Cewek ‘Hitam-Putih’

Rumaisha Hawa

Sobat muslim, makhluk Alloh Ta’ala bernama cewek sering-kali diidentikkan dengan peri-laku yang manis. Makhluk yang lembut, ngemong, care, bisa ngatur keuangan, teliti, rapi, sabar, penuh perhitungan dan lain-lain dan sebagainya. Tapi, ternyata kalau merhatiin fakta sekarang kayaknya makin jarang aja tuh nemuin cewek yang kayak gitu.

Bener. Dilihat dari berita yang seliweran di berbagai media, baik cetak maupun elektronik, bahkan dari yang saya lihat dan dengar langsung makin sering didapetin kenyataan banyak cewek yang makin jauh dari kontrol agamanya (baca: Islam). Dari sekadar yang “remeh” sampai yang kelas berat kalau nggak mau dibilang sadis. Sekadar contoh aja nih ya, cewek-cewek yang ngomongnya asal ngejeplak nggak pake mikir makin gampang ditemuin. Lisannya nggak kekontrol. Seluruh isi kebun binatang sering banget jadi kosa kata yang enteng-enteng aja diucapin. Duh…duh…

Fakta yang lainnya yang sempet bikin saya kaget adalah makin seringnya saya jumpai cewek-cewek remaja yang merokok, di foodcourt atau bahkan di angkot. Saya pernah pergi ke sebuah obyek wisata di Jakarta Selatan beberapa waktu lalu untuk keperluan pembuatan film dokumenter, saya jumpai banyak remaja berseragam putih abu-abu yang lagi asyik santai-santai di pinggir danau. Beberapa di antaranya asyik ketawa-ketiwi sambil asyik ngerokok. Weleh! Weleh!

Cewek ngerokok bukan persoalan pantes atau nggak pantes, cocok atau nnggak cocok. Cowok ngerokok juga nggak banget! Apalagi cewek. Apa mereka nggak sadar ya? Kebiasaan mereka merokok nggak cuma bakal bikin rusak organ tubuh mereka, tapi juga sebenarnya  dengan begitu mereka membunuh generasi penerus bahkan sebelum mereka tumbuh! Bayangin aja kalo para calon ibu udah menye-saki rahim, organ reproduksi, dan darahnya dengan racun dari asap rokok, gimana nanti para janin bisa tumbuh dengan baik dan sehat? Yang dijaga baik-baik dengan sepenuh hati dan jiwa aja kadang ada persoalan, apalagi kalau calon ibunya nggak pedulian? Cepet tobat deh!

Fakta yang lebih menyeramkan lagi nih makin menjamur remaja cewek yang gampang obral cinta menjual keperawanannya. Setelah perut melendung baru deh panik, lalu perilaku sadis pun tega dilakukan demi menjaga nama baik. Sang jabang bayi dibunuh atau dibuang. Nau’dzubillahi min dzalik.

Cewek hitam vs cewek putih

Fakta “hitam” para remaja cewek seperti contoh di atas emang bikin sumpek perasaan dan pikiran. Bikin para orang tua dan guru jadi khawatir terus-terusan. Jaman emang udah edan! Begitu kata banyak orang.

Tapi, Alhamdulillah di tengah merebaknya fenomena ceweknya berkelakuan minus bahkan super minus, masih ada para remaja muslimah yang tampil dengan segala nilai plus mereka. Nilai minus versus nilai plus yang standarnya nggak cuma pantes nggak pantes menurut ukuran manusia yang gampang berubah di lain waktu, lain tempat, tapi yang valid pastinya menurut ukuran hukum syara, aturan Islam yang berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah.

Makin marak remaja muslimah yang pede memakai jilbab (baju longgar panjang, contoh: gamis) dan kerudung. Tutur kata juga dijaga sebaik mungkin. Berbakti ke ortu. Ngaji udah bagian aktivitas rutin yang dilakukan dengan penuh kesadaran. Saling nasihat, saling memberi semangat untuk  bersegera melak-sanakan kebaikan dan tegas mengingatkan yang melakukan kesalahan menjadi bagian hidup mereka. Prestasi di sekolah juga lumayan, bahkan banyak yang juara. Itu semua bukan cuma karena dorongan pengen eksis, sok pamer diri, pengen dipuji, tapi lebih dari itu semuanya dilakukan semata karena dorongan keimanan, takut dosa, dan rindu masuk Surga. Karena Surga kan juga untuk remaja bukan cuma untuk yang tua-tua. Hahay!

“Hitam”nya cewek

Kelakuan minus para remaja cewek hadir bukan tanpa sebab. Karena nggak ada manusia yang lahir ke muka bumi dengan memikul dosa. Semua bayi itu suci. Berarti sebenarnya semua manusia dipotensikan Alloh Sang Maha Pencipta sebagai makhluk mulia. Nah, terus kenapa ya sekarang banyak cewek yang bertingkah minus?

Ada faktor internal dan eksternal yang bisa jadi penyubur jumlah cewek berkelakuan buruk.  Apa aja?

Faktor  internal. Pertama, malas. Hari gini pemandangan masjid dan surau bisa ditebak banyaknya diisi ibu-ibu sepuh, nini alias para nenek. Forum pengajian sepi dari para remaja. Alasannya: malezzz. Lalu berkilah: “Belajar agama nggak usah segitu-gitunya kali. Yang penting kan  hidup itu nggak ngerugiin orang lain” (backsound: berarti boleh ngerugiin diri-sendiri? Weleh! Enggak lah!). Juga ada yang bilang bahwa: “Belajar agama nambah beban. Pelajaran lain aja udah bikin badan cenat-cenut. Kakak mentornya kalau jelasin bikin ngantuk, bikin bête,” dan lain-lain yang sebenarnya semua itu cuma untuk nutupin rasa malas.

Kedua, nggak pede memulai kebaikan. Iri juga sih sama temen-temen yang berjilbab dan smart. Tapi, kalau ikutan mereka ngaji juga, entar dibilang sok alim lagi. Mendingan mundur aja deh. Wah, setitik pencerahan yang sempat datang akhirnya sirna cuma karena takut dibilang sok alim. Nggak pede untuk nerusin niat baik jadi tindakan. Malah tetep betah satu arah sama temen-temennya yang kelakuannya buruk. Tingkah minus nggak juga kehapus.

Ketiga, nggak tahu ajaran Islam. Ada lho yang kelakuannya nggak muslimah banget, bukan lantaran dia emang maunya kayak gitu. Tapi, yang dia tahu ya … cewek gaul, cewek masa kini emang kudu kayak gitu. Nah, untuk para cewek model gini butuh ada orang yang segera menunjuki. Sekali lagi mereka bukan nggak mau jadi cewek sholihah, tapi karena mereka nggak tahu cewek yang baik itu seperti apa dan gimana caranya.

Itu faktor internal. Terus faktor eksternal-nya apa aja ya? Nih, dia! Pertama, keluarga. Nggak bisa dipungkiri lingkungan di luar diri manusia terdekat dan yang paling pertama adalah keluarga, terutama ibunya. Gimana cara ortu membesarkan dan mendidik anak-anaknya pasti sangat berpengaruh terhadap perkem-bangan kepribadian si anak. Contoh konkrit nih. Saya punya teman yang nggak bisa lepas dari kata-kata kasar setiap berucap. Cerita punya cerita setelah saya punya kesempatan ngobrol sama dia, ternyata bapaknya dulu juga sering sekali berkata kasar kepada anak-anaknya dan orang lain di depan anak-anaknya. Waduh!

Kedua, lingkungan rumah dan pergaulan. Faktor yang ini juga nggak kalah penting dalam pembentukan kepribadian seorang anak manusia. Banyak kejadian seorang remaja dari keluarga baik-baik, ayah-ibunya orang-orang yang shalih ternyata bisa juga terjerumus perilaku yang dilarang agama; narkoba, free sex, dsb. Astaghfirullah! Ngeri banget tuh! Padahal remaja juga manusia yang juga mahkluk sosial, yang butuh bergaul dengan dunia luar. Pastinya nggak sesuai dengan fitrah kalau ortu ngurung anak di rumah, keluar cuma untuk sekolah. Tapi, kalau anak dibiarkan keluar rumah mengundang banyak potensi “racun” pemikiran yang bikin anak jadi liar dan kelakuan buruk jadi kebiasaan. Huuuffft! Jadi ortu jaman sekarang emang kudu jadi pengawas super ketat, super ekstra supaya nggak kecolongan.

Ketiga, sistem kapitalisme. Akidah sekularisme dari sistem Kapitalisme ini sudah  tertanam kuat di pikiran dan perasaan tiap insan termasuk kaum muslim bahwa agama (Islam) nggak boleh ikut campur masalah hidup manusia. Masalah sekolah alias pendidikan, cari uang, pergaulan, berpolitik, untuk ngedapetin hak kesehatan, keamanan, itu semua nggak boleh bawa-bawa agama. Agama cuma cocok untuk di mesjid, surau, majelis ta’lim. Agama cuma bisa dipake’ pas sholat, puasa, zakat, dan haji, hubungan anak ke ortu, murid ke guru. Selebihnya silakan manusia mikir gimana baiknya menurut versinya sendiri-sendiri. Kacau banget tuh!

Jadi cewek ‘Putih’ yuk!

Kita pastinya nggak mau hidup ini selamanya didominasi hal-hal minus,  yang buruk-buruk. Kita kudu mengubahnya dengan lebih dulu mengubah diri kita agar jadi sosok yang lebih baik, jadi sosok cewek yang sholihah.

Jalan menuju kebaikan udah fitrahnya bakal nggak gampang dilalui. Apalagi di tengah bombardir opini negatif tentang Islam sebagai ideologi dan aturan kehidupan sekarang ini. Islam seringkali dikambinghitamkan dan kaum muslimin dipojokkan. Di saat yang sama perilaku liberal diiklankan sebagai satu hal yang wajar. Bikin banyak cewek yang mulai sadar malah jadi nggak nyaman meneruskan perjalanan menuju kebaikan hakiki, kesholihan sejati.

Tapi, Sis…never give up! Ketika setitik kesadaran sudah mulai didapatkan segera cari teman yang bisa menguatkan untuk bisa konsisten belajar Islam. Jangan betah di lingkungan pergaulan yang lama. Bukan kita nggak setia kawan, tapi kita sebagai orang yang lebih dulu nyadar, kudu segera nyelametin diri supaya bisa nyelametin yang lain juga. Nggak tenggelam sama-sama.

Jangan sampai kesadaran yang mulai muncul dibiarkan, lalu layu sebelum berkem-bang. Bahaya! Kesempatan bisa jadi nggak datang dua kali. Dan, yang namanya ajal bukan wewenang kita untuk miliki selamanya. Ada Alloh yang Maha Pemilik Alam dan Manusia. Jadi mumpung nafas masih bisa kita hembuskan selama itu semangat memperbaiki diri harus kita miliki. Ayo sadar dan giat belajar Islam!

Hal lain yang nggak boleh kita lupa, Sis. Sebagai cewek, kitalah penentu pertama dan utama hitam-putihnya generasi selanjutnya. Ya iya dong. Sebagai cewek kan kita ditakdirkan Alloh untuk bisa hamil, melahirkan, lalu menyusui alias kita tuh calon ibu. Kebayang deh kalau calon ibunya minim pengetahuan agama, gimana bisa membekali anak-anaknya dengan agama? Kebayang juga kalo para calon ibu tingkahnya begajulan, gimana bisa menjadi contoh bagi anak-anaknya nanti berlaku santun dan sopan? Nggak deh. [dimuat di buletin gaulislam edisi 187/tahun ke-4 (19 Jumadil Akhir 1432 H/ 23 Mei 2011)]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *