Bom Buku, Bom Bunuh Diri, Deradikalisasi, dan UU Intelijen

MediaIslamNet.Com– Hari Jumat, 15 April 2011, ledakan bom bunuh diri di Masjid Mapolresta Cirebon menjadi berita yang menyentak publik Indonesia. Apalagi bom itu meledak di saat jamaah masjid, yang terdiri dari mayoritas polisi itu sedang melakukan shalat Jum’at.  Tiga puluh orang terluka, 24 di antaranya adalah polisi. Sisanya PNS Polri dan warga yang ikut Salat Jumat. Pelaku bom bunuh diri meninggal dunia di tempat.

Ledakan terjadi pukul 12.15 WIB saat imam mengucapkan takbir (takbiratul ihram) di awal salat Jumat. Ledakan berasal dari seorang pria berpakaian hitam di barisan dekat para pejabat Polresta. Sejumlah korban terkena serpihan bom berupa paku. Tak hanya Kapolresta, Kasat Lantas Polres Cirebon dan imam salat Jumat pun menjadi korban.

Dalam waktu tak terlalu lama, para pengamat dan narasumber persoalan, baik psikologi massa ataupun intelijen pun angkat bicara. AM Hendropriyono dalam wawancara Metro TV (15/04/11) langsung menyebut akar persoalannya adalah ideologi kelompok-kelompok fundamentalis. Padahal pelaku pemboman sama sekali tidak mencerminkan Islam, apalagi fundamentalis sebagaimana yang dimaksud. Ia juga menuding jajaran eksekutif, legislatif dan media yang seolah tidak punya keinginan untuk segera menggolkan UU intelijen yang sedang digodog di DPR. Entah siapa yang dimaksud, tetapi menurutnya ada sosok pemimpin yang dipandangnya tidak tegas, menyelesaikan masalah terorisme.

Salah satu yang disorot dalam UU Intelijen adalah kewenangan intelijen sangat lemah. Dan untuk menguatkan fungsi intelijen maka yang harus dilakukan adalah perubahan, seperti memberikan fungsi penangkapan terhadap intelijen agar dapat menangkap orang-orang yang dicurigai sebagai pengganggu keamanan nasional.

Tjahyo Kumolo, Anggota DPR Senior dari PDIP menganalisa bahwa pola serangan bom ini serta rangkaian paket bom buku sebelumnya menunjukkan adanya skenario yang terstruktur. Pola itulah, lanjut Tjahyo, yang dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk Rancangan Undang-undang Intelijen yang kini sedang dibahas oleh dewan.  “Sebagai bagian dari konsepsi materi dalam fungsinya memposisikan posisi intelejen yang terstruktur,” tambahnya.

Seperti diketahui, sebagaimana bom buku, bom ini juga bersifat low eksplosive.  Namun yang membedakan dari bom buku sebelumnya adalah pelakunya yang melakukan bunuh diri.

Bagi Kepala Badan Intelijen Negara, Sutanto, saat jumpa pers di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Jumat 15 April 2011,  selain menggolkan RUU Intelijen, pencegahan adalah langkah yang sangat penting, seperti juga proses deradikalisasi kaum radikal. Deradikalisasi yang dimaksud adalah deideologisasi.

Terlepas dari berbagai analisa tentang motif pelaku dan juga target dari peristiwa ini oleh pihak-pihak tertentu yang ada di belakangnya, bagi masyarakat, banyak pertanyaan-pertanyaan sederhana yang memerlukan jawaban.

Mengapa pelaku menyerang umat Islam yang sedang melakukan sholat? Mengapa serangan dilakukan di dalam masjid, sebuah tempat peribadatan umat Islam yang dimuliakan? Mengapa bom diledakkan ketika akan sholat? Apa niat pelaku? Apakah berarti pelaku tidak berniat sholat, dan hanya berniat membunuh orang-orang muslim yang menyandang status polisi? Apakah dalam diri pelaku tidak ada rasa takut kepada Allah SWT karena telah merusak ibadah sholatnya sendiri? Mengapa pelaku tidak berpikir bahwa perbuatannya melanggar banyak sekali hukum Syara’? Mengapa pelaku tidak menyadari bahwa apa yang diperbuatnya justru memberi kesempatan orang-orang yang memusuhi Islam untuk semakin menjatuhkan Islam? Jawaban-jawaban pertanyaan ini akhirnya menjadi bukti bahwa tidak ada hubungannya antara terorisme dengan Islam. Pelakunya justru menyerang umat Islam dan sama sekali tidak menampilkan integritas seorang muslim yang menghormati agamanya sendiri.

Dengan demikian, patut dipertanyakan orang-orang yang langsung mengkaitkan peristiwa semacam ini dengan Ideologi Islam. Saat ini justru penjelasan-penjelasan hukum Syara’ yang benar, sebagaimana yang dituntunkan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah yang diperlukan oleh masyarakat Muslim. Jangan sampai melakukan langkah-langkah gegabah yang semakin memicu perbuatan orang-orang untuk melakukan sesuatu di luar batas kewajaran.

(Ir. Lathifah Musa, 16/04/2011)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *