“Perubahan Sosial dengan Jejaring Sosial”

Liputan Khusus Diskusi Aktual Pesantren Media, 8 Februari 2012

Diskusi kali ini termasuk yang paling singkat dibanding beberapa kali diskusi yang telah digelar. Hanya berlangsung sekitar 1 jam. Entah, karena materinya sudah sangat diketahui peserta diskusi, atau memang tak ada pembicaraan lebih seru lagi berkaitan dengan jejaring sosial. Dari pertanyaan yang diajukan peserta diskusi juga terlihat biasa-biasa saja. Namun demikian, bukan berarti kehilangan bobot pembahasan dan solusi. Insya Allah tema apapun yang masuk ke ‘ruang bedah’ diskusi akan dikupas hingga tuntas untuk kemudian hasilnya disampaikan kepada sahabat muslim yang tidak mengikuti jalannya diskusi.

Ustadz Umar Abdullah berkaitan dengan rencana pemerintah melakukan sensor terhadap konten twitter. Bukan hanya twitter, tetapi Google pun melakukan hal yang sama. Jika Anda searching di google, selalu ditawarkan untuk membaca kebijakan baru bagi siapa saja yang menggunakan layanan Google (termasuk sistus jejaringnya yang bernama Google+). Namun, Menkominfo Tifatul Sembiring masih mempertimbangkan tawaran dari pihak Twitter dan juga Google untuk mensensor konten yang dibuat para pengguna Twitter dan Google. Menanggapi penawaran sensor tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia Tifatul sembiring mengatakan akan mempelajari perkembangan selanjutnya. Jerman sendiri sudah memanfaatkan fasilitas yang ditawarkan Twitter, yakni memblokir semua konten yang berkaitan dengan Nazi.

Sebelumnya mengenai tawaran untuk menyensor konten di Twitter pun, Gatot S. Dewa Broto, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kominfo, telah mengungkap bahwa pemerintah tidak berniat menggunakan hak yang diberikan Twitter untuk menyensor konten-konten tertentu.

“Silahkan, pengguna bebas menggunakan. Kami juga tidak ingin melakukan silent sensor atau sensor diam-diam. Kalau ada yang perlu disensor kami akan membicarakannya dengan publik,” Terang Gatot.

Menurutnya batasan terhadap twitt sudah ada dalam Undang-Undang No 11/2008 tentang  Informasi dan Transaksi Elektronik,  “Publik harus aware dengan etika di Twitter. Kalau ada yang nge-tweet tiba-tiba digugat dengan  UU ITE, pasal 27 sampai 37, jangan kaget. Karena Etika di Twitter cukup dengan itu.” (OkeZone, 6/2/2012)

Namun demikian, langkah yang diambil Twitter ini memang telah disambut baik oleh pemerintah Thailand dan dipuji oleh juru bicara pemerintah China , menimbulkan kontroversi di antara pengguna yang menuduh situs microblogging tersebut yang mengalah untuk sensor.

Menurut laporan di Kedaulatan Rakyat (1/2/2012), pro dan kontra terhadap kebijakan baru situs microblogging terkait sensor ini, CEO Twitter Dick Costolo akhirnya angkat bicara. Menurutnya, apa yang dilakukan perusahaanya tersebut karena Twitter tidak mempunyai pilihan lain jika ingin beroperasi di negara-negara tertentu.

Sementara beberapa analis telah berspekulasi bahwa kebijakan yang dilakukan Twitter ini karena layanan tersebut ingin membuka usahanya di China, di mana layanan ini saat ini diblokir. Seperti diketahui, pemerintah negara tirai bambu itu memberlakukan sensor ketat pada perusahaan-perusahaan internet di negara ini, termasuk menghapus pesan, menghapus topik populer dan wajib menerapkan kebijakan verifikasi nama sebenarnya. Ya, sangat mungkin kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra.

Bagaimana dengan pemerintah Indonesia? Setidaknya kebijakan sensor masih belum akan dilakukan. Percaya? Masih perlu bukti. Bagaimana dengan peluang untuk 2014, apakah pemerintah akan memanfaatkan situs microblogging atau justru mengebiri kebebasan banyak penggunanya? Perlu ada kebijakan khusus dan perlu ditawarkan solusi dari syariat Islam untuk problem ini. Alasan seperti inilah yang mencoba didiskusikan Pesantren Media pada 8 Februari 2012 lalu.

Seperti biasa, setelah menyampaikan prolognya, Ustadz Umar Abdullah memberikan kesempatan kepada para peserta diskusi untuk bertanya atau menyampaikan pendapatnya.

Mempertanyakan sosial media
Abdullah, adalah ‘santri kalong’ di Pesantren Media, yang juga siswa homeschooling kelas 4. Anak yang belum genap 11 tahun ini selalu hadir dalam diskusi yang digelar Pesantren Media dan MediaIslamNet. Meski masih anak-anak, tetapi wawasannya lumayan bagus dibanding anak seusianya. Namun namanya juga anak-anak, tetap saja di beberapa sesi diskusi masih senang bersenda-gurau. Tak apalah, yang penting bisa mengikuti diskusi dan lalu-lintas pesan di dalamnya. Nah, seperti biasa, dia bertanya di forum diskusi pekanan kali ini, “Apa itu facebook? Mengapa pemerintah takut dengan jejaring sosial?”

Pertanyaan ini sederhana, tapi jawabannya yang sulit untuk dibuat simpel, apalagi harus dijelaskan kepada anak usia SD.  Pertanyaan lainnya diajukan Qais, siswa kelas 5 sebuah SDIT di wilayah Bogor Barat, “Perubahan sosial itu apa sih?”

Setelah Abdullah dan Qais bertanya, giliran santri Pesantren Media yang sudah dewasa untuk bertanya. Adalah Novia Handayani, yang biasa dipanggil dengan sapaan Novia ini memberikan beberapa pertanyaan, “Pertama, siapa yang ingin menyensor akun twitter? Kedua, kenapa orang tersebut ingin menyensor akun twitter? Ketiga, bagaimana Islam mengatur jejaring sosial agar tidak menjadi sarana penipuan dan tawuran? Keempat, apa manfaat jejaring sosial?”

Ya, penanya dalam diskusi ini memang cuma tiga orang, tetapi jumlah pertanyaannya ada tujuh. Tentu saja membutuhkan jawaban dan hampir semuanya mempertanyakan sosial media. Sebelum diskusi ini berlangsung dalam membahas sosial media, sudah sejak kemunculannya situs jejaring sosial memang dipersoalkan. Terutama soal keamanan saat interaksi di dunia maya tersebut. Adanya situs jejaring sosial memang tak sepenuhnya negatif, tetapi fakta bahwa ada hal negatif akibat adanya situs jejaring sosial memang sudah terbukti. Seperti kasus penipuan, pemerkosaan, penculikan, perkelahian yang dipicu ‘perang’ di wall status facebook, bahkan ada yang tertipu penampilan di facebook dalam kasus cari pasangan hidup, yakni ternyata pujaan hatinya sama-sama satu jenis. Bahaya!

Menimbang manfaat sosial media
Pertanyaan pertama yang dibahas adalah pertanyaan Abdullah. Peserta diskusi lain yang dipersilakan menjawab oleh Ustadz Umar Abdullah adalah Farid Abdurrahman, santri Pesantren Media. Ia menjawab, “Facebook adalah wadah pertemanan berbasis internet,” jelasnya.

Selain Farid, peserta lain juga diperbolehkan menjawab. Termasuk saya sendiri ikut memberikan jawaban. Seru juga mendapatkan informasi dari banyak orang,sehingga bisa menambah wawasan bagi peserta diskusi yang menyimak.

Intinya, jejaring sosial adalah adalah suatu struktur sosial yang dibentuk dari simpul-simpul (yang umumnya adalah individu atau organisasi) yang diikat dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan dan lain-lain.

Dalam diskusi yang juga dihadiri Ibu Diyah Yuli Sugiarti dari Yayasan Mutiara Ummat—yang bekerjasama dengan MediaIslamNet membuat Program Pendidikan yang diberi nama Pesantren Media, banyak peserta diskusi yang terlihat antusias karena pembahasannya memang lebih ringan ketimbang diskusi-diskusi sebelumnya. Bukan berarti diskusi sebelumnya yang rata-rata bertema berat tidak diminati.Tetap diminati, karena para peserta mendapatkan banyak manfaat. Namun, diskusi kali ini ibarat hiburan saja. Menyenangkan, namun tetap ada ilmu yang didapat.

Pertanyaan berikutnya yang dijawab adalah pertanyaan dari Qais, yang mempertanyakan, “apa sih perubahan sosial itu?” Dijawan dengan singkat oleh Ustadz Umar Abdullah bahwa, “Perubahan sosial adalah perbedaan yang terjadi pada diri seseorang atau sekelompok masyarakat dari suatu gaya hidup beralih kepada gaya hidup berikutnya. Contoh, jaman Pak Harto berkuasa, rakyat Indonesia merasa takut untuk menyebut hal-hal berkaitan dengan Pak Harto, termasuk keluarganya. Saat itu, saya punya pengalaman saat siaran di radio. Ketika menerima telepon, tetapi kemudian tak terdengar bunyi ‘tuut…tuuut’ yang menandakan bahwa penelepon terputus komunikasinya dengan penerima. Nah, saya waktu secara spontan berseloroh dengan mengatakan bahwa ‘oh, yang nelepon tadi Mbak Tutut’, eh saya malah ditegur pihak radio. Tetapi sekarang, saat Pak Harto sudah meninggal, orang berani melakukan hal yang dahulu di jaman Pak Harto adalah hal tabu. Malah sekarang penah saya jumpai di pinggir jalan orang berjualan tutut dengan nama Tutut Pak Harto, ” jelasnya panjang lebar karena sekaligus menceritakan pengalamannya.

Ya, menurut catatan di Wikipedia, perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai, sikap-sikap sosial, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Ada perubahan yang sifatnya evolusi dan juga revolusi. Ada perubahan yang kecil, namun banyak juga perubahan besar.

Diskusi berlanjut, berikutnya menjawab pertanyaan dari Novia, terutama yang mudah terlebih dahulu yakni, “Apa manfaat situs jejaring sosial?” Seperti biasa Ustadz Umar Abdullah memberikan kesempatan kepada peserta diskusi untuk mengajukan opininya. Salah satunya Abdullah yang memberikan jawaban yang bagus, setidaknya untuk anak seusia SD, “Manfaat jejaring sosial untuk memberikan inspirasi atau solusi yang diberikan ke jejaring sosial. Berkomunikasi. Dakwah. Menyebarkan informasi.”

Lalu bagaimana dengan fakta saat ini dimana terjadi pro-kontra terhadap rencana sensor akun twitter? Ini sekaligus menjawab pertanyaan Novia dan juga Abdullah yang berkaitan dengan mengapa dan siapa yang hendak menyensor twitter.

Ustadzah Latifah Musa ikut memberikan pendapatnya, “Memang rencana sensor terhadap konten twitter ini memunculkan pro dan kontra. Menkominfo Tifatul Sembiring sendiri bisa jadi gerah dan sangat merasakan bagaimana fakta di twitter sendiri karena ia menjadi pengguna di situs microblogging tersebut. Jika pun kebijakan sensor dilakukan sepertinya untuk menghentikan akun twitter yang isinya provokasi,” demikian penjelasannya.

Lalu bagaimana pengaturan dan siapa yang mengatur dalam masalah ini?  “Harusnya negara yang mengatur. Dibuat aturan dan kebijakan agar orang yang menggunakan situs jejaring sosial atau interaksi di internet secara umum tak bisa memalsukan data dan identitas. Sebab, untuk saat ini, orang bisa memalsukan KTP atau sejenisnya, karena ada suap yang dilakukan antara pemohon kartu identitas dan oknum pejabat yang berwenang membuat dan mengeluarkan kartu identitas. Jadi secara hukum memang harus diatur dan tegas dalam memberikan sanksi,” lebih lanjut Ustadzah Latifah Musa, yang juga Produser Majalah Udara Voice of Islam ini menyampaikan penjelasannya.

Melengkapi pembahasan ini, Ustadz Umar Abdullah ikut buka suara, “Berkaitan dengan data dan identitas yang hubungannya dengan pemalsuan, pernah terjadi pada masa pemerintahan Utsman bin Affan, yakni stempel Utsman bin Affan dipalsukan Marwan bin Hakam. Jadi, tidak cukup diterapkan syariat Islam saja tanpa ada sanksinya. Harus ada uqubat untuk orang-orang yang memalsukan identitas. Harus dicek atau diverifikasi dengan benar dan tegas. Negara harus melakukan beberapa langkah. Pertama, pendekatan akidah. Hal ini harus diingatkan kepada seluruh warga negara bahwa Allah Maha Tahu segala aktivitas hamba-hambaNya. Ini yang harus diingatkan. Kedua, kepada sesama teman dan juga keluarga, diingatkan agar tidak memalsukan identitas. Ketiga, negara membuat aturan dan memberi sanksi bagi pelanggar. Meskipun demikian harus dibedakan antara nama sesuai identitas dengan nama panggilan tertentu yang sudah dikenal luas di masyarakat,” panjang lebar Ustadz Umar Abdullah menyampaikan pendapatnya.

Waktu masih sekitar 30 menit menjelang adzan magrib, namun diskusi sudah selesai karena tidak ada lagi pertanyaan tambahan dan juga nampaknya peserta diskusi sudah memahami. Insya Allah. Seperti biasa, diskusi diakhiri dengan doa kafarutul majlis. Semoga barokah, dan bermanfaat bagi semuanya. [OS]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *