Liputan Khusus Diskusi Aktual “Nuklir Iran: Kenapa AS, Israel, dan Inggris Sewot?”

Ngobrol bareng soal politik tetap menarik. Tak membuat kening berkerut jika disampaikan dengan ringan dan menghibur. Diskusi Aktual setiap pekan yang digelar MediaIslamNet dan Pesantren Media ini memang dikhususkan untuk konsumsi orang awam. Namun demikian, tetap tidak menghilangkan bobot informasi yang dipaparkan dan diskusi yang digelar. Diskusi pada 23 November 2011 lalu mengambil tema “Nuklir Iran” yang direspon secara berlebihan (dan lebih tepat disebut reaktif) oleh Amerika Serikat, Israel dan Inggris. Tiga negara ini tampak sewot dan meradang dengan rencana pengembangan senjata nuklir oleh Iran.

“Menarik disimak dari dua sisi, sikap AS-Israel dan Inggris terhadap nuklir Iran,” demikian Ustadz Umar Abdullah membuka diskusi. Moderator tetap dalam diskusi aktual ini juga memberikan penekanan bahwa sikap Amerika Serikat terhadap Iran ini perlu diwaspadai. Bisa iya bisa tidak. Maksudnya, masih ada unsur tipu-tipu. Bisa saja berangnya Amerika Serikat itu benar, bisa juga pura-pura. Demikian juga dengan Iran.

Ustadzah Latifah Musa, penulis tetap untuk rubrik Editorial di website MediaIslamNet.com dan juga pengasuh rubrik yang sama di Majalah Udara Voice of Islam memberikan tambahan penjelasan tentang misteri politik Iran. “AS dalam hubungannya dengan Iran, selalu menyimpan sesuatu yang tak pernah dipaparkan secara gamblang, alias ada yang disembunyikan. Skandal Iran-Contra,  Misi Rahasia CIA, Iranian Gate, menunjukkan bahwa apa yang di permukaan bukanlah yang sebenarnya. Sesumbar embargo senjata AS, menutupi skandal kesepakatan di baliknya,” jelas Ustadzah Latifah Musa.

Setelah menyampaikan sedikit prolog, seperti biasa Ustadz Umar Abdullah mempersilakan peserta diskusi untuk bertanya atau memberikan opini terkait permasalahan yang sedang dibahas. Abdullah, peserta diskusi dari kalangan anak-anak (kelas 4 program homeschooling) mengajukan pertanyaan, “Kenapa Indonesia tidak boleh memiliki nuklir?” Dilanjut pertanyaan dari Fatimah, siswi kelas 6 SD yang juga kakaknya Abdullah, “Kenapa Amerika, Israel dan Inggris harus sewot dengan Iran yang ingin mengembangkan senjata nuklir?” Pertanyaannya memang sesuai dengan pokok diskusi aktual pekan tersebut.

Selain Fatimah dan Abdullah yang mengajukan pertanyaan, dari kalangan santri Pesantren Media ada Farid yang bertanya sedikit berbeda konteks, yakni, “seperti apa hubungan antara Iran dan Yahudi?” Junnie Nishfiyanti yang juga sebagai Koordinator Narasumber Program Voice of Islam mengajukan pertanyaan, “Seberapa besar sih cadangan uranium yang dimiliki Iran? Sampai-sampai Amerika, Israel dan Inggris meradang?”

Empat pertanyaan ini sudah cukup menggambarkan antusiasme peserta diskusi terhadap tema yang dibahas. Ustadz Umar Abdullah melemparkan kembali kepada peserta diskusi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Saya sendiri sesekali saja berkomentar karena harus berbagi perhatian mencatat poin-poin penting yang disampaikan dalam diskusi ini. Umumnya saya menyampaikan data-data tambahan seputar nuklir, Iran dan sepak terjang Amerika Serikat, Israel dan Inggris di Timur Tengah, khususnya kebijakan politik mereka untuk Iran dan Timur Tengah pada umumnya. Termasuk dalam hal ini adalah soal nuklir. Data yang saya sampaikan adalah dari hasil searching di internet yang selama diskusi sinyal wireless tak saya putuskan sambil menulis hal-hal penting lainnya untuk bahan penulisan laporan ini.

Untuk menjawab pertanyaan Abdullah, Ustadzah Latifah Musa menyampaikan bahwa, “Pemerintah belum siap. Khawatir kebocoran karena Indonesia adalah kawasan rawan gempa. Selain itu masyarakat juga menolak. Belum siap. Pengembangan nuklir memang perlu kebijakan negara. Sementara pemerintah tidak memiliki kemandirian dalam kebijakan, terutama masalah nuklir.”

Pandangan sedikit berbeda disampaikan Ustadz Umar Abdullah,  “Ya, ini karena juga diopinikan di tengah masyarakat bahwa energi nuklir itu berbahaya. Fakta yang disodorkan adalah seperti pada reaktor nuklir Fukushima, Jepang awal tahun ini yang meledak setelah tsunami melanda Jepang,” paparnya.

Selain itu, Ustadz Umar Abdullah juga memberikan tambahan penjelasan bahwa sebenarnya penelitian-penelitian tentang nuklir sudah ada sejak jaman pemerintahan Soeharto, seperti didirikannya BATAN (Batan Tenaga Atom Nasional). Masalahnya, menurut beliau, Indonesia menandatangani perjanjian nonproliferasi nuklir.

Dalam catatan di Wikipedia, Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (bahasa Inggris: Nuclear Non-Proliferation Treaty) adalah suatu perjanjian yang ditandatangi pada 1 Juli 1968 yang membatasi kepemilikan senjata nuklir. Sebagian besar negara berdaulat (ada 187 negara) mengikuti perjanjian ini, walaupun dua di antara tujuh negara yang memiliki senjata nuklir dan satu negara yang mungkin memiliki senjata nuklir belumlah meratifikasi perjanjian ini. Perjanjian ini diusulkan oleh Irlandia dan pertama kali ditandatangani oleh Finlandia. Pada tanggal 11 Mei 1995, di New York, lebih dari 170 negara sepakat untuk melanjutkan perjanjian ini tanpa batas waktu dan tanpa syarat. Perjanjian ini memiliki tiga pokok utama, yaitu nonproliferasi, perlucutan, dan hak untuk menggunakan teknologi nuklir untuk kepentingan damai.

Menjawab pertanyaan Fatimah, Ustadz Umar Abdullah menyampaikan bahwa sewotnya Amerika dan Inggris (termasuk Israel) karena mereka takut tersaingi. Maklum, yang boleh menggunakan senjata nuklir hanya 5 negara. Jika benar dengan sewotnya mereka terhadap rencana Iran mengembangkan senjata nuklir.

Sekadar tahu saja bahwa Perancis (masuk tahun 1992), Republik Rakyat Cina (1992), Uni Soviet (1968, kewajiban dan haknya diteruskan oleh Rusia), Britania Raya (1968), dan Amerika Serikat (1968). Hanya lima negara ini yang memiliki senjata nuklir saat perjanjian ini mulai dibuka, dan juga termasuk lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Lima negara pemilik senjata nuklir (Nuclear Weapon States / NWS) ini setuju untuk tidak mentransfer teknologi senjata nuklir maupun hulu ledak nuklir ke negara lain, dan negara-negara non-NWS setuju untuk tidak meneliti atau mengembangkan senjata nuklir. Nah, itulah sebabnya Indonesia tak bisa memiliki senjata nuklir karena terikat perjanjian non-proliferasi nuklir. “Ini memang cara AS dan empat negara NWS itu untuk tidak tersaingi oleh negara lain dalam kepemilikan senjata nuklir,” tegas Ustadz Umar Abdullah.

Dalam catatan Wikipedia, kelima negara NWS telah menyetujui untuk tidak menggunakan senjata nuklir terhadap negara-negara non-NWS, kecuali untuk merespon serangan nuklir atau serangan konvensional yang bersekutu dengan negara NWS. Namun, persetujuan ini belum secara formal dimasukkan dalam perjanjian, dan kepastian-kepastian mengenainya berubah-ubah sepanjang waktu. Amerika Serikat telah mengindikasikan bahwa mereka akan dapat menggunakan senjata nuklir untuk membalas penyerangan non-konvensional yang dilakukan oleh negara-negara yang mereka anggap “berbahaya”.

Mantan Menteri Pertahanan Inggris, Geoff Hoon, juga telah menyatakan secara eksplisit mengenai kemungkinan digunakannya senjata nuklir untuk membalas serangan seperti itu. Pada Januari 2006, Presiden Perancis, Jacques Chirac menerangkan bahwa sebuah serangan teroris ke Perancis, jika didalangi oleh sebuah negara, akan memicu pembalasan nuklir (dalam skala kecil) yang diarahkan ke pusat kekuatan “negara-negara berbahaya” tersebut.

Pada kesempatan berikutnya, Ustadzah Latifah Musa mencoba menjawab pertanyaan Junnie Nishfiyanti, dengan menyampaikan bahwa, “Iran memiliki SDA minyak dan gas, termasuk uranium, dan Iran memilih mengeksplorasi uranium untuk nuklir.”

Seberapa besar? Cukup besar. Berdasarkan data yang dilansir (suaramedia.com), sumber utama uranium Iran adalah tambang Saghand di tengah Iran, yang memiliki kapasitas produksi 132.000 ton bijih uranium per tahun.

Tambang yang terletak sekitar 300 mil (480 kilometer) sebelah selatan Teheran tersebut terdiri dari sebuah terowongan terbuka yang berisi cadangan minimal dan sebuah tambang yang dalam. Total cadangan bijih uranium di tambang tersebut diperkirakan mencapai 1,73 juta ton. Iran juga memiliki cadangan uranium berkapasitas lebih kecil di sebelah selatan kota pelabuhan Bandar Abbas.

Di kawasan tersebut, sebuah kincir angin diyakini dipergunakan untuk mengolah uranium mentah menjadi konsentrasi bijih uranium yang dikenal dengan istilah “kue kuning”. Iran mengumumkan penemuan lokasi cadangan uranium baru pada tahun 2006 di tiga lokasi di pusat Khoshoomi, Charchooleh, dan Narigan.

Diskusi yang diselingi dengan hilir-mudiknya anak-anak Ustadz Umar di forum sempat mengganggu konsentrasi peserta diskusi, termasuk saya yang harus mencatat informasi. Namun demikian, diskusi masih bisa terkendali. Inilah uniknya diskusi aktual yang digelar MediaIslamNet dan Pesantren Media setiap pekannya: unik, menghibur, cair, tanpa kehilangan bobot pembahasan dan solusinya.

Suguhan informasi ini memberikan tambahan wawasan bagi peserta diskusi, khususnya para santri Pesantren Media yang sedang belajar menimba ilmu. Mereka asik menyimak dan sesekali menimpali dengan pertanyaan spontan sambil ditemani teh manis dan jagung rebus. Ini baru diskusi menarik, karena ilmu dapet, juga perut kenyang. Lain kali, menu untuk menemani diskusi ditambah agar lebih asik. Hehehe.. ini sih usulan saya yang rasanya mulut gatal jika tidak ngemil.

 

Apa pentingnya membahas soal ini?

Tinggal tersisa satu pertanyaan yang belum dijawab, yakni pertanyaan dari Farid soal hubungan Iran dengan Yahudi. Untuk menjawab pertanyaan ini, Ustadz Umar kemudian memaparkan faktanya, “Di Iran setidaknya ada lebih dari 25.000 kaum Yahudi. Termasuk terbesar yang tinggal di luar Israel. Harus dibedakan antara kaum Yahudi dengan Zionis Israel.”

Saya yang penasaran akhirnya memutuskan surfing di dunia maya, khususnya melalui Google. Ya, benar. Bahwa di Iran ada puluhan ribu penduduk Yahudi. Mereka aman di sana. Bahkan mereka menolak pindah ke Israel. Ketika pemerintah Israel merencanakan untuk membayar keluarga Yahudi Iran yang mau pindah ke Israel sebesar $ 60,000, masyarakat Yahudi Iran mengecamnya dengan pernyataan: “Identitas Yahudi Iran tidak bisa dibeli dengan uang. Masyarakat Yahudi Iran adalah termasuk penduduk Iran tertua. Yahudi Iran mencintai identitas dan budaya Iran mereka. Jadi ancaman dan rayuan politis kekanakan semacam ini tidak akan berhasil.”

Apakah karena fakta ini pula, Iran tak pernah benar-benar mewujudkan ancamannya menyerang Israel? “Iran, sejak 2004 lalu sampai kini tak pernah membuktikan ancamannya untuk menyerang Israel yang sering digembar-gemborkannya kepada dunia,” Ustadz Umar Abdullah mengemukakan pendapatnya.

Ustadzah Latifah Musa ikut berkomentar namun dengan nada memancing logika dan pemahaman peserta diskusi, “Jadi seriuskah AS-Inggris-Israel? Terhadap Iran pun, muncul banyak pertanyaan: Seriuskah Iran? Bukankah  ancaman tersebut juga telah disampaikan beberapa tahun yang lalu? Mengingat kasus skandal Iran-Contra, yang diduga kuat mempertemukan antara pemangku politik tertinggi Iran saat itu dengan Pejabat Tinggi AS dan CIA, bagaimana strategi politik Iran terkini? Fakta yang memunculkan keraguan terhadap Presiden Iran sekarang, yaitu Mahmoud Ahmadinejad, banyak diungkapkan oleh media massa yang rajin menyampaikan info berita Islam seperti: Eramuslim.com, Republika.co.id, Hidayatullah.com, Voice Of al-Islam, dan lain-lain,” demikian penjelasan Ustadzah Latifah Musa yang ingin menegaskan bahwa Iran pun sebenarnya punya problem mendasar ketika harus berhadapan dengan Israel dan Amerika Serikat dengan pengalaman politik masa lalunya.

Sebagai kesimpulan, nampaknya Amerika dan Inggris kemungkinan besar tak akan serius mewujudkan ancamannya menyerang Iran. Begitu juga dengan Iran yang sering bersikap ganas sebagai negara yang ‘berani’ mengancam Israel. Iran diyakini kuat tak akan mewujudkan ancamannya. Selain karena politik di antara negara tersebut yang masih menyimpan misterius karena kepentingan-kepentingan tertentu juga jika pun diwujudkan maka dampak serangan (mungkin akan melibatkan senjata nuklir) akan memicu perang dahsyat dan menyeret banyak negara.

Pentingkah masalah ini dibahas dan didiskusikan? Penting. Setidaknya agar kaum muslimin tahu dan bisa bersikap dengan jelas. Kekaguman sebagian kaum muslimin kepada penguasa Iran karena dinilai berani berhadapan dengan Amerika, sejatinya sarat dengan kepentingan kedua negara tersebut. Begitupun sikap Iran kepada Israel masih perlu diuji lagi karena selama ini Iran seperti hanya memberikan angan-angan kosong kepada kaum muslimin yang sudah merasa muak dengan sepak terjang zionis Israel atas Palestina.

Dalam kaitannya dengan hal ini, Ustadz Umar Abdullah mengungkapkan bahwa dalam sejarahnya—kebetulan saat ini Syiah mayoritas di Iran—punya hubungan dekat dengan Yahudi sejak lama. Entah Syiah dari sekte yang mana yang ada di Iran saat ini. Sebab, kaum Syiah khususnya di Mesir (Fatimiyah) juga berperan dalam ‘merongrong’ kekhalifahan Bani Abasiyah.”

Melengkapi pernyataan ini, saya mendapatkan data di eramuslim.com bahwa pendiri Syiah, Abdulah bin Saba, merupakan seorang Yahudi dari Yaman. Dalam perang salib, kerjasama antara Syiah dengan pasukan salib juga terjadi. Alkisah, ketika Paus Urbanus II menggelorakan perang salib di Eropa, ketika pasukan-pasukan salib tengah direkrut di Eropa sebelum memulai perjalanan untuk merebut Yerusalem, pasukan Syiah Fatimiyah terlebih dahulu menyerang Yerusalem dan membantai umat Islam Sunni Bani Abbasiyah yang menguasai kota suci itu. Yerusalem jatuh ke tangan Syiah Fathmiyah setahun sebelum kedatangan tentara salib pada tahun 1099.

Carole Hillenbrand, Guru Besar Studi Islam dan Bahasa Arab di University of Edinburgh, dalam bukunya yang tebal berjudul “Perang Salib: Sudut Pandang Islam” (1999, mendapat ‘The King Faisal International Prize for Islamic Studies’) menuliskan hal itu. Menurut Hillenbrand, pasukan Syiah Fathimiyah sesungguhnya telah bekerjasama merebut Yerusalem dari tangan Bani Abbasiyah yang sunni, dan pertempuran yang terjadi tatkala pasukan salib pimpinan Godfroi de Bouillon mendatangi gerbang Yerusalem tahun 1099 sebenarnya hanya berada di tingkat akar rumput saja guna menghilangkan aroma konspirasi tingkat tinggi itu.

Pertautan garis keras syiah Iran dengan komunis Rusia dan juga Cina, bisa saja terjadi. Dalam “pergaulan” tingkat tinggi, isme-isme selain Islam sesungguhnya merupakan ciptaan mereka juga. Revolusi Bolsyewik yang dipimpin Lenin-Stalin ternyata juga didanai oleh Yahudi dan Amerika. Kakeknya George W Bush terlibat dalam hal ini. Jadi, baik Marxis maupun kapitalisme sebenarnya memiliki induk yang sama, yakni Yahudi.

Penjelasan tambahan dari Ustadz Umar Abdullah dan sedikit tambahan referensi dari saya menutup liputan khusus Diskusi Aktual “Nuklir Iran: Kenapa AS, Israel dan Inggris Sewot?”. Kesimpulan yang berhasil dirumuskan dalam diskusi ini adalah: meskipun AS, Israel, dan Inggris nampak sewot kepada Iran, tapi kecil kemungkinannya mereka akan mengeroyok Iran. Terlalu berisiko bagi kelanjutan hubungan politik di antara mereka. Begitupun dengan Iran, ghalabatuzh zhan (sangkaan kuatnya) tak akan (pernah) berani mewujudkan ancamannya menyerang Israel. Mungkin karena hubungan dekatnya selama ini dengan komunitas Yahudi di negaranya atau juga demi kepentingan politik lainnya yang masih tersembunyi.

Lalu bagaimana dengan kaum muslimin saat ini? Mari kita lihat ‘sandiwara’ antara Iran, Amerika Serikat, Inggris, dan Israel soal nuklir ini dari jauh sambil menyeruput kopi (sedikit) pahit di sore yang cerah ditemani goreng singkong yang asapnya masih mengepul. [OS]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *