Sobat muda muslim, selama ini waria alias wadam alias banci emang amat akrab dengan dunia malam dan pinggiran jalan. Berbaur dengan para penjaja cinta dan hawa nafsu di keremangan malam dan temaram lampu jalanan. Biasanya begitu ada petugas tramtib, mereka larinya paling kenceng. Maklum, secara fisik mereka memang laki-laki. Tetapi kini para waria berani tampil beda. Ada yang pernah mencalonkan dirinya jadi anggota legislatif daerah, ada yang berani menulis buku menyuarakan pendapatnya memilih jadi waria, di televisi makin banyak orang yang memerankan (atau memang sudah?) jadi waria, ada penyelenggaraan khusus untuk kontes waria seperti gelaran Miss Waria, bahkan ada yang nekat akan menikah sesama waria. Wah, gimana jadinya ya kalo pria nikah dengan pria lagi? Ada-ada saja! Padahal manusia kan berkembang biak secara generatif, bukan vegetatif alias bertunas kayak pohon pisang atau membelah diri kayak molusca. Tul nggak?
Menurut Guru Besar Psikologi UGM Prof Dr Koentjoro, ketika ditanya alasan orang yang menjadi waria, hal itu bisa diakibatkan bila peran ibu dalam mengasuh anaknya lebih besar dan memperlakukan anak laki-laki layaknya perempuan. Mungkin dalam kehidupan keluarga mayoritas perempuan sehingga jiwa yang terbentuk adalah jiwa perempuan (www.jawapos.com, 08/06/2005)
Beliau juga menjelaskan bahwa, kecenderungan menjadi waria lebih diakibatkan oleh salah asuh atau pengaruh lingkungan sekitarnya. Bukan penyakit turunan atau karena urusan genetik. Ini pun diakui oleh Merlyn Sopjan—waria, penulis buku Jangan Lihat Kelaminku (Republika, 29/10/2004)
Bro en Sis, Allah Swt. hanya menciptakan dua jenis kelamin bagi manusia. Laki-laki dan wanita. Itu saja. Nggak ada jenis ketiga. Firman Allah Swt. (yang artinya): “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (QS an-Nisâ [4]: 1)
Berdasarkan keterangan ayat ini amat jelas bahwa Allah Swt. hanya menciptakan manusia berpasangan, yakni laki-laki dan wanita. Nggak ada jenis ketiga. Apalagi yang sekarang disebut waria, yang emang udah jelas-jelas laki yang berlagak dan merasa menjadi perempuan. So, waria emang tidak diciptakan. Itu sebabnya, menjadi waria itu adalah berdosa.
Kalo yang berkelamin ganda?
Orang yang berkelamin ganda bukan waria atau banci. Itu hal lain. Memang benar kalo dikatakan bahwa para ahli fiqih Islam telah mendefinisikan istilah “khanatsa”, yakni orang yang mempunyai alat kelamin laki-laki dan kelamin wanita, atau bahkan tidak mempunyai alat kelamin sama sekali. Keadaan yang kedua ini menurut para fuqaha dinamakan khuntsa musykil, artinya tidak ada kejelasan. Sebab, setiap manusia seharusnya mempunyai alat kelamin yang jelas, laki atau perempuan.
Kejelasan jenis kelamin seseorang akan mempertegas status hukumnya. Utamanya dalam menjalankan syariat. Seperti sholat, haji, batasan aurat, dan lain-lain. Kalo nggak jelas kan bingung. Jangan sampe kejadian, ketika diwajibkan pake jilbab, tapi jenggotan dan suaranya berat. Gimana urusannya kan?
Oleh karena itu, adanya dua jenis kelamin pada seseorang—atau bahkan sama sekali tidak ada—disebut sebagai musykil. Ini membingungkan karena tidak ada kejelasan, kendati pun dalam keadaan tertentu kemusykilan tersebut dapat diatasi, misalnya dengan mencari tahu dari mana ia membuang pipisnya.
Bila urinenya keluar dari penis, maka ia divonis sebagai laki-laki dan aturan hukumnya jelas, yakni sesuai dengan yang dibebankan untuk laki-laki. Sedangkan jika ia mengeluarkan urine dari vagina, ia divonis sebagai wanita dan tentunya menjalankan syariat sesuai dengan jenis kelaminnya. Namun, bila ia mengeluarkan urine dari kedua alat kelaminnya (penis dan vagina) secara berbarengan, maka inilah yang dinyatakan sebagai khuntsa musykil. Ia akan tetap musykil hingga datang masa akil baligh.
Menentukan status kelaminnya bisa juga dilakukan dengan cara mengamati pertumbuhan badannya, atau mengenali tanda-tanda khusus yang lazim sebagai pembeda antara laki-laki dengan perempuan. Misalnya, bagaimana cara ia bermimpi dewasa (maksudnya mimpi dengan mengeluarkan air mani, gitu lho), apakah ia tumbuh kumis dan jenggot, apakah tumbuh payudaranya, apakah ia haid sehingga memungkinan untuk hamil, dan sebagainya. Bila tanda-tanda tersebut tetap tidak tampak, maka ia divonis sebagai khuntsa musykil.
Kenapa kudu jelas? Sebab akan membantu dalam praktik penerapan syariat Islam. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah saw. ketika ditanya tentang hak waris seseorang yang dalam keadaan demikian, maka beliau menjawab dengan sabdanya: “Lihatlah dari tempat keluarnya air seni.”
Cuma masalahnya, kalo waria itu bukan termasuk jenis khuntsa apalagi khunsta musykil, wong dia udah jelas laki-laki kok. Secara fisik memang laki-laki, cuma karena faktor lingkungan yang membentuknya aja yang membuatnya bergaya bak perempuan.
Menyelamatkan waria
Tulisan di gaulislam edisi pekan ini, mungkin saja dibaca oleh para waria. Maka, kepada para waria, semoga Allah memberi kalian kesadaran yang utuh tentang Islam. Semoga Allah memudahkan kalian untuk mempelajari Islam dengan benar. Karena Islam adalah obat mujarab untuk menyelamatkan kehidupan kita di dunia ini. Saya tahu, bahwa sebagian dari kaum muslimin yang tahu tentang Islam hanya mampu untuk berusaha menyadarkan dengan menyampaikan kebenaran ajaran Islam, khususnya tentang waria ini. Selebihnya, Allah Ta’ala yang akan menentukan apakah kalian mendapatkan petunjukNya atau tidak. Sebagaimana firmanNya: “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakiNya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS al-Qashash [28]: 56)
Tapi saya berharap semoga Allah memberikan hidayahNya kepada kalian semua. Asal, kalian juga mau untuk mengubah kondisi kalian dan berupaya untuk mau kembali ke jalan yang benar. Insya Allah. Setelah banyak dijelaskan dalam tulisan ini, meski dengan pembahasan yang global semoga menjadi pembuka pintu hidayah Allah. Tentu, asal kalian juga mau mencari kebenaran Islam dan mencampakkan hawa nafsu dan ideologi lain.
Kita juga berharap ada upaya serius dari semua kalangan untuk kembali kepada Islam. Karena masalah yang ada saat ini lebih diakibatkan karena sebagian besar dari kita menjauhkan Islam dalam kehidupan kita. Maka, kita harus mulai mengkajinya dan memahami, serta mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari kita. Kita bisa bersama-sama (keluarga, masyarakat dan juga negara) untuk menyadarkan kaum waria supaya kembali ke jalan yang benar.
Tapi kayaknya kita harus berhenti berharap kepada negara yang menerapkan kapitalisme-sekularisme seperti saat ini, karena tentu saja negara nggak bakalan mau memberangus kemaksiatan dan kebatilan yang selama ini dibebaskan untuk warganya dan dilindungi dengan undang-undang. Itu sebabnya, kita juga kudu mengkampanyekan kepada pemerintah agar mau menerapkan Islam sebagai ideologi negara.
Kepada para waria, kebebasan yang kalian nikmati saat ini adalah kebebasan semu. Cuma fatamorgana. Boleh jadi hanya akan kalian nikmati di dunia ini saja. Karena untuk bisa menikmati indahnya akhirat, kita harus menanam amal yang benar dan baik sesuai tuntunan syariat Islam. Jika tidak, atau sampai akhir hayat berlumur dosa karena memperturutkan hawa nafsu dan tak mau taat kepada ajaran Islam, tentunya cuma kerugian yang didapat. Jadi, sebelum ajal menjemput, semoga kalian, dan kita semua sadar dan mau tunduk kepada aturan Islam ini. Semoga.
Bang Rhoma pernah memberi nasihat dengan berdendang dalam sebuah lagu enerjik berjudul “Euphoria”, “…Kini kita tiba pada era kebebasan. Awas jangan salah mengartikan kebebasan. Bukan bebas lepas melakukan pelanggaran. Kebebasan bagi manusia bukanlah tanpa batasan. Sebagai makhluk berbudaya kita terikat aturan. Indahkanlah norma-norma agama. Patuhilah rambu-rambu berbangsa. Tinggalkanlah segala kemunkaran…”
Jauh sebelum Bang Rhoma teriak-teriak di atas panggung, Islam sudah mengajarkan bahwa kita tak boleh bebas melakukan apa pun atas dasar memperturutkan hawa nafsu. Sebaliknya kita hanya terikat dan patuh kepada ajaran agama kita. Bukan tunduk kepada ajaran dan aturan hidup selain Islam. Firman Allah Swt. “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS al-Ahzab [33]: 36)
Kita memang ingin bebas. Tapi bukan berarti kebebasan tanpa batas dan kelewat batas. Kita masih tetap manusia, yang masih harus tunduk kepada aturan buatan pencipta kita, Allah Swt. Bukankah jiwa dan raga ini adalah milik Allah Ta’ala? Alangkah tidak adilnya dan tentu betapa dzalimnya diri kita jika kita yang sudah diciptakan oleh Allah Swt. tega berbuat durhaka kepadaNya. Apa yang kita banggakan jika Allah saja membenci kita? Apakah kita pantas untuk bangga dengan mengandalkan pujian dan dukungan manusia ketika kita berbuat maksiat kepada Allah Ta’ala? Ayolah, taati Allah Swt. yang telah menciptakan kita dalam bentuk yang sempurna (baca: berakal). Sembahlah Dia dengan taatnya kita kepadaNya. Oke? Wallahu’alam [dimuat di Buletin Remaja gaulislam, edisi 189tahun ke-4, 6 Juni 2011]