Di masa pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid ada seorang pembegal bernama Fudhail bin Iyadh. Bersama komplotannya ia sering menjarah harta dan jiwa korbannya.
Suatu hari ada rombongan kafilah yang akan lewat. Rombongan ini bertemu dengan Fudhail yag sedang tiduran dengan menumpangkan kepala di atas pangkuan anaknya.
Mereka lalu berunding tentang apa yang harus diperbuat menghadapi ancaman Fudhail dan komplotannya.
“Panah saja dia. Jika berhasil kita boleh meneruskan perjalanan. Jika tidak, kita harus kembali,“ kata salah seorang dari kafilah.
Maka salah seorang lalu melepaskan panah ke arah Fudhail sembari mengucapkan ayat ke-16 Surat al-Hadid:
“Alam ya`nil lilladziina aamanuuuu antakhsya’a quluubuHum lidzikrillaah.”
[Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah?]
Meski panah yang sebenarnya tidak mengenai dirinya, tapi panah yang lain yaitu ayat Allah justru mengena ke Fudhail. Mendengar ayat itu ia menjerit dan tersungkur pingsan. Anaknya mengira Fudhail benar-benar terkena panah.
“Aku terkena panah Allah,” katanya.
Salah seorang dari kafilah itu lalu menyusul melepaskan anak panah sambil mengucapkan ayat ke-50 Surat adz-Dzariyat:
“Fafirruuuu ilallaaHi innii lakum minHu nadziirun mubiin.”
[Maka segeralah kembali kepada menaati Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.]
Mendengar ayat peringatan itu, Fudhail menjerit jauh lebih keras lagi.
Kepada anak dan komplotannya ia berkata, “Pulanglah kalian. Aku telah menyesali perbuatanku. Aku terkena panah Allah. Mulai saat ini aku menghentikan perbuatan jahatku.”
Sejak itu Fudhail bertaubat dan menjadi muslim yang taat.
* * *
Suatu hari Fudhail menuju Makkah. Baru tiba di Nahrawan ia bertemu dengan Khalifah Harun al-Rasyid. Sang Khalifah berkata, “Fudhail, aku bermimpi tentang engkau. Seolah-olah ada seruan keras kepadamu demikian, “Sesungguhnya Fudhail telah takut kepada Allah dan memilih menjadi khadam (pembantu)-Nya. Maka perkenankanlah dia.’”
Maka menjeritlah Fudhail saat itu, “Tuhanku, karena kemuliaan dan keagungan-Mu, Engkau mencintai hamba yang berdosa ini yang telah lari dari-Mu selama 40 tahun. “[]
Catatan:
(Diambil dari Buku 50 Kisah Nyata; Mengungkap Kisah-kisah Hikmah Terpendam. Penyusun: Achmad Najieh. Pustaka Progresssif. Surabaya. 2000)