Oleh: Lathifah Musa
Namanya Muhammad. Lengkapnya Muhammad Mujahid Fisabilillah. Seorang Syaikh mengatakan, Mujahid sudah memiliki makna Fii Sabiilillah. Tapi tak apa. Kami orang Indonesia. Kebanyakan masyarakat tidak terlalu paham bahasa Arab. Penekanan fisabilillah pada nama Muhammad hanya untuk menekankan bahwa sejak kecil ia telah disiapkan untuk menjadi Mujahid Fii Sabiilillah. Tidak hanya Syaikh yang kami hormati yang mengomentari nama Mujahid. Seorang Profesor, Guru Besar Perguruan Negeri spontan terkejut. Wah, akan dipersulit kalau mau minta visa ke Amerika Serikat, demikian katanya. Kami hanya tertawa. Ada jawaban jitu yang tak saya utarakan disini
Muhammad mulai berjalan sejak usia tidak kurang dari 10 bulan. Ia memanjat jendela studio pada saat usianya setahun dua bulan. Ia bicara lebih cepat dari bayi-bayi seumurnya. Ia mampu menirukan apa saja yang kami katakan.
Mengenai kemampuannya bergerak cepat, ayahnya hanya berkomentar, ” Itulah karena Uminya menamakannya Mujahid.” Ketika sebagai uminya aku sering kewalahan dengan keaktifannya, ayahnya pun hanya berkomentar, ” Itulah karena ia seorang mujahid.”
Tapi ia tidak hiperaktif. Karena sejak usia setahun ia telah mulai berkata-kata. Belum genap dua tahun, ia pun telah berbicara.
Saya merekam suaranya. Aneh, dengan logat yang tampak sulit. Tapi kata-katanya benar, kalimatnya pun benar. Ia menirukan siaran radio Voice Of Islam. ”Hallo Indonesia, Assalaamu’’alaikum warahmatullaahi wa barakaatuh. Jumpa dengan saya, Mujahid sabilillah. Ustadzah, bagaimana caranya menjadi shalih?” Sebuah kalimat panjang yang diucapkan dengan begitu sulit, tetapi kami semua mendengarnya. Sesudah itu Muhammad kami sebut Bayi Bicara.
Tentu bukan seperti mukjizat sebagaimana yang terjadi pada Nabi Isa as. Tetapi hanya penyebutan bahwa pada usia di bawah 2 tahun, dan belum menyelesaikan masa penyusuan yang sempurna, ia telah mampu bicara.
Saya seringkali penasaran dengan apa sih pendapat bayi tentang hal yang mereka lihat dan rasakan. Itulah sebabnya saya seringkali bertanya. Bertanya apa saja kepada bayi saya sendiri. Ketika ia menyusu, saya bertanya.
”Memangnya menyusu itu enak rasanya?”
”Enak…” katanya.
”Apakah seperti Dancow?” Ia sudah beberapa kali minum Dancow coklat. Ia menggeleng.
”Apa seperti es krim?’ Saya terus bertanya. Belum lama ini ia diberi es krim. Muhammad seperti berpikir. Ia belum menjawab. Kemudian ia berhenti menyusu dan berbicara memandang saya.
”Rasanya seperti bunga !” Saya tertawa. Sekarang ia selalu menjawab seperti itu. Rasanya enak seperti bunga. Tapi Saya bertanya lagi.
”Seperti apa rasa bunga?”
”Seperti Dancow dan seperti es krim.” katanya sedikit gagap, karena mencari kata-kata yang tepat. Demikian, tentunya info rasa bunga ini tidak bisa dipercaya, karena ia masih bayi dan baru belajar bicara.
Muhammad Mujahid lebih awal berbicara daripada kakak-kakaknya. Ia juga hafal al Fatihah lebih awal. Ia hafal doa-doa, khususnya doa bepergian dan naik kendaraan. Barangkali karena ia suka diajak bepergian oleh ayahnya.
Barangkali beberapa hal yang membuatnya ia lebih cepat bicara daripada ketiga kakaknya adalah:
- Ia sering diperdengarkan Al Qur’an sejak di dalam kandungan. Ketika kakak-kakaknya menghafal Al Qur’an, ia juga ada di sana. Walaupun ia belum mau mengulang, tetapi tetap saja kita membacakan surat-surat pendek untuknya, sebelum tidur, atau di setiap kesempatan.
- Ia sering diajak bicara sejak dalam kandungan, oleh ayahnya dan oleh kakak-kakaknya. Mereka sering bicara di dekat perut ketika kehamilan Muhammad.
- Sejak lahir ia sering diajak berkomunikasi. Tentu pertama oleh saya ibunya. Kemudian ayahnya dan kakak-kakaknya. Jarak mujahid dengan kakaknya yang terdekat terpaut 5 tahun. Mereka sering mengelilingi bayi Muhammad dan berbicara panjang lebar. Muhammad tampak mendengarkan dan mengikuti pembicaraan.
- Kosa kata yang diterimanya sangat banyak. Ia sering mengucapkan kata-kata secara salah. Saat itulah saya membetulkan kesalahannya dan memintanya mengulang dengan sempurna. Alhamdulillah, Muhammad tidak sungkan dikoreksi kesalahan katanya. Ketika ia menyebut pak polisi dengan pok polasi, saya membetulkan cara pengucapannya agar benar. Ketika ia mengomentari pelajaran matematika kakaknya dengan belajar matika, saya membetulkan jenis pengucapannya.
- Ayahnya meminta seisi rumah untuk berbicara dengan bahasa yang benar. Bukan dengan bahasa bayi. Seringkali orang tua justru yang menirukan bahasa bayi sehingga justru tidak melancarkan bicara. Karena mendengar bahasa yang benar, maka Muhammad pun membuat kalimat yang sempurna ketika berbicara.
Ini adalah contoh cara Muhammad bicara di usia tepat 2,5 tahun.
”Umi, aku boleh setel TV?” Ia bertanya.
Saya menjawab, ”Boleh.” Kemudian ia menemui kakaknya yang ada di ruangan itu juga.
”Kak, boleh setel TV kata Umi. Kakak yang colokin.” Ia meminta tolong kakaknya karena kabel TV belum terpasang ke stop kontak. Ia tidak boleh memasangnya sendiri.
Suatu kali ia mencoba naik tangga yang menuju tempat asrama akhwat di Pesantren media. Ia berkata, ”Assalaamu’alaikum, aku boleh naik ke atas ya?” (perlu diperhatikan bahwa ikhwan yang boleh masuk dengan bebas ke tempat ini hanyalah Muhammad).
Seorang santri akhwat menjawab, ”Boleh.”
Kemudian Muhammad bicara lagi, ” Aku mau naik tangga seperti kucing ya…!” Tentunya karena tangga putar itu tidak seimbang dengan tubuhnya yang kecil, maka cara Muhammad menaiki tangga hanyalah dengan merangkak seperti kucing. Saya mengawasi, karena Muhammad selalu marah bila ia dicegah. Kenyataannya ia memang mampu menaiki tangga dengan hati-hati. Mohon dipahami bahwa ini tidak berarti dibolehkan untuk bayi lainnya. Muhammad kemudian menaiki tangga, seperti kucing.
”Aku naik tangga seperti kucing, meoong…, meoong…, meoong ….,” Ia mengucapkan meoong hingga sampailah ia di atas dan disambut oleh kakak santri akhwat. Mereka suka sekali mengobrol dengan Muhammad.
Pada kesempatan lain ia mengawasi sanggar di Pesantren Media. Om Dedy, penanggung jawab sanggar sedang sibuk mengarahkan peserta. Muhammad sibuk juga berkeliling. Ia berkata kepada Om Dedy,
”Om Dedy, tolong keyboard kakak juga disetel!” Karena sebelum mulai, Om Dedy sibuk menyetem alat. Tinggal keyboard yang belum diatur.
Suatu kali Muhammad berteriak-teriak galak kepada kakaknya. Saya berkata,
”Muhammad jangan galak-galak ya!” Muhammad justru berkata,
”Umi juga galak sama anaknya.”
Wah, ternyata ketika tadi saya marah-marah karena kebandelan kakak-kakaknya yang laki-laki, ia merekamnya dengan baik.
Beberapa kondisi ini memang membuat bayi jadi cepat bicara. Tapi hati-hati, kita pun juga harus memberi contoh yang baik ketika bicara. Bayi (anak usia di bawah 2 tahun) yang mampu bicara lebih cepat, perkembangan akalnya juga cepat. Bila ia mendapat informasi yang buruk, tentu buruk juga yang terekam dan buruk juga yang kata-kata yang dikeluarkan. Untuk itu Saya melarang Muhammad menonton film Sponge Bob, apalagi Shin Chan! Itu bukan bahasa yang baik untuk bayi.[]