Liputan Khusus Diskusi Aktual Pesantren Media, Rabu, 25 April 2012
Liputan diskusi kali ini memang sangat telat. Pertama, karena sang petugasnya yaitu Fathimah NJL sedang kewalahan menghadapi jadwal-jadwal Try Out sekolahnya. Maklum, santri kalong cilik Pesantren Media (PM) yang termuda ini baru kelas 6 SD. Namun semangatnya menulis tugas-tugas media terpaksa harus saya stop, karena dalam beberapa hari ini ia terjadwal ujian Tahfizh al-Quran di sekolahnya. Syarat khusus bagi Fathimah untuk menjadi santri tetap PM ini adalah memenuhi komitmen menghafal 2 juz (juz 30 dan juz 1) dalam al-Quran. Walhasil sayalah yang harus menyelesaikan tugasnya.
Di satu sisi (ini alasan kedua), belakangan ini Muhammad Mujahid Fisabilillah (2,5 th) sedang luar biasa aktif. Tentu tidak mudah menangkap berjalannya diskusi secara sempurna sambil menghadapi berbagai keributan kreatif versi Muhammad. Akhirnya saya pun selalu terpaksa menempati garis belakang dalam ajang diskusi mingguan PM.
Baiklah kita mulai saja dengan latar belakang. Versi aslinya tak pernah terungkap dalam forum diskusi. Awal usulan judul ”Hal Janggal” ini adalah karena curhat saya kepada Ustadz Umar Abdullah, tentang kenapa seorang Ibu Fadhilah Supari bisa menjadi tersangka korupsi. Mungkinkah ada yang ingin menjahati beliau? Demikian, keluhan saya. Saya memang bukan orang dekat beliau. Tidak pula mengikuti seluruh aktivitasnya, walaupun pernah mengikuti sebuah forum diskusi yang menghadirkan beliau. Pada kesempatan tersebut Ibu Fadhilah bercerita tentang bagaimana upayanya memperjuangkan hak kesehatan rakyat Indonesia di forum dunia yang selama ini cenderung merugikan negara-negara berkembang. Saya dapat menangkap melalui cerita beliau, bagaimana kondisi Departemen Kesehatan saat itu.
Demikian pula pengamatan saya terhadap berbagai pemberitaan tentang Proyek Namru dan bagaimana penentangan seorang Menkes Fadhilah Supari saat itu terhadap Proyek Namru. Bagaimana mungkin sebuah proyek kesehatan (rahasia) AS bisa dengan mudahnya masuk Indonesia tanpa diketahui oleh Menkes. Bahkan proyek penelitian virus ini memiliki bangunan khusus di bilangan Jalan Percetakan Jakarta Selatan dan melarang siapa pun orang Indonesia masuk, termasuk Menteri Kesehatannya.
Kemudian bagaimana peristiwa gagalnya Ibu Nina A. Moeloek sebagai Menteri, karena faktor kesehatan (jiwa). Tampillah Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih sebagai Menkes yang baru tanpa melewati satupun prosedur pemeriksaan kesehatan. Hal janggal yang dilakukan oleh Presiden SBY. Sekaligus pelajaran bahwa ternyata Ibu Endang dalam kondisi sakit yang cukup parah, sehingga tidak bisa meneruskan tugasnya sebagai menteri. Ketika menulis liputan ini, televisi menyiarkan kabar kematian Ibu Endang. Semoga Allah SWT mengampuni.
Masih teringat dalam rekam memori saya, cerita Ibu Fadhilah Supari, bahwa Ibu Endang adalah tokoh penting dalam proyek Namru yang bisa dengan mudahnya mengakses Namru. Termasuk, kesalahan beliau yang menjual sampel virus yang ditemukan dalam kasus-kasus di Indonesia kepada AS. Itulah sebabnya, Ibu Endang bukanlah orang yang direkomendasikan untuk memikul jabatan Menkes. Banyak pihak mencurigai campur tangan AS dalam masalah jabatan ini.
Berbagai hal janggal yang saya sampaikan kepada Ustadz Umar Abdullah membuat beliau dengan santainya menetapkan judul ”Hal-hal Janggal dalam Proyek Pemerintah”.
Tentu tidak membatasi kasus Ibu Fadhilah Supari ataupun mantan Menteri Perikanan, Bapak Rochmin Damhuri ataupun sosok-sosok lurus tapi dianggap lugu lainnya, sehingga mudah dijebak untuk disangkutpautkan dengan kasus korupsi.
Proyek ”Menggampangkan”
Pembahasan yang mudah, demikian Ustadz Umar membuka diskusi. Bagi mereka yang biasa berinteraksi dengan pemerintah, ini memang mudah dipahami. Tapi bagi yang jarang berintaraksi dengan pemerintah, tentu harus dijelaskan agar mengerti.
Proyek-proyek pemerintah, yang seharusnya dikerjakan oleh pemerintah sendiri, saat ini nyaris semuanya diproyekkan. Alias dikerjakan oleh swasta. Akhirnya sangat mungkin, bernuansa suap dalam seluruh tendernya. Terjadilah penggelembungan (mark up) nilai barang dan harga. Bahkan ada kemungkinan masuk pinjaman-pinjaman asing.
Diskusi dibuka dengan pertanyaan-pertanyaan. Abdullah Musa, kelas 4 SD Homeschooling, yang selalu terdepan dalam pertanyaan. Maksudnya, selalu ingin pertama kali yang bertanya. Apa hal janggal dalam proyek pemerintah, katanya. Muhammad Mujahid (2,5 th), ikut-ikutan tunjuk tangan, tetapi hanya mesem-mesem ketika ditanya mau tanya apa.
Contoh-contoh hal janggal dibahas dalam diskusi. Siapapun boleh menjawab. Namanya juga diskusi. Ilham menjawab, pembangunan jembatan Kukar sebagai contohnya. Katanya proyek dengan dana pembangunan yang mampu bertahan 40 tahun. Tapi mengapa belum 40 tahun sudah roboh? Tidak tepat memang, karena bisa saja faktor kesalahan konstruksi.
Yang lain menjawab, proyek-proyek Banggar DPR, salah satunya adalah ruang rapat Banggar yang nilainya fantastis. Bayangkan untuk ruang rapat saja menghabiskan dana 20 milyar. Aroma mark upnya sangat kental. Sebuah kursi yang harga di pasaran tidak lebih dari 9 juta, ternyata dihargai 24 juta. Komentar Ustadz Umar Abdullah, seharusnya rapat bisa di atas tikar saja. Mengapa harus mengeluarkan uang sebanyak itu? Rasulullah saw., bermusyawarah di dalam masjid. Murah kan?
Contoh lain, begitu banyak jalan yang rusak. Seharusnya segera diperbaiki. Bukan karena tidak ada dana, tetapi karena dananya dikorupsi!
Kejanggalan yang lain adalah Kasus Wisma Atlet. Kemenpora mau gampangnya saja. Belum lagi menyinggung kasus yang menyeret Ibu Fadhilah Supari. Sebagai Menkes, beliau memiliki hak menunjuk langsung pengadaan alat kesehatan, karena kondisi kedaruratan setelah terjadi bencana tsunami di Aceh. Namun ternyata PT (A) yang ditunjuk malah memberikan proyeknya ke PT (B). Ternyata PT A yang diusulkan oleh pegawai Kemenkes, hanyalah makelar.
Hal yang super janggal adalah bahwa mayoritas proyek pemerintah dikerjakan oleh swasta. Padahal proyek tersebut adalah tugas pemerintah, mengapa yang mengerjakan swasta? Bukankah begitu banyak PNS yang telah digaji untuk bekerja.
Akhirnya pemerintah pun bertindak seperti makelar juga. Perusahaan-perusahaan swasta yang mengikuti tender, kebanyakan menyuap pejabat terkait. Ingat kasus suap Wisma Atlet. Ketika sebuah perusahaan menang, mereka memberikan hadiah (istilahnya gratifikasi) kepada pejabatnya. Kira-kira beberapa persen lagi. Padahal si pejabatnya tidak mengerjakan apa-apa. Yang mengerjakan perusahaan-perusahaan yang lain. Tambahan lagi perusahaan yang menang tender, bukan perusahaannya yang mengerjakan. Tapi perusahaan yang lain lagi. Ternyata perusahaan pemenang tender hanyalah makelar proyek. Wah wah wah! Kasus Group Permai dalam proyek Wisma Atlet, Hambalang, dan lain-lain tidak jauh dari permainan seperti ini. Inga … inga ..!
Yang paling parah, bukan sekedar janggal, adalah masalah penyusunan Undang-Undang (UU) pun diproyekkan. Jadi untuk membuat UU, pemerintah kita membayar konsultan.
Diskusi beranjak ke pembahasan pertanyaan kedua. Mengapa pemerintah melakukan hal janggal. Celetukan yang mengemuka adalah pemerintahnya Go***k. Mohon maaf kata-kata ini harus diedit. Ini tidak ada dalam kamus istilah penyebutan saya. Di kamus istilah saya, kata Go***k bisa diganti kurang pintar.
Tapi alasan menyebut Go***k memang bisa diterima. Banyak anggota DPR yang hanya mau foya-foya. Sudahlah mereka rajin kunjungan kerja, dengan membawa rombongan keluarga, plesiran ke tempat-tempat wisata dan memborong oleh-oleh di pusat belanja mewah, dan ternyata UUnya pun bisa diproyekkan. Apa gunanya studi banding?
Sudah seharusnya, anggota DPR, para pegawai negeri dan aparat pemerintah, dipilih dari orang yang paling pintar di negaranya. Tapi ternyata, pintarnya tidak, malasnya lebih banyak. Akhirnya, banyak PNS yang kalau ngantor kerjanya hanya mengobrol, minum kopi, membaca koran, main game, nyambi bisnis, ngerumpi sambil berharap akhir bulan ada lebihan dana proyek untuk dimasukkan dalam kegiatan lembur bengong. Istilah lembur bengong ini saya dapat dari saudara saya PNS yang terbiasa bagi-bagi uang lembur bengong! Yaitu uang lembur tanpa ada tambahan kerja apa-apa.
Ustadz Umar Abdullah bercerita tentang pengalamannya bekerjasama dalam proyek pemerintah. Ia bertanya, uang proyek dari mana? Ternyata World Bank. Dan pihak World Bank yang mendapat tugas itu adalah orang Indonesia sendiri. Ustadz Umar Abdullah bertanya, “Bu, ibu ini kan orang Indonesia. Kenapa proyek semacam ini harus pinjam uang dari World Bank? Apa kita tidak punya uang? Ini bilangnya hibah, padahal ini bukan hibah, ini pinjaman.”
Si ibu menjawab, ”Ya, saya hanya menjalankan tugas. Sebenarnya saya juga tidak mau”.
Padahal ternyata dana di kas Indonesia itu ada. Indonesia punya uang, tapi disuruh pinjam. Disuruh berhutang. Padahal, uangnya banyak!”
Yang kedua, banyak yang menempati jabatan tertentu bukan karena kemampuan dan keahlian. Akhirnya, orang-orang itu bukanlah orang yang mengerti apa pekerjaannya.
Pertanyaan yang selanjutnya mengemuka adalah untuk kepentingan siapa proyek-proyek diadakan. Kali ini banyak yang ikut urun pendapat. Mulai dari Ustadz O. Solihin, hingga para santri. Jawaban mengerucut pada kepentingan para kapitalis di tingkat nasional dan daerah. Yakni mereka yang berkepentingan untuk mendulang keuntungan dari proyek-proyek tadi. Tidak jarang terjadi permainan untuk mendapatkan proyek. Pemenang proyek sudah diatur karena tidak jarang perusahaan-perusahaan yang mengikuti tender berasal dari satu group. Dana proyek digelembungkan agar bisa dipotong untuk suap dan masih banyak sisa anggaran yang bisa dibagi-bagi untuk mereka.
Dalam diskusi juga terungkap adanya mekanisme dalam sebuah departemen dimana alokasi anggaran selalu harus habis. Padahal anggaran dalam departemen selalu berlebihan. Fuad Bawazier pernah mengemukakan dalam diskusi TV One bahwa banyak terjadi kelebihan anggaran sejak zaman orde baru. Namun tidak ada mekanisme kelebihan anggaran yang dikembalikan ke dalam APBN. Akhirnya APBN sering defisit. Ketika defisit Indonesia seolah-olah diharuskan untuk pinjam ke Bank Dunia dan IMF.
Menyinggung kasus Ibu Fadhilah Supari, forum diskusi mengarah pada opsi: (1) Bila sebagai menteri, Ibu Fadhilah Supari memiliki wewenang untuk menetapkan perusahaan tertentu dalam pengadaan alat kesehatan dengan alasan dalam rangka kedaruratan, maka hal tersebut dibolehkan. Apalagi saat itu situasinya pasca tsunami di Aceh yang memakan korban sangat besar. (2) Bila dalam kasus tersebut, terbukti Ibu Fadhilah Supari tidak tahu menahu pelaksanaan proyek tersebut karena telah diamanahkan kepada bawahannya, maka bisa terjadi kasus tersebut adalah penyalahgunaan wewenang pejabat di bawahnya. Menteri yang bersangkutan tidak bersalah.
Pembicaraan semakin menarik ketika forum membahas tentang pandangan dan solusi Islam.
Kali ini Ustadz Umar Abdullah memaparkan kisah tentang bagaimana Rasulullah saw. sebagai Kepala Negara sangat memperhatikan rakyatnya. Bahkan kepada seorang nenek pengemis yahudi yang buta. Rasulullah saw. bahkan tidak segan memberi suapan kurma yang telah dilumat kepada sang nenek. Padahal nenek yahudi buta tersebut suka memaki-maki Rasulullah saw, tanpa ia menyadari bahwa yang dimaki-maki adalah orang yang dengan lembut dan ikhlas memberinya makan. Hingga wafatnya Rasul saw yang mulia, sang nenek merasa kehilangan sosok yang lembut dan baik hati tersebut. Ketika Khalifah pengganti yakni Abu Bakar ra menyampaikan berita tersebut, sang nenek sangat bersedih. Lebih sedih lagi ketika mengetahui bahwa sosok mulia tersebut adalah orang yang selama ini dimaki-maki. Sungguh sangat luar biasa kemuliaan Rasulullah Saw. Kisah ini adalah pelajaran bagaimana pemimpin melayani rakyatnya.
Tidak kalah menarik bagaimana kisah Amirul Mukminin Umar bin Khaththab ra ketika menghadapi masa kekeringan dan kelaparan di Madinah. Khalifah Umar turun tangan untuk membagikan perbekalan yang dikirimkan oleh wilayah lain dari Negara Khilafah kepada Madinah yang sedang dilanda kelaparan ini. Umar sebagai kepala negara turut memasak makanan, membagikannya kepada rakyat, memastikan bahwa seluruh rakyat menerima makanan dan mengirimkan orang-orang (pegawai) untuk membawa makanan atau memasak perbekalan ke pelosok-pelosok desa. Pemimpin yang baik akan mendahulukan kepentingan rakyatnya daripada kepentingan diri dan keluarganya. Pemimpin yang baik akan menjalankan seluruh tugas-tugas pengaturan dan pelayanan urusan umat dengan sebaik-baiknya. Sangat jauh berbeda dengan situasi Indonesia sekarang! Diskusi pun ditutup dengan doa. Semoga bermanfaat untuk seluruh hadirin dan anda semua para pembaca. [Lathifah Musa]