Penjajahan Budaya Melalui Musik

Sobat muda, di awal tahun ini, banyak banget digelar konser musik mancanegara. Ada penyanyi lawas seperti Rod Stewart, grup Roxette, New Kids on The Block dan Back Street Boy, ada pula penyanyi yang sedang ngetop Kety Perry. Buat penggemar musik Barat, udah pasti nggak bakal melewatkan momen ini. Apalagi fans para penyanyi itu kebanyakan cewek. Biarpun tiketnya menguras isi dompet, demi kepuasan, tetap dilakukan. Tapi, tunggu dulu, sebelum nonton konser-konser mereka, sebaiknya simak dulu pembahasan kita soal ini bersama Mbak Asri Supatmiati, S.Si. Penulis Buku Indonesia dalam Dekapan Syahwat.

Mbak Asri, menurut Mbak, kenapa Indonesia banyak banget menggelar konser musik Barat?

Baik. Musik itu sudah menjadi industri besar dunia. Pastinya Indonesia sangat menggiurkan dari sisi pasar. Sangat menguntungkan konser di tanah air, karena bisa mendulang uang. Baik untuk promotor lokal maupun mancanegara, Indonesia surganya jualan musik. Setiap ada konser musik Barat, selalu penuh tuh. Penontonnya tentu saja orang kaya, seperti kalangan selebriti, pejabat-anak pejabat, pengusaha dan anak-anaknya. Kenapa, karena harga tiketnya juga jutaan. Paling murah ratusan ribu.

Iya ya Mbak, fans para grup musik itu rela bayar mahal untuk sekadar menikmati musik. Apa itu parameter masyarakat kita ini sudah makmur hingga tak sayang buang uang demi kenikmatan?

Ya, bagi yang makmur, ya makmur. Bagi yang kere, ya kere. Ironisnya, yang makmur cuma secuil, menikmati sumber daya yang banyak di negeri ini. Yang kere, banyak karena berebut secuil sumber daya alam. Makanya, itulah kesenjangan sosial yang diciptakan sistem kapitalisme-sekuler saat ini. Sangat tidak adil, sangat timpang antara orang kaya dengan orang miskin.

Kembali soal musik, ada yang bilang musik itu bahasa universal, bisa menjadi alat pemersatu berbagai segmen masyarakat. Benarkah?

Oh, salah itu. Musik itu tidak universal, tidak netral, tidak bebas nilai. Musik itu bagian dari gaya hidup, buah dari pandangan hidup atau ideologi. Musik tidak bebas nilai, tapi ada muatan nilai-nilai yang ditanamkan. Sama seperti karya seni lain, misal novel, film atau komik, ada muatan pesan yang dipengaruhi oleh ideologi pembuatnya. Pesan itu tergantung siapa yang menciptakan lagu itu, apakah dia orang sekuler, orang muslim ideologis, orang komunis. Kalau kita mendengarkan lirik lagu, ada pesan yang ingin disampaikan. Misalnya ada lagu Hamil Duluan atau Mari Bercinta, intinya mengajak seks bebas. Dulu ada lagu Barat Imagine, yang ternyata liriknya tidak mempercayai Tuhan. Pernah juga ngetop lagu Asereje, yang liriknya pakai bahasa yang nggak dimengerti, ternyata itu untuk pemujaan setan. Beda kan dengan lagu Islam, yang mengajak pada ketakwaan, mengingat Allah, merenung, introspeksi. Jadi memang musik dan lagu itu tidak bebas nilai.

Kalau musik itu tidak bebas nilai, artinya ada kesengajaan untuk menanamkan nilai-nilai tertentu dengan banyaknya konser tadi?

Yang pasti, musik, sebagaimana film, novel atau karya seni lainnya, adalah bagian dari alat penjajahan budaya. Melalui karya seperti musik itu, masyarakat sedikit demi sedikit tersihir, tergeser pemahamannya menjadi sesuai dengan aliran musik itu. Kalau mengusung sekulerisme, mereka menganggap biasa cinta-cintaan dengan lawan jenis yang bukan mahromnya. Apalagi kalau artisnya berhasil jadi idola, akhirnya kan segala hal dari artis itu ditiru. Lagipula, Barat itu masih menjadi kiblat. Artis-artis kita banyak yang meniru gaya Barat. Tengok saja Agnes Monica yang bermimpi go internasional, akhirnya cara dandan, cara menari, cara berpakaian dan nyanyi ya ngikuti standar internasional. Siapa? Pusat dunia hiburan ya AS, Hollywood. Ya artis di sana yang ditiru. Ketika artis lokal meniru artis Barat, lalu fans artis lokal pun meniru idolanya. Maka perlahan tapi pasti jadilah nilai-nilai yang diusung dari Barat menjajah maysarakat pada umumnya dan remaja khususnya. Budaya dimasukkan untuk melenakan umat. Allah telah berfirman yang artinya:  “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu  mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka  setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (TQS Al-Baqaroh: 120)

Berarti masuknya budaya asing ke Indonesia nggak bisa dipandang sebelah mata ya Mbak?

Betul banget. Harus sangat diwaspadai. Jangan ditelan mentah-mentah, harus diseleksi dengan sangat-sangat ketat. Dan, peran penyeleksi ini yang paling efektif ya negara. Sayangnya negara saat ini tidak melakukan itu. Kenapa? Karena negara kita sekuler, sejalan dengan ideologi para pengusung musik itu. Seharusnya sebagai negeri muslim, diterapkan sisitem Islam, sehingga budaya yang tidak selaras dengan nilai-nilai Islam dilarang masuk.

Lantas apa nih Mbak yang harus dilakukan remaja supaya nggak terpengaruh budaya asing itu?

Bentengi dengan islam ideologi, bukan sekadar islam KTP. Musik itu membawa ideologi, harus dilawan dengan pemahaman ideologis. Artinya, kalau kita paham islam ideologi, kita tidak akan mudah larut dan meniru apa yang diusung melalui musik. Nasihat Imam Asy Syathibi: “Hiburan, permainan, dan bersantai adalah mubah atau boleh asal tidak terdapat suatu hal yang terlarang. Namun demikian hal tersebut tercela dan tidak disukai oleh para ulama. Bahkan mereka tidak menyukai seorang lelaki yang dipandang tidak berusaha untuk memperbaiki kehidupannya di dunia dan tempat kembalinya di akhirat kelak, karena ia telah menghabiskan waktunya dengan berbagai macam kegiatan yang tidak mendatangkan suatu hasil duniawi dan ukhrawi.”(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *