Kehidupan sudah terasa sempit bagi pasangan muda asal Surabaya ini, Faisal (20) dan Rahma (17). Sudahlah menikah siri (barangkali karena tidak punya biaya untuk menikah secara administrasi negara), masih punya hutang biaya persalinan bayi mereka Muhammad Raffi Saifullah yang diakui lahir melalui operasi sesar di RS Persahabatan, Jakarta.
Atas laporan warga, kedua orang tua bayi mungil ini sempat ditahan Polrestabes Surabaya karena didakwa menjual bayinya. Namun kemudian mereka pun dilepaskan, karena tidak ada bukti penjualan bayi.
“Mereka hanya ingin anaknya ada yang bersedia merawat karena ketidakmampuannya,” kata Ipda Yeni Qomariah, Plh Kanit PPA Satreskrim Polrestabes Surabaya, seraya menyebut bayi laki-laki itu sementara di rawat di Klinik Bhayangkara Polrestabes Surabaya, Moh. Dahlan.
Pihak kepolisian pun melepas kasus pasangan ini, karena sebagai orangtua Muhammad Raffi Saifullah, bayi berusia 2 bulan, semua dilakukan karena keinginan keduanya agar bisa memberikan perawatan maksimal kepada bayinya. ASI sang ibu tidak keluar, sehingga keduanya mengkhawatirkan kondisi bayi. Akhirnya mereka menawarkan bayinya kepada siapa saja yang bersedia merawat dan menjadi orangtua yang lebih baik.
Kasus ini tidak satu dua kali saja terjadi. Beberapa saat yang lalu terungkap bahwa warga Kampung Beting, Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara dengan tega menawarkan bayi dalam kandungannya yang saat ini berusia 8 bulan, untuk bisa membayar hutang dan biaya persalinan dirinya kelak.
Bahkan seorang ibu di Lombok, menawarkan bayi yang baru dilahirkannya, senilai 300 ribu rupiah. Kesulitan ekonomi yang cukup berat, mungkin yang menjadi alasan Baiq Suryani (38) sehingga tega menjual bayinya sendiri. Suryani yang bekerja serabutan sebagai pembantu rumah tangga, kepada polisi mengaku kepepet. Ia memiliki anak lima orang. Sementara suaminya meninggalkannya sejak hamil anak kelima. Sehabis melahirkan di seorang dukun di Senggigi, Suryani tak tahu lagi harus berbuat apalagi selain menjual anaknya.
Dalam situasi sulit seperti sekarang ini, rakyat kecil seringkali dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit. Ibaratnya, mengasuh anak sendiri tak punya makanan, diserahkan kepada orang lain pun terancam bui. Bagi rakyat miskin ini, negara tidak lagi punya arti. Pemimpin pun hanya sosok-sosok yang kehadirannya semakin menyakitkan hati.
Fenomena penderitaan rakyat miskin ini, sesungguhnya akan menjadi catatan pengadilan para pemimpin di Akhirat nanti. Rasulullah Saw bersabda, “Al Imaamu Ra’in wa Huwa Mas’uulun ‘an Ra’iyyatiHi [Seorang pemimpin adalah penanggung jawab (urusan rakyat) dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusannya.]” (HR. Bukhari-Muslim).
Para pemimpin dengan catatan kezhaliman ini akan berada di hadapan Pengadilan Allah dengan tangan yang terbelenggu. Wallahu a’lamu bish shawab.
(Ir. Lathifah Musa, 14/04/11)