Bercinta di Penjara

Tanya:

Assalaamu’alaikum wrwb. Perlukah di Penjara disediakan kamar bercinta? (0856xxxxxxx)

Jawab:

‘alaikumussalam wr wb

Penjara memang harus menjadi penjera. Namun demikian, tidak berarti kebutuhan-kebutuhan jasmani terpidana seperti makan, minum dan buang hajat dilarang. Dia tetap diberi makan dan minum walau dengan kualitas dan kuantitas yang rendah,  sekedar untuk bertahan hidup. Begitu juga kebutuhan penyaluran naluri-nalurinya seperti naluri beribadah dan naluri seks. Untuk menyalurkan naluri beribadah, disediakan mushallah. Begitu juga untuk menyalurkan naluri seks.

Penyaluran naluri seks di penjara ini diatur sebagai berikut:

 1.      Terpidana yang diberi kesempatan menyalurkan naluri seksnya hanyalah terpidana yang sedang memiliki istri.

 

Kenapa? Karena selain nafkah, seorang istri punya hak untuk disetubuhi. Tidak terpenuhinya penyaluran naluri seks seorang istri, bisa menimbulkan kerusakan di masyarakat seperti perzinahan istri-istri yang suaminya di penjara. Disamping itu, terhalangnya seorang istri mengecap kenikmatan seksual dari suaminya dalam waktu satu tahun, membolehkan seorang istri memfasakh (merusak/ membatalkan) ikatan pernikahan dengan suaminya. Di masa pemerintahan ‘Umar bin Khaththab, seorang lelaki yang bernama Ibnu Mundzir menikah dengan seorang wanita, padahal lelaki itu telah dikebiri. Umar kemudian bertanya kepadanya, “Apakah engkau sudah memberi tahu istrimu?” Ia menjawab, “Belum.” Umar berkata, “Beritahu dulu istrimu, kemudian biarkan dia memilih (antara bercerai atau tidak).” Umar bin Khaththab juga pernah memberi waktu satu tahun kepada seorang suami yang impoten untuk menyembuhkan diri. Jika tidak sembuh juga maka sang istri diberi hak untuk memilih tetap meneruskan pernikahan atau tidak. Demikianlah, penyaluran seks bagi terpidana ini bukan hanya karena kebutuhan suami yang dipenjara, namun juga hak istri yang harus dipenuhi oleh sang suami.

 

  1. 2.      Terpidana yang diberi kesempatan menyalurkan naluri seksnya hanyalah yang terlihat berperilaku baik selama dipenjara. Hal ini selain sebagai penghargaan atas perilaku baiknya, juga untuk memicu terpidana lain agar berperilaku yang baik selama di penjara.

 

  1. 3.      Dimana tempat terpidana berhubungan seks dengan istrinya?

 

Dalam sistem Islam, penjara-penjara sebenarnya sepi penghuni. Kenapa? Pertama, karena masyarakatnya adalah manusia-manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah. Sehingga tindak kriminal amat minim. Kedua, dipenjara adalah jenis hukuman yang paling ringan. Terpidana hukuman yang lebih berat seperti hudud (dirajam, dilempar dari tebing, dicambuk, dipotong tangan, disalib, dipenggal) dan jinayat (dipenggal, dipotong bagian tubuhnya, ditebus) tidak perlu dipenjara, tapi cukup ditahan di Tahanan beberapa saat kemudian langsung dieksekusi. Penjara hanya untuk sanksi Ta’zir dengan jenis sanksi dipenjara. Akhirnya penjara menjadi sepi penghuni. Sehingga satu terpidana menempati satu kamar penjara sendirian. Di kamar penjara itulah, terpidana berhubungan suami istri. Tentu saja di kamar penjara yang dingin karena tanpa tikar apalagi kasur. Walau per kamar, tempat berhubungan suami istri harus tetap tertutup, misal ditutup dengan partisi, kain, atau lainnya.

 

Adapun di luar Sistem Islam yang menjadikan hukuman Dipenjara sebagai jenis hukuman yang terbanyak dan jarang terjadi ekskusi hudud dan jinayat, maka penjara-penjara menjadi penuh. Satu kamar penjara bisa diisi puluhan terpidana.  Pada kondisi ini tentu saja tempat berhubungan suami istri harus disediakan terpisah, misalnya dibuatkan pavilyun khusus untuk berhubungan suami istri. Dalam pavilyun terdapat kamar-kamar yang tertutup. Tidak boleh ada pungutan baik liar maupun resmi.

 

  1. 4.      Berapa periodik terpidana boleh berhubungan seks dengan istrinya?

 

Ketika menjadi amirul mu`minin, Umar bin Khaththab sering patroli di malam hari memeriksa keadaan rakyatnya di Madinah. Suatu saat Umar  mendengar keluhan seorang wanita yang ditinggal pergi suaminya yang berjihad:

“Malam ini terlalu lama dan sebagiannya telah berlalu. Sedangkan di sampingku tidak ada suami yang bercanda denganku. Demi Allah, kalau bukan karena Allah yang tiada Tuhan selain Dia, niscaya tepi-tepi ranjang ini telah bergoncang. Namun aku takut kepada Tuhanku dan rasa maluku mencegahku, dan kuhormati suamiku sampai ia mendapatkan tunggangannya.” Kemudian wanita itu berkata, “Demikianlah Umar meremehkan kesepian kami dan kepergian suamiku!” Pagi harinya Umar bertanya ke putrinya, Ummul Mu’minin Hafshah, dan bertanya, “Hai Hafshah, berapa lama perempuan bisa bersabar ditinggal suaminya? Hafshah menjawab, “Ia bisa bersabar selama sebulan, dua bulan, tiga bulan, dan setelah empat bulan kesabarannya habis.” Demikianlah, maksimal 4 bulan sejak suami dipenjara, dia diperbolehkan untuk berhubungan seks dengan istrinya. Dan setelah itu setiap bulan sang istri boleh bermalam di Penjara untuk berhubungan seks dengan suaminya. Apalagi di masa sekarang dimana Sistem Liberal telah menyebabkan rangsangan-rangsangan seksual berputar-putar di sekeliling kita, maka ketahanan seorang istri bisa lebih rentan. (UMAR ABDULLAH)