap anggota keluarga yang dipimpinnya.

Dunia hanyalah ladang amal. Kelak di surga, atas keridhoan dan kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala, seorang suami ahlul jannah yang sholih dan bertanggung jawab, akan memasukinya bersama istrinya atau istri-istrinya.

Barangkali terasa berat bagi suami saat membangun sakinah mawaddah wa rahmah atas segenap anggota keluarganya ketika di dunia. Tetapi seorang suami ahlul jannah yang sholih dan bertanggung jawab, ia memiliki harapan yang sangat besar untuk membawa seluruh istrinya untuk memasuki Jannah bersamanya. Dengan demikian ia tetap bersabar atas istri-istrinya yang (istilah ekstrimnya) mempersulit perjuangannya meraih Sakinah Mawaddah wa Rahmah di dunia. Surga adalah tempat kenikmatan yang abadi, tempat kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan kebahagiaan tertinggi. Kelak, istri-istrinya yang masih sibuk dengan keresahan menikmati kehidupan dunia, akan akan menyadarinya di surga. Ia sebagai suami, bertanggung jawab memperjuangkannya di kehidupan dunia, dengan bekal amal shalih, kesabaran dan ketaqwaan.

Subhanallah, saya merasa beruntung mendapatkan inspirasi dari kehidupan rumah tangga yang luar biasa ini.
Maaf dalam hal ini, saya memberi contoh kehidupan poligami dalam rumah tangga, semata-mata berdasarkan tingkat kesulitannya. Bila diibaratkan kita belajar matematika mengenai operasi bilangan, maka yang termudah adalah operasi bilangan bulat. Bolehlah kehidupan berkeluarga untuk mencapai Sakinah pada poligami, dibaratkan dengan operasi bilangan dalam logaritma atau dalam integral. Mestinya lebih sulit. Untuk itu bila menginginkan hasil yang benar, tentu kita harus serius dan sungguh-sungguh mengerjakannya.

Namun berbicara Sakinah, Mawaddah wa Rahmah, siapapun penting memahami ukuran keberhasilannya. Baik yang monogami ataupun yang poligami. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam telah mencontohkan kedua penerapannya secara baik. Kita tidak perlu membahas mana yang ideal, apakah monogami ataupun poligami, karena keduanya masalah Qodho Allah, ketentuan Allah Subhaanahu wa Ta’ala yang tidak bisa diganggu gugat oleh hambaNya.

Bersama Khadijah ra, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam memberikan teladan bagaimana bermonogami. Bersama istri-istri Beliau yang lain, sepeninggal Khadijah ra, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam memberikan teladan bagaimana berpoligami. Kaum muslimin wajib meneladaninya sebagai standar solusi dalam kehidupan rumah tangga yang mereka hadapi.

Yang terpenting, kita tidak boleh, tidak berhak dan tidak layak untuk menganalisis mana yang paling baik dan paling ideal dalam kehidupan Beliau Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam. Karena semuanya adalah hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang menjadi tuntunan kehidupan manusia agar selamat sampai ke surga.

(Bersambung)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *