Ketika kelompok militan di Irak yang menyebut dirinya ISIS mendeklarasikan wilayah yang dikuasainya sebagai Khilafah, maka media-media dunia langsung bersuara. Banyak yang menyebut hal itu hanyalah klaim, sebagaimana yang disebutkan oleh AS, namun tidak sedikit yang menyebutnya sebagai statemen yang bersejarah. AS yang notabene sudah menarik puluhan ribu lebih pasukannya di Irak tentulah yang merasa paling berkepentingan dengan deklarasi ini. Tetapi apa strategi yang dilancarkan AS untuk menjegal tegaknya Khilafah, atau mungkin benih-benih kekhilafahan Islam yang sedang bertumbuh ini? Berikut tanya jawab dengan Ustzh. Ir. Lathifah Musa. Beliau adalah Pemimpin Redaksi Majalah Udara VOI.
Ustadzah, terlepas dari pro kontra dalam tubuh umat Islam sendiri mengenai apakah kelompok ISIS layak dan memenuhi syarat untuk memimpin umat Islam sedunia, bagaimana sikap AS dan sekutunya menghadapi deklarasi ini?
Sebagaimana kita ketahui sebelumnya bahwa Pengumuman ISIS sebagai Khilafah Islamiyah itu muncul setelah kelompok-kelompok jihad dan suku-suku muslim di Irak bangkit dalam revolusi rakyat melawan penindasan rezim Syiah Irak. Kemudian mereka mendeklarasikan kekhalifahan yang mencakup wilayah dari Aleppo di Suriah utara hingga Diyala di Irak timur. Sejauh ini AS mengakui adanya pergerakan para mujahidin di bawah komando ISIS di bumi Iraq. Hanya saja AS menyebutnya sebagai teror untuk menghancurkan Iraq. Juru Bicara Josh Earnest, dalam tanggapan atas proklamasi berdirinya ISIL pada Minggu sebagai kekhalifahan di daerah yang dikuasainya baik di Irak maupun Suriah, menggambarkannya sebagai “kegiatan teror atau aksi kekerasan serta ideologi represif yang menimbulkan ancaman sangat besar bagi masa depan Irak”. Kemudian, Charles Lister, Visiting Fellow di Brookings Doha Center, menilai sepak terjang ISIS sedang dalam puncaknya.”Apa pun keputusan yang dibuat dalam hal legitimasi, soal pengumuman bahwa ia (ISIS) telah memulihkan kekhalifahan, kemungkinan ini perkembangan paling signifikan dalam jihadisme internasional sejak 9/11,” kata Lister, mengacu pada aksi teroris terhadap WTC Amerika Serikat 11 September 2001 atau dikenal teror 9/11. Walhasil, deklarasi ini cukup menyita perhatian AS dan sekutunya.
Apa yang dilakukan AS menyikapi deklarasi ini?
(1) Menyebarkan opini bahwa kelompok ISIS ini hanya menyebarkan teror dan kehancuran bagi masa depan Iraq (2) Amerika Serikat juga berjanji akan melanjutkan pengiriman senjata termasuk pesawat tempur F-16 ke negara Arab yang dilanda perang itu. (3) Statemen resmi AS mengatakan Washington bekerjasama dengan pemerintah Al-Maliki dan semua pemimpin politik di Irak guna menghadapi “ancaman keberadaan ini” (4) Washington mengirim sebanyak 300 penasehat ke Irak selain peningkatan pengawasan serta pengumpulan informasi intelijen di negara Arab, sebagai bagian dari upayanya untuk menanggulangi serangan mengejutkan ISIL di Irak Barat dan Utara. (5) AS berkoordinasi dengan Raja Saudi, Rezim Bashar Asad, Pemerintah Iran dan bahkan Rusia untuk mengantisipasi ISIS yang dikhawatirkan akan menganeksasi batas-batas wilayah antarnegara.
Mungkinkah AS akan mengirimkan kembali pasukannya ke Iraq?
Apa yang terjadi di Iraq sebenarnya juga merupakan imbas kebangkrutan negara AS. AS sudah tidak mampu lagi membiayai pasukannya di Irak. Bahkan tahun 2013 AS terkenal dengan kondisi anggarannya yang Sehingga kecil kemungkinan AS akan mengirim pasukannya kembali. Namun tentu AS tidak akan tinggal diam. Untuk itu AS akan mengoptimalkan kerjasamanya dengan negara-negara Teluk. AS dalam informasi intelijennya hanya mengirim 300 penasehat pasukan dan persenjataan. Sementara pasukan bisa jadi berasal dari negara-negara Teluk, khususnya militer Irak di bawah Maliki dan militer Suriah di bawah Bashar Asad. AS mengumbar opini bahwa negara-negara Teluk Arab seperti Arab Saudi mungkin akan khawatir dengan deklarasi kekhalifahan secara terbuka itu. Karena Saudi sendiri sebenarnya sudah memerangi militan al-Qaeda selama beberapa tahun, dan pernah menghancurkan kampanye mereka pada tahun 2006.
Kira-kira apakah AS akan melakukan serangan udara, mengingat AS memiliki pesawat tak berawak yang bisa melakukan serangan?
Semoga saja tidak. Walaupun kalau sampai terjadi, tentu ini akan membangkitkan kemarahan kaum muslimin seluruh dunia dan akan membangkitkan semangat jihad mereka. Inilah yang ditakuti AS. Untuk itu kemungkinan besar AS hanya akan mengoptimalkan pembentukan pasukan koalisi terlebih dahulu.
Menyikapi situasi ini, apa yang harus kita lakukan?
Kita berbuat dengan amal terbaik berdasarkan peluang apa yang telah Allah SWT berikan kepada kita. Diantaranya dengan: (1) Mengungkap makar AS dan sekutunya (2) Menyiapkan kaum muslimin di seluruh dunia untuk menyambut kekhilafahan kaum muslimin. Barangkali yang ada di bumi Syam itu masih terkategori benih, tetapi kita perlu mendoakan agar Allah SWT menurunkan RahmatNya dan menolong kita semua. (3) Bagi kaum muslimin yang ada di bumi jihad, berjihadlah, sebagai kewajiban ain untuk membela agama, diri, harta dan tempat tinggal. Palestina berjihad, Syam berjihad, Afrika berjihad, Afghanistan berjihad. Bila saat ini belum ada Khilafah yang mampu menyampaikan seruan jihad yang bisa menggerakkan seluruh komponen umat, maka berjuanglah semampunya sesuai hukum syara’ (4) Semakin memperdalam ilmu-ilmu Islam agar mampu melaksanakan ajaran agama Islam dengan sebaik-baiknya (5) Memupuk jiwa tawadhu dan saling mendoakan sesama saudara muslim
Khilafah Islamiyah yang akan ditegakkan ini adalah untuk kepentingan umat manusia, yang akan ditopang dan dipelihara oleh seluruh umat Islam. Bukan milik gerakan, kelompok ataupun brigade militansi manapun. Inilah yang Insya Allah telah dipahami oleh para pengemban dakwah dan mujahid yang ikhlas berjuang. Akhir dari setiap perjuangan di dunia adalah mendapatkan bekal untuk perjumpaan dengan Allah SWT di Akhirat nanti.
“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya”. [QS. Al Kahfi : 110]
*gambar dari sini