Prancis Pertahankan Ketelanjangan dengan Larangan Burqa

Siapa yang belum mengenal Prancis sebagai negara liberal? Presiden Prancis Nicholas Sarcozy terkenal menganut seks bebas dan penyuka eksploitasi tubuh perempuan. Istri Sarcozy, Carla Bruni mantan model telanjang, Ibu negara Prancis adalah pelaku pornoaksi yang terkenal di dunia internasional.

Bergulirnya larangan burqa di Prancis menandai kenyataan makna demokrasi, liberalisme dan hak asasi manusia yang hanya omong kosong. Sesungguhnya makna liberal bukanlah kebebasan masing-masing individu terhadap pendapat yang diyakini benar. Liberal adalah pemikiran yang “mengharuskan” masyarakatnya untuk tidak tunduk pada agama.

Ketika demokrasi dimaknai oleh sekumpulan manusia sebagai hak untuk menentukan jalan hidupnya sendiri, ternyata tidak sedikit masyarakat Eropa yang memandang agama Islam sebagai jalan hidup terbaik. Tak heran bila saat ini terjadi gelombang Islamisasi besar-besaran di Eropa.

Wanita-wanita Eropa mulai muak dengan ide kebebasan yang merusak fithrah manusia, menghancurkan keluarga dan membunuh masa depan generasi. Banyak di antara mereka yang menjadi muslimah dan mengenakan pakaian yang menutupi seluruh auratnya sebagai bukti keimanan dan ketaqwaan mereka.

Sebagai contoh, tahun lalu Koran terkemuka Inggris Daily mencatat sekitar 5.200 orang di Inggris memilih Islam. Salah satunya adalah adik ipar mantan PM Inggris Tony Blair. Saat ini di Prancis sendiri, tercatat sekitar 2000 muslimah mengenakan burqa.

Langkah pemerintah Prancis yang menetapkan larangan burqa ini tampak sebagai kebijakan panik negara liberal untuk mengantisipasi arus Islamisasi di Prancis dan ketertarikan perempuan-perempuan Prancis untuk menjadi muslimah. Bila perempuan Prancis lebih suka berpakaian ala wanita muslim, maka ini menjadi ancaman bagi ketelanjangan yang menjadi ikon mode ala liberalisme Prancis.

Dengan penduduk Muslim 3,5 juta orang, Prancis menjadi negara kedua di Eropa, setelah Belgia yang melarang penggunaan burqa. Larangan ini sudah diprediksi bakal merembet ke Jerman, Inggris dan Spanyol. (republika.co.id, 11/4/2011).

Namun kebijakan yang dianggap provokatif oleh sebagian warganya ini kelak akan menuai ancaman besar kejatuhan ideology sekuler, karena membuka kebohongan dan kebobrokan nilai-nilai demokrasi, liberalisme dan Hak Asasi Manusia itu sendiri.

(Ir. Lathifah Musa, 14/04/11)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *