Bagaimana Bila Suami Lebih Mementingkan Ibunya?

Assalamualaikum Umm, yang terkait dengan point 5 umm (dari artikel Mertua versus Mantu). Bagaimana hukumnya jika suami lebih mementingkan ibunya dan si suami tersebut lupa akan tanggung jawabnya(di luar memberi nafkah seperti memberi kenyamanan,kasih sayang dan kepeduliannya dlm rumah )sebagai seorang suami dan ayah.

Dan bagaimana jika menghadapi seorang suami tersebut dalam keadaan marah2 dikarenakan terkena hasutan dari ibunya. Misal memberi kabar yg tidak2 mengenai mertuanya. Padahal kabar tersebut adalah berita bohong.

‘alaikumussalam.
Hal yang perlu disyukuri terlebih dahulu dalam kondisi ini adalah suami sudah mementingkan ibunya dan tidak lalai memberikan nafkah. Karena rasa syukur terhadap nikmat kebaikan yang sudah ada, semoga bisa menambah karunia Allah Ta’ala terhadap nikmat kebaikan-kebaikan berikutnya. Dan agar kita tidak terkategori orang yang kufur terhadap nikmat Allah.

Namun ada kekurangan yang ada, yakni ketidakpedulian terhadap kenyamanan istri dan anak-anak di rumah. Ini adalah problem para suami yang merasa sudah menunaikan kewajiban fisik berupa nafkah kepada istri dan anak-anak. Bila demikian, hidupnya merasa sudah santai.

Yang perlu diketahui oleh seorang istri adalah, pentingnya komunikasi dengan suami. Konon kabarnya –dan banyak terbukti–, para suami bukan pembaca pikiran yang baik. Apalagi pikiran istri yang bisa naik turun karena mood atau perubahan hormonal setiap bulan.

Untuk itu, istri perlu menjalin komunikasi yang baik dengan suami. Sampaikan saja apa yang kita rasakan bila tujuannya untuk memperbaiki kondisi rumah tangga. Kondisi yang dirasakan istri, disampaikan sekedar agar suami memahami, bukan berarti memaksanya untuk mengubah keadaan, bila keadaan memang sulit diubah.

Misalnya, kita tidak merasa nyaman bila selalu disalahkan mertua. Tentunya cara penyampaiannya tidak boleh terkesan memojokkan. Karena selain bukan pembaca pikiran yang baik, suami (laki-laki) umumnya tidak suka bahasa yang memojokkan mereka. Kita menyampaikan apa yang kita rasakan, namun juga menyatakan akan berusaha menjadi istri yang baik. Lalu kita meminta suami untuk mendoakan kita tetap bersabar dan bisa menjadi yang terbaik. Cara pendekatan yang baik, tujuannya agar membuat suami menjadi simpati, empati dan sebenarnya semakin menghargai (menyayangi) perjuangan dan upaya istri. Apabila empati dan simpati serta rasa kasihan sudah tumbuh pada seorang suami, ini akan mendorongnya untuk memberikan yang terbaik pula kepada istrinya.

Dalam komunikasi yang baik, ketika istri sudah bisa menyampaikan apa yang menjadi kebutuhannya, in syaa Allah suami akan berusaha untuk memenuhinya. Kalaupun ia belum mampu, ia akan tetap berusaha mencari cara dan selalu berdoa agar bisa memberikan kondisi dan situasi yang nyaman untuk istri dan anak-anaknya. Bila demikian, tentunya istri harus menghargai dan menghormati suaminya. Tidak perlu mendesaknya terus menerus. Ada hal-hal tertentu yang tidak bisa dipaksakan, karena Allah memang menghendakinya demikian. Tunggulah dengan sabar hingga Allah memberikan kemudahan dan jalan keluar terbaik bagi semua.

Komunikasi yang seharusnya terjadi paling lancar tanpa ada hambatan, adalah komunikasi antar suami-istri. Bila lancar, maka tidak akan ada yang bisa menghalangi atau menghasut sehingga menimbulkan konflik suami dengan istri. Ketahuilah, setan sangat senang berada di antara suami dan istri yang sedang berkonflik. Selalu meniupkan was-was, keraguan dan ketidakpercayaan kepada suami dan istri. Biasanya yang paling mudah ditiupkan was was adalah kaum perempuan. Setan akan berupaya terus, karena target terbesar dari upaya mereka adalah memisahkan suami dengan istri (bercerai).

Ada hadits yang menunjukkan bahwa Iblis memuji setan yang berhasil menceraikan suami-istri, sedangkan setan lainya telah melakukan sesuatu tetapi Iblis tidak mengapresiasi hasilnya.
Dari Jabir radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, (yang maknanya kurang lebih demikian):

“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air (laut) kemudian ia mengutus bala tentaranya. Maka yang paling dekat dengannya adalah yang paling besar fitnahnya. Datanglah salah seorang dari bala tentaranya dan berkata, “Aku telah melakukan begini dan begitu”. Iblis berkata, “Engkau sama sekali tidak melakukan sesuatupun”. Kemudian datang yang lain lagi dan berkata, “Aku tidak meninggalkannya (untuk digoda) hingga aku berhasil memisahkan antara dia dan istrinya. Maka Iblis pun mendekatinya dan berkata, “Sungguh hebat (setan) seperti engkau” (HR Muslim IV/2167 no 2813)

Untuk itu, jauhkan peran setan dari interaksi suami-istri. Bangun kepercayaan terhadap suami dengan pola komunikasi yang baik. Bila ada kabar dari orang lain, jangan diterima. Konfirmasi kepada suami dan percayalah kepadanya. Allah akan memberikan keberkahan kepada kita sebagai istrinya. (Lathifah Musa)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *