Tanya:
Ustazah, sebagaimana yang telah kita ketahui bersama terkadang kemandulan bukan hanya datang dari pihak istri melainkan sebaliknya. Dalam kondisi seperti ini apa saja yang harus di lakukan seorang istri untuk tetap membersamai suami agar tetap tergapai rahmah dalam rumah tangga?
Jawab:
Islam membuat batasan standar, agar tidak ada satu pihak yang berpeluang terzholimi. Dalam pernikahan, bila salah satunya mandul, maka pasangannya berhak menggugat cerai (pihak istri) atau menceraikan (pihak suami). Artinya berpisah itu dibolehkan.
Pernikahan bukanlah perkara seperti muamalah biasa. Pernikahan melibatkan gharizah nau’ yang salah satu ekspresinya adalah kasih sayang. Benar bahwa naluri ini tujuan penciptaannya adalah melestarikan jenis. Bagaimana bila fungsi melestarikan jenis ini tidak tercapai (karena mandul). Rasa kasih sayanglah yang berperan dominan. Suami dan istri bila tetap saling membersamai, karena kasih sayang antara mereka berdua. Bila kemandulan sekedar belum dikarunia anak, maka serahkan saja urusan ini pada Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Bukankah yang sama-sama sehat dan tidak mandul saja belum tentu dikaruniai anak. Ini masalah iman kepada TaqdirNya.
Namun bila yang dimaksud kemandulan adalah impotensi dari pihak suami (karena kalau dari istri tidak ada pengaruhnya), maka dengan sifat rahmah keduanya, sesungguhnya masing-masing adalah obat satu sama lain. Obat bisa dicari atau dipelajari. Seorang Guru pernah mengatakan kurang lebih demikian, sebenarnya obat bagi masalah demikian bukanlah pil, minuman, obat perangsang dan lain-lain, namun istrinya sendiri. Tidak akan mampu melakukannya selain karena sifat rahmahnya pada suami. Demikian pula sebaliknya.
Benarlah anjuran Islam untuk menikahi istri yang penyayang. Bagi seorang gadis yang belum menikah, tumbuhkanlah sifat penyayang. Untuk anak-anak perempuan kita, didiklah mereka untuk menjadi penyayang. Sifat penyayang hanya bisa diturunkan dengan mendidik mereka penuh kasih sayang, maka jadilah kita seorang yang penyayang.
Tentu demikian sebaliknya, nasehat bagi para perempuan, menikahlah dengan seorang laki-laki yang menyayangimu. Biarkan ia berjanji pada ayahmu, bahwa ia akan menyayangimu. Bila ia menyayangimu, maka ia akan berusaha untuk tidak pernah menyakitimu.
Dengan demikian sifat rahmah adalah bekal yang berharga untuk menjadikan rumah tangga menjadi sakinah dan penuh mawaddah. Bila sakinah dan mawaddah senantiasa ada dalam rumah tangga, in syaa Allah kasih sayang (rahmah) akan semakin bertambah.
Bagaimana bila kita merasa belum memiliki sifat rahmah yang sebenar-benarnya untuk bisa menjadi seorang istri yang berbakti. Bila kita menginginkannya, maka mintalah sifat rahmah kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Dialah Ar Rahman dan Ar Rahiim.
Bila tetap tidak bisa menumbuhkan kasih sayang dan antar suami-istri semakin jauh, maka jalan terakhir adalah bercerai. Halal tetapi tidak disukai Allah. Itulah sebabnya disebut jalan terakhir.[]