Oleh Umar Abdullah
Mesir adalah bumi Allah di benua Afrika bagian utara tempat silih bergantinya peradaban. Terkadang peradaban yang nista, seperti di zaman Fir’aun yang haus kekuasaan. Untuk mempertahankan kekuasaannya, Raja-raja penyembah dewa-dewa ini menerapkan incest (menikahi saudaranya). Atau di zaman Alexander the Great from Macedonia pendiri kota Alexandria. Raja penyembah dewa-dewa ini punya kelainan seksual, yaitu biseksual (suka perempuan, suka juga ke laki-laki..hii!). Atau di zaman Ratu Cleopatra yang terkenal cantik dan molek tapi tak lebih dari ratu pelacur yang berselingkuh dengan Kaisar Romawi yang ternama, Julius Caesar.
Namun terkadang Mesir menjadi bumi Allah tempat lahir dan berkembang peradaban yang mulia. Di bumi Mesir, Hajar istri Ibrahim as, ibunda Ismail as, dilahirkan. Seorang wanita yang memiliki keimanan kepada Allah, yang luar biasa. Di Mesir, Yusuf bin Ya’qub as pernah menjadi menteri ekonomi yang melalui tafsir mimpinya Mesir selamat selama enam tahun subur dan enam tahun kering. Di bukit Thuwa, Musa as menerima wahyu dari Allah, lalu menyebarkannya di bumi Mesir. ‘Isa dan ibundanya Maryam binti Imran pun pernah tinggal di Mesir semasa ‘Isa kecil hingga usia 12 tahun. Dan budak wanita milik Rasulullah saw yang bernama Maria juga berasal dari suku Qibti/ Koptik Mesir.
Dibebaskan Islam
Sebelum Islam muncul, Mesir dijajah oleh Kekaisaran Romawi Timur yang biasa dikenal dengan nama Byzantium yang beribukota di Konstantinopel. Saat Rasulullah saw diutus Allah, yang menjadi Kaisar Byzantium adalah Heraklius. Heraklius menempatkan Muqauqis sebagai salah satu penguasa di Mesir.
Di masa pemerintahan Amirul Mu’minin Umar bin Khaththab ra, pasukan Islam berhasil membebaskan Yerusalem (Baitul Maqdis/ al-Quds) dari tentara Romawi Byzantium. Setelah itu Panglima Amr bin al-Ash menggerakkan pasukannya dari Yerusalem menuju Mesir. Di Mesir Pasukan Islam mendapat perlawanan sengit dari Pasukan Byzantium, kecuali di wilayah kekuasaan Muqauqis. Muqauqis memilih tidak berperang dan menerima wilayahnya menjadi wilayah Islam dan membayar jizyah. Di beberapa tempat kaum Nasrani Qibti bahkan membantu pasukan Islam, walau tidak ikut berperang, melawan Pasukan Byzantium yang sama-sama Kristen. Sebab selama ini Byzantium semena-mena menindas rakyat Mesir dan mengangkut hasil tanah subur Mesir untuk Kaisar Byzantium.
Tahun 21 H (641 M) Iskandariyah berhasil dibebaskan oleh Pasukan Islam. Maka sempurnalah Pembebasan Mesir dari Romawi penindas. Mesir menjadi wilayah Islam. Mesir yang subur pun menjadi kaya. Mesir berkembang pesat, baik di masa Khulafaur rasyidun, Bani Umayah, dan Bani Abbasiyah yang beribukota di Baghdad.
Puncak Kejayaan Mesir
Mesir pernah mengalami puncak kejayaannya. Kelompok Syi’ah Isma’iliyah mendirikan khilafah tandingan yang menguasai Afrika Utara hingga ke Mesir. Khilafah ini dinamakan Khilafah Fathimiyah. Perlu diketahui bahwa nama Fathimiyah ini bukan dari Fathimah binti Rasulullah saw, tapi Fathimah binti Babak al-Kharmi.
Tahun 969 M kota Kairo (Qahirah) pun dibangun oleh Jauhar as-Siqilli, jenderal Khilafah Fathimiyah. Universitas al-Azhar pun didirikan. Pengaruh kekuasaan Khilafah Fathimiyah ini sampai ke nusantara. Para panglimanya mendirikan Bandar Khalifah di Peureulak, Aceh. Kesultanan Peureulak tidak bertahan lama karena diserang oleh Dharmawangsa dari Kediri, Jawa Timur.
Ketika Sultan Shalahuddin naik tahta, pemerintahan, pengadilan, dan Universitas al-Azhar pun dibersihkan dari aliran Syi’ah. Sultan Shalahuddin juga menghancurkan Pasukan Salib Perancis dan membebaskan al-Quds dan Damaskus. Sultan Shalahuddin pun menjadi penguasa Mesir sekaligus Syria. Di akhir masa dinasti Ayyubiyah, hubungan dengan nusantara kembali terjalin. Bahkan Raja Meurah Silu dari Kerajaan Samudra-Pasai memakai gelar Sultan Malik as-Saleh, gelar yang dipakai oleh Sultan dinasti Ayyubiyah terakhir. Kesultanan Samudra-Pasai kemudian menjadi titik tolak para da’i yang menyebarkan Islam di Nusantara.
Tahun 1258 M Baghdad ibukota Khilafah Abbasiyyah dihancurkan tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan. Khalifah al-Musta’sim pun dibunuh oleh Hulaghu Khan.
Sementara itu di Mesir terjadi perpindahan kekuasaan dari Dinasti Ayyubiyah ke Dinasti Mamluk. Dengan bantuan Sultan Baybars al Bandaqadari dari Dinasti Mamluk diangkatlah seorang keturunan Abbasiyah yaitu al-Mustansir menjadi khalifah. Kaum muslimin pun akhirnya memiliki khalifah kembali setelah tiga setengah tahun hidup tanpa Khalifah.
Kairo menjadi ibukota Kekhilafahan Abbasiyyah. Namun kemunduran menimpa kaum muslimin akibat kurang diperhatikannya Bahasa Arab sebagai syarat mutlak berijtihad. Persoalan-persoalan pun menumpuk tanpa penyelesaian.
Tahun 1517 M Sultan Salim dari Kesultanan Turki Utsmani mengambil alih kepemimpinan Khilafah Islamiyah dari Khalifah Abbasiyah, Khalifah al-Mutawakkil III. Kekhilafahan pun berpindah ke tangan Bani Utsmaniyah bin Urtugril keturunan Turki-Mongol. Ibukota Khilafah berpindah ke Islambul (pengganti nama Konstantinopel yang telah dibebaskan pasukan Islam pimpinan Sultan Muhammad al-Fatih tahun 1453 M). Islambul berarti Kota Islam (pada abad ke-20 M oleh Mustafa Kamal la’natullah ‘alaih karena kebenciannya yang sangat terhadap Islam, nama Islambul diganti menjadi Istambul).
Khilafah Utsmaniyah yang memiliki angkatan bersenjata yang kuat tak berapa lama menguasai tiga benua: Eropa (Eropa Timur hingga Moskow), Asia (Anatolia, Syam, Jazirah Arab, Persia, India, hingga Nusantara), dan Afrika (Afrika Utara dari Mesir hingga Maroko, Afrika Tengah dan hingga Afrika Barat). Dengan demikian, Mesir menjadi provinsi Khilafah Turki Utsmani.
Serbuan Imperialisme dan Pemikiran Barat
Sementara itu, di Eropa Barat, setelah melepaskan diri dari kungkungan feodalisme dan gereja, Portugis, Spanyol, Perancis, Inggris, dan Belanda mulai menampakkan wajah asli liberalisme. Penjajahan ke berbagai belahan bumi diterapkan, termasuk terhadap wilayah kekuasaan Islam yang jauh dari pusat Khilafah di Islambul. Portugis menjajah Kesultanan Malaka (1511), Macao-Cina (1557), dan Angola (1571). Spanyol mulai menjajah kerajaan-kerajaan Indian di benua Amerika (1519) dan menjajah Kesultanan Manila (1571). Belanda mulai menjajah kesultanan-kesultanan Islam di Indonesia setelah mendirikan benteng mereka di Batavia pada tahun 1619. Perancis menjajah Quebec Kanada (1608). Dan Inggris mulai merobek Kesultanan Moghul India dengan mendirikan benteng di Calcutta (1690).
Setelah Perjanjian Kuchuk Kainarji (1774) kekuatan Khilafah Utsmani melemah. Sementara kekuatan negara-negara imperialis di Eropa Barat semakin meningkat setelah terjadi Revolusi Industri (mulai 1769). Negara-negara Imperialis Barat mulai berani menyerbu ke wilayah-wilayah yang dekat dengan Islambul. Tahun 1798 Perancis menyerbu Mesir di bawah pimpinan Napoleon Bonaparte. Untuk melemahkan Mesir sekaligus melemahkan Khilafah Turki Utsmani, mereka menyebarkan nasionalisme. Mereka dorong Mesir untuk melakukan disintegrasi dari Khilafah Turki Utsmani. Perancis juga menguasai Aljazair (1830) dan Tunisia (1881). Inggris tidak ketinggalan. Setelah Terusan Suez dibuka (1869), Perdana Menteri Inggris, Disraeli, membeli saham Suez Canal Company (1875). German yang mulai bangkit, menjajah Afrika Barat Daya, Togoland, Kamerun (1884) dan membagi Afrika Timur dengan Inggris (1886). Italia mencaplok Libia (1911).
Nasionalisme berbalut sekulerisme semakin menyebar dari Libanon hingga ke Balkan bahkan menembus Islambul. Tahun 1908 Partai Nasionalis Sekuler, Young Turk (Turki Muda), memberhentikan Sultan Abdul Hamid II. Khilafah Turki Utsmani di ambang kehancuran.
Tahun 1914 Inggris duduki Mesir. Setelah Inggris dan Perancis menang dalam Perang Dunia I melawan Jerman, Austria-Hungaria dan Khilafah Turki Utsmani (1918), Inggris dan Perancis membagi-bagi wilayah Khilafah Turki Utsmani. Inggris mendapat jarahan terbesar, termasuk wilayah Mesir. Sejak itu Mesir diperintah oleh raja-raja boneka Inggris.
Setelah Perang Dunia II (1945) Amerika Serikat bersama Uni Sovyet menjadi adidaya terkuat di dunia. Sebaliknya, Inggris dan Perancis melemah. Zionis Yahudi yang pernah dijanjikan oleh Balfour, Menteri Inggris, akan dibantu mendirikan negara di Yerusalem, segera mendirikan Negara Israel tahun 1948 di sebelah barat laut Semenanjung Sinai.
Menjadi Republik
Tahun 1952 Gamal Abdul Nasser memimpin angkatan bersenjata mengkudeta Raja Farouk II. Mesir diproklamirkan menjadi republik tahun 1953 dengan Muhammad Naquib sebagai presiden pertamanya. Tapi tahun 1954 Gamal Abdul Nasser menangkap dan menahan Muhammad Naquib. Tahun itu juga Gamal Abdul Nasser menjadi presiden Mesir.
Gamal membangkitkan nasionalisme Arab. Ia menasionalisasi Terusan Suez yang menyebabkan Krisis Suez (1956). Mesir berhadap-hadapan dengan Inggris, Perancis, dan Israel yang memiliki kepentingan terhadap terusan tersebut.
Selama pemerintahannya, Gamal Abdul Nasser cukup dekat hubungannya dengan Uni Sovyet. Tahun 1967 Mesir berperang melawan Israel pada Perang Enam Hari. Mesir kalah.
Setelah Gamal Abdul Nasser meninggal, tahun 1970 Mesir diperintah oleh Jenderal Anwar Sadat.
Tahun 1973, Anwar Sadat, bersama Hafez al-Assad dari Syria, memimpin Mesir dalam Perang Yom Kippur melawan Israel untuk merebut kembali semenanjung Sinai, yang dicaplok oleh Israel ketika Krisis Terusan Suez 1956 dan Perang Enam Hari.
AS mulai memainkan perannya. Melalui Perjanjian Camp David ditetapkanlah Sinai kembali ke tangan Mesir. Namun tidak mengembalikan Dataran Tinggi Golan kepada Syria. Belang Anwar Sadat si antek AS penjaga Israel ini semakin nampak ketika tahun 1977 ia berkunjung ke Jerusalem atas undangan Perdana Menteri Israel Menachem Begin. Anwar Sadat dan Menachem Begin akhirnya menerima Hadiah Nobel Perdamaian.
Tanggal 6 Oktober 1981 Anwar Sadat tewas dibantai dalam sebuah parade militer oleh anggota tentara anggota Jihad Islam dari depan dan dari belakang ditembak oleh pengawalnya sendiri dari Amerika Serikat.
Tanggal 14 Oktober 1981 Wakil Presiden Husni Mubarak kemudian menggantikannya menjadi presiden Mesir. Letjen dari Angkatan Udara Mesir ini tidak jauh beda dengan Anwar Sadat. Ia menjadi penjaga Israel dari arah Gaza. Ia memerintah Mesir cukup lama. Rejim yang ia bentuk bersama angkatan bersenjata membuat kesenjangan sosial di Mesir.
Protes 2011
25 Januari 2011 M Rakyat Mesir berkumpul. Dipicu oleh anak-anak muda yang terpicu dengan Revolusi Yasmin di Tunisia dan muak dengan Husni (al-Laa) Mubarrak.
Melalui jejaring sosial di internet mereka menggerakkan teman-temannya. Ternyata jejaring sosial via internet ini cukup ampuh untuk menggerakkan massa. Mubarak curang. Pemerintahnya memutus akses internet. Menutup media massa yang ingin meliput, walau akhirnya membuka kembali akses internet dan media massa, setelah ada desakan dari AS.
Massa pun membesar. Amerika yang sudah beberapa tahun belakangan berencana mengganti Mubarrak mendapatkan momentnya. Amerika punya kepentingan dengan mempertahankan keberadaan Israel di Palestina, jantung umat Islam, disamping kepentingan militer, opini, dan ekonomi. Dipasangkanlah Umar Sulayman, Direktur Intelejen Mesir menjadi wakil presiden untuk dipersiapkan sebagai pengganti Mubarak. Namun Umar Sulayman ditolak oleh demonstran. Muncul nama Muhammad al-Baradei, seorang ahli nuklir. Walau katanya ia dekat dengan Ikhwanul Muslimin, namun Baradei mengatakan bahwa Amerika dan Israel adalah kawan. Jadi Baradey berpeluang jadi pilihan Amerika menggantikan Mubarak.
Sementara itu gerakan-gerakan Islam di Mesir tidak bisa memanfaatkan moment ini. Bahkan mereka tidak mengambil pelajaran bahwa jejaring sosial di internet mampu menggerakkan massa. Ikhwanul Muslimin sendiri sekarang tidaklah sama dengan Ikhwanul Muslimin zaman Sayyid Quthub. Ikhwanul Muslimin sekarang seperti PKS di Indonesia. Menerima demokrasi, mengikuti pemilu dalam bingkai demokrasi, ikut parlemen, dan menunggu pemilu beberapa bulan ke depan.
Di tengah demonstrasi massa anti-Mubarak dimunculkan massa pro-Mubarrak yang terdiri dari tentara, orang badui, narapidana yang dilepaskan, dan 1500 orang Israel. Terjadi bentrokan yang tidak bisa dihindarkan antara massa pro dan anti Mubarak. Lebih dari 300 korban telah tewas.
Pemimpin dari gerakan massa anak-anak muda pun belum terlihat. Dan kemungkinan besar Mubarak akan turun. Siapa penggantinya? Apakah masih antek AS? Ataukah yang berani menggempur Israel dalam perang yang sebenarnya dan bukan perang bohong-bohongan? Wallaahu a’lam. Yang patut disayangkan, keberanian massa demonstran belum dibarengi dengan kesadaran untuk mengganti sistem sekuler dengan sistem Islam yang kaffah. Gerakan-gerakan Islam pun harus introspeksi diri.
Harriruu Mishra! (bebaskan mesir!)
Mesir bumi Afrika tempat silih berganti peradaban nista dan mulia
Kenistaan Fir’aun, Alexander, dan ratu pelacur Cleopatra
Kemuliaan Hajar, Yusuf, Musa, dan Maria al-Qibthiyah
Tahun 21 Hijriyah Islam bebaskan Mesir dari Romawi penindas
Di masa Khalifah Umar dipimpin panglima Amr bin al-Ash
Mesir yang subur pun kaya, mulia, dan punya universitas
Munculkan Shalahuddin, hancurkan Pasukan Salib, al-Quds pun bebas
1798 Masehi Napoleon Bonaparte Kaisar Perancis serbu Mesir
Sebarkan nasionalisme dorong Mesir berontak Khilafah Utsmani
Usai Inggris kuasai Mesir, Amerika sebarkan liberalisme dan demokrasi
Tanam agen ’tuk tekan rakyat, kayakan pejabat, dan jaga Israel laknat
REFF:
Di Tahrir Square rakyat Mesir berkumpul
Turunkan Husni al-Laa Mubarak si Tukang Ngibul
Tahrir Mesir! Bebaskan dari Diktator buah Demokrasi
Tahrir Mesir! Muliakan Mesir dengan Syari’at Ilahi