MEDIAISLAMNET.Com— Krisis Mesir tampaknya masih terus berlanjut. Militer belum lama ini telah menangkap Presiden Mursi, sebagai presiden Mesir terpilih, dan mengambil alih pemerintahan. Bagaimana sebenarnya krisis politik yang terjadi di Mesir dan ada apa sebenarnya di balik penggulingan pemerintahan yang sah? Hal ini memang tidak terlepas dari Cara Demokrasi menyikapi setiap kemenangan kelompok muslim. Fakta telah banyak membuktikan bahwa demokrasi bukanlah jalan meraih kemenangan.
Kudeta Cara Demokrasi
Para pecinta demokrasi masih mengumbar opini bahwa cara demokrasi tak mengenal kudeta. Untuk itulah pasca melakukan kudeta, terhadap presiden Mesir terpilih Muhammad Mursi, Panglima Jenderal Abdel Fattah al-Sisi, mengimbau warga untuk menggelar aksi di seluruh kota guna menyatakan dukungan kepada militer. Namun ribuan pendukung Mursi tetap melakukan aksi unjuk rasa. Terhitung lebih dari 130 orang tewas dan 1.000 lainnya luka-luka dalam bentrokan saat pendukung Mursi menggelar aksi protes di Masjid Rabaa al-Adawiya seusai Shalat Jumat, 26 Juli 2013.
Menurut pemberitaan media, rencana kudeta sesungguhnya sudah disiapkan jauh-jauh hari sebelum Mursi menang sebagai presiden. Kubu demokrat, yang antara lain menampilkan tokoh Al Baradei, mulai cemas ketika mayoritas rakyat mendukung tokoh Ikhwanul Muslimin. Kekhawatiran mereka terbukti. Mursi mendapat dukungan mayoritas rakyat. Artinya Mursi, IM dan bangsa Mesir yang malam itu berontak sudah memprediksi kemenangan secara demokratis.
Al-Baradei dan kawan-kawannya yang kemudian mendirikan ‘Jabhah Inqadz’ serta menyerukan percepatan pemilu, adalah buah dari ketidakpuasan akibat kekalahan dalam pemilu presiden lalu. Mereka sepakat bahwa revolusi telah dicuri oleh Ikhwanul Muslimin. Mereka tidak percaya dengan kenyataan bangsa Mesir tak mau menerima sistem liberal, sosialis dan sekuler. Sehingga menjelang 100 hari pertama mereka sudah menjatuhkan vonis gagal kepada Mursi.
Selama pemerintahannya Mursi memang lebih banyak memilih cara damai ketimbang balas dendam pada orang-orang Mubarak dan pihak-pihak yang ingin merusak Mesir. Berpengalaman menjadi anggota parlemen terbaik pada tahun 2005 Mursi tentu mengenali satu persatu ‘belang’ pejabat-pejabat Mubarak. Namun dia masih membuka kesempatan kepada beberapa oknum untuk ‘bertaubat’. Sehingga ia sengaja membiarkan beberapa orang yang dipandang berpotensi untuk berubah itu tetap eksis di beberapa lembaga, karena mereka punya pengalaman. Padahal sudah banyak tekanan dari pendukungnya agar Mursi tegas dan melawan. Mursi tidak memilih sikap frontal. Ia hanya menggunakan bahasa sindiran diplomatis kepada oknum yang tidak mau jujur.
Namun akhirnya Mursi tidak mampu menahan amarahnya. Dalam pidatonya 6 Desember 2012 silam Mursi memberikan pernyataan yang cukup keras, “Inilah saatnya menghukum mereka.” Mursi memberi mereka pelajaran satu persatu lewat jalur undang-undang dan kebijakan yang berupaya mematahkan upaya kudeta atas dirinya. Ia mengeluarkan dekrit lebih cepat sebelum MK mengeluarkan kebijakan.
Mursi memecat jaksa agung Abdul Majid karena tidak serius menangani kasus kejahatan rezim lama. Ia memecat marsekal Tanthawi. Skenarionya sederhana dan seakan tiba-tiba, yaitu insiden penyerangan OTK di Sinai hingga gugurnya 16 tentara Mesir. Thantawi dipecat dan diganti dengan al-Sisi, perwira yang tak begitu terkenal sebelumnya. Al-Sisi ‘dibesarkan’ oleh Mursi dan diberi kepercayaan. Wajar jika kini orang menyebut kudeta ini adalah pengkhianatan.
Latar Belakang Kudeta
Menurut Guru Besar Ilmu Politik Universitas Kairo dan Staf Presiden bidang politik DR. Baqinam As-Syarqawy, penyebab utama di balik kudeta militer atas Presiden Mesir Muhammad Mursi yang terpilih secara demokratis oleh militer Mesir adalah tiga resolusi kekuasaan yang diambil oleh Presiden Mursi sebagai langkah awal kekuasaan revolusi untuk membersihkan lembaga-lembaga negara pada khususnya kepada tiga lembaga vital negara yaitu kepolisian, kehakiman dan Kementerian Dalam Negeri, tiga resolusi Presiden Mursi tersebut menurut pakar ilmu politik ini adalah:
1. Resolusi Pertama; 6000 hakim yang telah berumur di atas 60 tahun dipensiunkan dini dan pemanfaatan anggaran (surplus) Departemen Kehakiman, kemudian memasukkan darah baru dalam penuntut umum
2. Resolusi kedua; 5000 polisi dengan pangkat kolonel dan brigadir dipensiunkan dini, dan membentuk lembaga baru dalam kementerian dalam negeri untuk meninjau dan mengevaluasi periode kerja dan pelayanan mereka, mengganti kekurangan dengan 15.000 letnan dari alumni kuliah hukum yang menganggur di seluruh Republik Mesir, dan mempercepat peningkatan dalam kementerian dalam negeri untuk menutupi kekurangan di jajaran yang lebih tinggi.
3. Resolusi Ketiga; Membatalkan seluruh daftar catatan berbahaya, kecuali yang baru tercatat atau berdasarkan perintah dari penuntut umum mulai dari 10/08/2013. Hal tersebut dilakukanuntuk memberikan kesempatan kepada rakyat biasa untuk memulai kehidupan baru dan membuka usaha baru tanpa menggunakan mereka dalam tindakan-tindakan premanisme yang dilakukan oleh pimpinan kementerian dalam negeri dan petinggi Partai Nasional Demokrat (Partai Mubarak) yang telah terbukti keterlibatan mereka dalam membuat kerusakan.
Namun sebenarnya resolusi yang disebutkan akan membuka jalan kediktatoran baru ini hanyalah sekedar pemicu dari alasan yang sebenarnya. Benar memang ada faktor persoalan jabatan dan perseteruan ideology. Namun kemenangan Ikhwanul Muslimin menimbulkan kekhawatiran yang sangat pada menguatnya poros Islam.
Masalah kelaparan dan keadilan sosial juga hanya menjadi cerita untuk merasionalkan alasan tersebut. Pasca 25 Januari ekonomi Mesir memang mengalami kolaps. Disamping faktor krisis yang disebabkan oleh rezim korup Mubarak juka faktor instabilitas Mesir selama kerusuhan 18 hari. Kemerosotan ekonomi juga disebabkan karena para pengusaha menarik uang-uang mereka dari Mesir dan memindahkannya ke luar negeri. Mursi terpaksa berkeliling ke berbagai negara menawarkan masa depan Mesir dengan harapan para investor bersedia datang ke Mesir.
Demokrasi AS dukung Kudeta Mesir
AS sempat terhenyak dengan berita kudeta oleh militer. Namun selanjutnya bisa dipastikan bahwa AS dan Israel mendukung kudeta tersebut. AS dan Israel memang setali tiga uang.
Sekjen Majelis Intelektual Ulama Indonesia Bachtiar Nasir mensinyalir adanya skenario Barat dalam penggulingan Moursi itu.”Barat (Amerika Serikat dan sekutunya) tidak suka dengan kebangkitan Islam. Jadi ada skenario untuk menjatuhkan Moursi,”kata Bachtiar. Hal itu, dibuktikan dengan setelah dilakukan kudeta oleh militer pintu masuk ke Rafah (Palestina) ditutup.
Kudeta Mesir telah menunjukkan matinya demokrasi. Demokrasi hanya sekedar retorika. Berlaku bila sejalan dengan kehidupan kapitalisme-liberalisme-sekularisme. Terpenggal bila kenyataannya lebih memuluskan jalan Islam.
Pelajaran Penting dari Kudeta Mesir
Kudeta Mesir membuka mata kita semua bahwa
- Demokrasi adalah tipu daya kaum kuffar untuk mengelabuhi kaum muslimin. Ada makar jahat di balik basa basi demokrasi.
- Musuh-musuh Islam bersatu menghadang tegaknya Islam. Tampak bagaimana peran AS, Inggris, Israel, demikian pula kalangan liberal, kaum moderat, sekuler dan nasrani. Mereka bersatu untuk melawan Islam.
- Media massa liberal corong demokrasi. Media memegang peranan penting. Di Indonesia pun kita didominasi dengan berita-berita negatif tentang Mursi dan Ikhwanul Muslimin. Seolah-olah mayoritas rakyat membenci Mursi. Seolah-olah rakyat Mesir didominasi kaum liberal-demokrat-moderat. Padahal rakyat lebih memilih Islam. Hanya mereka awalnya masih percaya dengan demokrasi. Barangkali sekarang ini tidak lagi.
- Pentingnya Kekuatan Militer. Militer adalah sasaran dakwah. Mereka memegang peranan penting. Bila mereka muslim, maka mereka adalah saudara kita. Tidak akan mengarahkan senjata untuk membunuhi kaum muslimin.
- Mari Menyerukan Persatuan Umat, khususnya Para Ulama. Para Ulama hendaknya bersatu untuk mengangkat pemimpin yang satu. Hindari ashobiyah kekelompokan. Kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah. Ambil langkah-langkah yang sesuai dengan apa yang diteladankan Rasulullah Saw untuk menegakkan kepemimpinan Islam.
Wallahu A’lamu Bish Shawab [LM]