Peran Wanita Islam dalam Qawwamah dan al-Walayah

HINGGA saat ini banyak kalangan di Barat masih meragukan Islam dalam memperlakukan wanita. Menurut mereka, Islam telah menzalimi kaum hawa lantaran menjadikan laki-laki sebagai Qawwamah bagi perempuan. Bahkan mereka berani menyakatan Al-Quran tidak relevan lagi dengan zaman sekarang ini. Karena hari ini banyak wanita yang karirnya lebih hebat ketimbang laki-laki.

Syubhat ini lahir dari kesalahpahaman mereka terhadap firman Allah surat an-Nisa’ ayat :34. Syubhat yang dilemparkan orientalis dan kaum liberal karena “protes” atas ayat qawamah rajul a’la al-Marah (laki-laki pemimpin atas wanita).

Selain itu, mereka menilai, banyak wanita-wanita hari ini yang mempunyai sifat keberanian melebihi Kaum Adam. Sejatinya pada saat seperti ini, wanitalah yang menjadi pemimpin (qawwamah) bagi laki-laki, begitu katanya. Bukankah ini menjadi bukti bahwa Al-Quran hanya diturunkan untuk masa tertentu?

Namun lebih disayangkan, jika sebagian umat Islam hari ini juga masih belum paham dengan benar akan isyarat ilahi dalam ayat di atas (an-Nisa’ ayat 34). Sehingga tidak sedikit dari umat Islam menjadi icon dalam mengembangkan pikiran sesat mereka.

Tidak diragukan lagi bahwa pelopor syubhat ini adalah orang kafir, atau orang Islam yang telah teracuni dengan virus sesat.

Kita sangat yakin bahwa syubhat tersebut lahir disebabkan oleh kebodohan mereka dalam memahami bahasa Arab. Jika mereka menguasai bahasa Arab dengan benar, syubhat “ar-Rijalu qawwamuna a’la an-Nisa’” pasti tak akan dikampanyekan.

Jadi, sesungguhnya syubhat-syubhat yang dilemparkan ke dalam Islam disebabkan oleh pribadi mereka yang salah memahami Islam. Seandainya mereka itu mau mengkaji Islam melalui jalur yang benar, yang mungkin terjadi justru  mereka akan menerima Islam sebagai agama yang tidak akan diperjual belikan.

Antara Qawwama dan al Walaya

Dalam  surat an-Nisa’ ayat 34 kaum liberal sering menjadikan dasar seolah Islam memarginalkan wanita;

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ

‘Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.’ (QS: an-Nisa’ :34).

Untuk membantah tuduhan mereka, kita harus memahami terlebih dahulu apa itu makna Qawwamah? Apakah sama qawwamah dengan al-Walayah?

Syeikh Al-Buthi dalam bukunya, ‘La Yaktihi al-Bathil’ mengungkapkan bahwa antara Qawwamah dan al-Walayah memiliki makna yang berbeda. Karena itu, Allah Subhanahu Wata’ala dalam surat an-Nisa’ ayat :34 menetapkan (afirmasi) laki-laki sebagai pemimpin wanita (qawwamah). Sementara pada surat at-Taubah ayat :9 Allah Swt memberikan ‘al-Walayah’ bagi laki-laki dan perempuan. Tanpa menafikan (nagasi) al-walayah bagi wanita.

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ

Firman Allah, ‘Dan orang yang beriman, lelaki dan perempuan sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain’ (QS: at-Taubah :71).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Islam menjadikan laki-laki sebagai pemimpin (qawwamah) wanita. Sementara Islam tidak menafikan perempuan sebagai penolong (al-Walayah) bagi laki-laki, dan laki-laki menjadi penolong bagi wanita.

Lantas apa itu qawwamah dan apa itu al-Walayah? Sehingga Islam hanya memberikan ‘al-Walayah’ bagi wanita?

Islam menjadikan seseorang sebagai wali atau penolong (al-Walayah) bagi orang lain, jika orang tersebut belum mampu menjaga dirinya atau hartanya sendiri.

Misalnya, seorang anak kecil (laki-laki atau perempuan) memiliki harta berlimpah, punya mobil mewah, kebun luas, dan rumah bertingkat. Islam tidak memberi izin bagi anak tersebut untuk menggunakan hartanya sebelum rusyud tanpa izin dari walinya. Sebut saja wali anak itu orang tuanya, pamannya atau karabatnya jika orang tuanya sudah meninggal.

Seorang laki-laki yang boros atau laki-laki gila yang punya harta berlimpah. Islam menjadikan wali (al-Walayah) bagi dia untuk menjaga hartanya. Dia tidak boleh menggunakan hartanya semena-mena tanpa izin dari walinya. Begitu pula halnya dengan seorang wanita yang belum mampu menjaga harta atau dirinya.

Karena itu, dalam Islam laki dan perempuan sama-sama memiliki al-Walayah bagi diri mereka. Seorang suami suka-suka hatinya menggunakan hartanya jika sudah rusyud. Begitu juga perempuan.

Seorang suami ingin membeli mobil mewah dengan hatanya, silahkan. Itu kan harta dia. Seorang istri ingin membeli alat kosmotik yang paling mahal di dunia dengan harta dia, silahkan. itu kan hartanya. Seorang suami tidak ada hak untuk memaksa istrinya jangan belik ini itu, jika sesuatu yang akan dibelik itu bukan hal  yang terlarang dalam agama. Begitu juga sebaliknya.

Jadi dalam kontek walayah, Islam sama sekali tidak memarginalkan wanita. Antara laki-laki dan perempuan punya hak yang sama dalam al-Walayah. Saya rasa Anda sudah paham dengan pengertian al-Walayah. Sekarang mari kita telusuri makna Qawwamah.

Adapun Qawwamah adalah seseorang yang mengurus sebuah perkara. Dia yang bertanggung jawab atas maju dan mundurnya perkara tersebut. Misalnya, seorang suami ia menjadi qawwamah bagi keluarganya. Apa pun yang terjadi dalam keluarga, maka dia yang akan bertaggung jawab. Agar anak dan suami tidak lapar, maka atas suaminyalah dipundakkan perintah mencari nafkah. Anak atau istrinya bermaksiat, maka suaminya yang bertanggung jawab.

Islam memberikan walayah bagi laki-laki dan perempuan. Al-Walayah akan berfungsi bagi orang-orang yang belum mampu manjaga dirinya atau hartanya. Sedangkan Qawwamah sebuah gelar yang diberikan kepada seseorang untuk menjaga keluarganya meskipun keluarga dia semuanya sudah mampu menjaga dirinya masing-masing.

Lantas, siapakah yang berhak dijadikan qawwamah (pemimpin) dalam sebuah keluarga? Suami atau istri? Saya rasa tabiat manusia dari dulu telah menjawab pertanyaan ini. Bahwa yang berhak menjadi pemimpin (qawwamah) bagi sebuah keluarga adalah suaminya. [Sumber Tulisan: HIDAYATULLAH.com]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *