“Aku ingin istri yang cantik Ma, yang pintar dan bisa enak diajak diskusi, nyambung ketika bicara dan mudah dibawa masuk ke dalam acara keluarga, dan utamanya menerima kekurangan dan kelebihan kita Ma,” Anto memaparkan alasan kenapa sudah 32 tahun belum juga mau menikah.
“Mama, tahu kan betapa menderitanya bang Ucok, punya istri yang kaya raya namun arogan setengah mati, Ma tahu kan bahwa bang Ucok itu apalagi setelah di PHK makin sering dimarahin istrinya siang dan malam, kemarin saja aku dengar sendiri istrinya jerit-jerit di telepon suruh bang Ucok pulang cepat-cepat dari sini, itu karena si Maryam, anak bang Ucok yang ke dua sakit panas. Yaa mestinya istrinya ngertilah bahwa bang Ucok kan juga cuma sebentar di sini, cuma mampir nengokin anak yang baru pulang dari rumah sakit, kan juga cuma sebentar. Aku melihat istri kalau salah pilih malah bikin suami-suami jadi pusing, dan rumah tangga jadi gak bahagia,” Urai Anto panjang lebar dan seakan meminta pengertian sang Mama.
“Ada lagi istri si Umar, Mama ingat kan Umar kawan kuliahku dulu yang adalah ketua rohis? yang berjenggot itu lho Ma, Da’i yang rajin banget sholat bahkan ikut-ikut berdakwah, bahkan sekarang sesekali dia juga berdakwah di mushola kantorku… tapi baru saja ku dengar mereka bercerai, masing-masing bawa satu anak, karena ku dengar istrinya itu sangat kasar dan suka melempar-lempar barang kalau marah, kebayang gak sih punya istri marah-marah melulu, hidup jadi gak tenang kan..” gerutu Anto lagi.
“Lalu kamu mau punya istri yang kaya siapa To? di dunia ini kan tidak ada bidadari yang numpang lewat lalu menawarkan diri jadi istri kamu,” tanya Mamanya Anto dengan lembut. “Tidak ada perempuan yang sempurna di dunia ini, susah nyari yang sempurna, pasti ada cacat celanya,” Mama meneruskan sambil memegang bahu Anto dengan penuh kasih sayang. “Mama ini sudah tua To, Mama hanya ingin sepeninggal Mama nanti, kamu ada yang mengurus, merawat dan juga sudah punya anak-anak yang akan membuatmu menjadi dewasa dan gembira karena anak-anak itu membuat seorang suami menjadi lebih bertanggung jawab atas rumah tangga dan kehidupan ini.. Tidak lama lagi mungkin Mama akan menyusul ayahmu To, Mama hanya ingin sepeninggal Mama, kamu telah memperkenalkan istrimu pada Mama..” isak ibunya Anto tertahan..
Anto hanya terdiam dan tercenung lama, gumamnya dalam hati, “karena aku belum menemukan wanita seperti dirimu, Ma yang diam saja bila dimarahi suaminya, yang selau berkata lembut, yang selalu mengerti aku, yang selalu mengalah dan mendahulukan kepentinganku, yang pasrah dikasih uang berapa saja oleh suaminya, yang cantik seperti dirimu, yang menyayangi anak-anaknya seperti dirimu, aku susah sekali menemukan wanita yang baik seperti dirimu di zaman sekarang ini, banyak perempuan cantik namun mereka tidak memiliki sifat-sifat yang kuinginkan dari seorang wanita yang mengalah dan keibuaan seperti dirimu,” demikian renung Anto dalam hati.
Hmm, namun Anto sebenarnya tidak tahu bahwa sudah berapa kali ibunya mendengking pada ayahnya, sudah berapa kali ibunya minta cerai pada ayahnya, sudah berapa kali ibunya membantah ucapan ayahnya, sudah berapa kali ibunya marah-marah dan membanting pintu dengan keras pada ayahnya dalam hal berbeda pendapat yang cukup banyak, dalam ucapan-ucapan yang kerap salah pemaknaannya yang sering kali memicu pertengkaran hebat di rumah tangga mereka, bahkan Mamanya pernah sekali meninggalkan rumah ayahnya sambil menggendong Anto kecil yang diikuti bang Ucok dikala berusia 7 tahun, pergi dari rumah dengan amarah dan meninggalkan surat yang berisi permintaan cerai pada suaminya.
Dulu, di kala anak-anak masih kecil, dikala ibunya Anto masih muda, di kala rumah tangga mereka baru berusia di bawah 10 tahun, dulu ketika ekonomi keluarga belum mantap, ketika jiwa belum stabil, ketika semua masalah diselesaikan dengan emosi, Anto tak tahu bahwa untuk menjadi tenang dan berwibawa serta penuh kasih sayang seperti Mama, seorang wanita memerlukan banyak tahun untuk memberinya pengalaman agar lebih dewasa dalam mengarungi bahtera kehidupan dan diperlukan juga kesabaran dari sang suami untuk mendidik sang istri agar menjadi istri yang solihah, dan semua itu tidak dapat dilakukan dalam satu kedip mata, membutuhkan tahunan untuk memproses dari seorang wanita lugu dan tidak tahu apa-apa, serta jiwa yang sangat tidak stabil menjadikan seorang wanita dewasa yang pengertian, menyayangi dan menjadi wanita idaman.
Maka tak salah kan bila ku katakan bahwa SBY menjadi presiden dan dalam kehidupannya matang sebagai presiden karena pendampingnya adalah bu Ani yang lembut dan sudah matang dalam asam garam kehidupan, dan itu tidak mungkin dilakukan ketika usia pernikahan mereka masih seumur jagung.
Hmm, paham kan kenapa presiden selalu berumur tua, karena perlu di dampingi oleh istri yang sudah tua juga dan dewasa serta penuh hikmah. Anto akan menemukan istri idaman yang seperti ibunya, bila Anto melalui proses seperti ayahnya juga, butuh bertahun-tahun untuk mendapatkan istri idaman seperti yang diharapkan Anto.
“… dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah [2] : 228) [Sumber Tulisan: ERAMUSLIM.com]