Oleh Umar Abdullah
Singapurrr memang tempat paling nyaman untuk kaburrr. Tidak hanya Gayus, Nunun dan Nazaruddin pun memilih Singapura untuk kabur. Wajar jika Singapura menjadi tujuan favorit untuk kabur karena Singapura tidak punya perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Artinya pemerintah Indonesia tidak bisa memaksa pemerintah Singapura untuk mengembalikan buronan yang kabur ke Singapura.
Masalahnya mengapa mereka bisa kabur ke Singapura? Bukankah bukti-bukti awal kriminalitas mereka sudah ditangan polisi dan KPK? Mengapa tidak segera ditangkap? Mengapa selalu surat perintah cekal terlambat diterima Kementrian Hukum sehingga mereka selalu dan selalu bisa kabur?
Saya teringat dengan nenek yang terpaksa mendekam di tahanan hanya karena didakwa mencuri tiga buah kakao untuk bibit. Teringat juga dua petani yang merasakan sensani tahanan polisi hanya karena dituduh mencuri buah semangka satu biji yang mereka makan di kebun karena mereka kelaparan di jalan. Teringat kembali betapa sebuah keluarga tertahan di tahanan polisi hanya karena mengambil sisa-sisa kapuk randu yang sudah selesai dipanen sebuah perusahaan perkebunan. Oalah rek.. rek.. pahit tenan uripe wong cilik. Salah sedikit langsung ditangkap. Mendekam di tahanan yang biasanya banyak nyamuknya, bau, dan dingin.
Sementara Nunun, istri jenderal kader PKS, tidak segera ditangkap walau saksi-saksi di pengadilan berkali-kali menyebut-nyebut namanya sebagai salah satu aktor utamanya. Alasannya sakit dan ingin berobat di Singapura. Alasan serupa ternyata dipakai oleh Nazaruddin, Bendahara Umum Partai Demokrat. Sakit dan berobat ke Singapura. Memang tidak ada rumah sakit di Indonesia??
Ya, itulah kondisi penyelenggara peradilan di negara yang dipimpin oleh SBY. Polisi dan KPKnya ternyata tebang pilih juga. Jauuuh banget dengan kondisi penyelenggaraan peradilan di negara yang dipimpin oleh Rasulullah saw. Negara Islam memandang bahwa setiap warga negara kedudukannya sama di depan hukum. Lihatlah Hadits Riwayat Ahmad, Muslim dan Nasa’i:
Diriwayatkan dari Aisyah ra. Ia berkata: Ada seorang perempuan Makhzumiyah meminjam barang tapi dia mengingkarinya. Kemudian Nabi Muhammad saw menyuruh agar tangan perempuan itu dipotong. Tetapi kemudian keluarganya datang kepada Usamah bin Zaid ra dan mengadakan pengaduan. Selanjutnya Usamah bin Zaid menyampaikan pengaduan itu kepada Nabi.
Kata Nabi saw: ”Hai Usamah aku tidak melihatmu dapat membebaskan suatu hadd dari huduud Allah Azza wa Jalla.”
Kemudian Nabi Muhammad berdiri dan berkhutbah:
”Innamaa Halaka man kaana qablakum [Sesungguhnya kehancuran generasi sebelummu} bi`annaHu idzaa saraqa fiiHimusy syariifu tarakuuHu [adalah karena bila orang yang mulia dari mereka mencuri maka mereka biarkan] wa idzaa saraqa fiiHimudh dha’iifu qatha’uuHu [dan bila orang rendah dari mereka mencuri maka mereka menegakkan hadd potong tangan atasnya] walladzii nafsii biyadiHi [Demi Dzat dimana jiwaku ada tanganNya] lawkaanat Faathimatu binti Muhammadin saraqat [andaikata Fathimah putri Muhammad mencuri] laqatha’tu yadaHaa [niscaya aku potong tangannya].”
Maka tangan perempuan Makzumiyah tersebut dipotong.
Jadi, pilihan kita cuma dua: menggunakan syariat Islam, atau bangsa ini akan hancur sebagaimana bangsa-bangsa sebelum bangsa Islam.[]