Sistem Apa yang Mesti Ditegakkan di Indonesia?

Tanya:

Asalamualaikum bpk/ibu yg terhormat. …. Aku bencoleng ciptaany (alloh) mau nanya. Sebenernya sistem apa yg mesti ditegakkan di indonesia lalu knapa sudut pandang sosialis di anggap ngga’ pas..? Terus dalam islam sendiri cara tuk mendidik manusia cinta kepada islam itu bagai mana? Makasih. (+6281390655xxx)

Jawab:

‘alaikumussalam wr wb

Ideologi Sosialisme dipastikan tidak layak dan tidak lazim untuk digunakan dalam kehidupan manusia tidak hanya di Indonesia, sebab telah mengingkari realitas yang ada dalam diri manusia yakni naluri beragama (غَرِيْزَةُ التَّدَيُّنِ). Fakta empirik perjalanan manusia di dunia memastikan bahwa tanpa wahyu sekali pun ternyata mereka selalu dan selalu mencari Tuhan, walaupun hasil pencarian mereka itu memang tidak ada jaminan apa pun untuk benar yakni sesuai dengan yang mereka cari. Inilah yang nampak atau ditampakkan oleh paganisme, animisme dan dinamisme. Sehingga ketika sosialisme memastikan Tuhan tidak ada dan tidak boleh ada, maka jika ideologi tersebut menuntut loyalitas manusia kepadanya, maka tentu saja harus menghilangkan naluri tersebut dan itu sama artinya dengan harus membunuh seluruh manusia. Hal itu karena naluri yang ada dalam diri manusia mustahil dihilangkan selama manusianya masih hidup dan baru akan hilang bersamaan dengan matinya manusia. Hal yang sama terjadi secara pasti dalam binatang.

Hal lain yang memastikan ketidaklayakkan sosialisme menjadi ideologi manusia adalah rumusan materi sebagai asal segala sesuatu dengan cara berevolusi dan konsep ini dikenal dengan julukan dialektika materialisme. Padahal jika memang materi adalah sumber segala sesuatu termasuk menciptakan manusia pertama dari tidak ada menjadi ada, maka mengapa materi sendiri pada faktanya bisa dimusnahkan atau minimal bisa dimodifikasi baik bentuk maupun kegunaannya oleh manusia. Artinya, apakah dapat diterima oleh aqal bahwa Tuhan dapat dipermainkan oleh manusia alias makhluq, sesukanya. Ketika aqal manusia sudah memastikan menolak konsepsi dasar ideologi sosialisme maka secara otomatis itu adalah tidak layak tidak pantas untuk kehidupan mereka di dunia.

Jadi, tidak hanya di Indonesia melainkan di dunia, sistem yang paling layak paling pantas untuk diberlakukan sebagai ideologi perjalanan kehidupan manusia adalah yang sesuai dengan fitrah manusia yakni memuaskan aqal dan menenteramkan perasaan. Kedua syarat ini hanya dapat dipenuhi dengan sempurna oleh Islam, sehingga tentu saja hanya Islam yang sangat layak diberlakukan sebagai sistema kehidupan dunia. Inilah yang dimaksudkan oleh Allah SWT saat menyatakan :

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (البقرة : 21

Wahai manusia taatlah kalian kepada Rab kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, supaya kalian taqwa (QS al-Baqarah [2]: 21)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ (الأنفال : 24

Wahai orang-orang yang beriman penuhilah Allah dan Rasul Nya saat menyeru kalian kepada yang akan menghidupkan kalian (QS al-Anfaal [8]: 24)

Bagian ayat لِمَا يُحْيِيكُمْ (kepada yang akan menghidupkan kalian) memastikan bahwa Islam yang diserukan oleh Allah SWT dan Rasulullah saw adalah aturan main bagi kehidupan manusia di dunia yang akan memberikan kepastian kepada mereka bahwa kehidupan mereka adalah realitas sejati bukan maya bukan khayalan bukan semu bukan imajinasi hampa. Kepastian ini adalah perkara yang sangat didambakan oleh manusia sendiri alias bersifat bawaan manusia sejak lahir (فِطْرِيًا) seperti halnya kebutuhan mereka terhadap makanan, minuman, pakaian juga naungan alias tempat tinggal.

Lalu bagaimana Islam mengarahkan umat Islam (juga umat manusia) supaya mencintai Islam? Kecintaan manusia kepada Islam tidak akan pernah terjadi jika tidak diawali dengan iman kepada wujud Allah SWT. Inilah yang ditunjukkan secara pasti dalam kisah Ibrahim muda saat melakukan proses aqliyah untuk meraih iman kepada Allah SWT :

وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ(75) فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ(76) فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ(77) فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَاقَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ(78) إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (الأنعام : 75-79

Dan demikianlah, Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kerajaan langit dan bumi supaya dia menjadi manusia yang memiliki keyakinan. Lalu ketika malam menghampirinya, dia melihat bintang, dia berkata ini adalah Tuhanku, lalu ketika bintang itu menghilang dia berkata aku tidak suka kepada yang menghilang. Kemudian dia melihat bulan bersinar terang, dia berkata inilah Tuhanku, lalu ketika bulan itu menghilang dia berkata sungguh bila Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku menjadi manusia-manusia yang sesat. Kemudian dia melihat matahari bersinar terang, dia berkata ini adalah Tuhanku, ini sangat besar. Lalu ketika matahari itu menghilang, dia berkata wahai kaumku, sungguh aku berlepas diri dari segala macam yang kalian persekutukan selama ini. Sungguh aku menghadapkan diriku dengan sebenar-benarnya kepada yang telah menciptakan langit dan bumi dan aku bukan bagian dari orang-orang musyrik (QS al-An’aam [6]: 75-79)

Proses aqliyah yang dilakukan oleh Ibrahim muda telah mengatarkan dia tidak hanya kepada diraihnya iman kepada Allah SWT, tapi juga kepada cinta yang utuh kepada Allah SWT dan itu dibutikan oleh dirinya saat telah menjadi Nabi dan Rasul. Allah SWT menggambarkan hal itu dalam Al-Quran :

وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ (البقرة : 124

Dan ingatlah ketika Dia (Allah) menguji Ibrahim dengan berbagai ketentuan, lalu dia berhasil melaksanakannya dengan sempurna (QS al-Baqarah [2]: 124)

Oleh karena itulah, Allah SWT memberikan metode yang sama kepada umat Islam dalam Al-Qur`an bagaimana cara meraih iman kepadaNya yakni dengan menggunakan aqal serta pembuktian :

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (البقرة : 164

Sungguh dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam, dan kapal yang berlayar di lautan dengan membawa segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, dan air yang telah Allah turunkan dari langit lalu Dia menghidupkan dengan air itu bumi setelah kematiannya dan menumbuhkan berbagai makhluk yang merayap di bumi, dan berhembusnya angin serta awan yang berarak di antara langit dan bumi, sungguh seluruhnya adalah bukti (bagi keberadaan Allah) untuk kaum yang beraqal (QS al-Baqarah [2]: 164)

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ(190) الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (آل عمران : 190-191

Sungguh dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam adalah bukti (bagi keberadaan Allah) untuk kaum yang beraqal, yakni orang-orang yang selalu menyadari hubungan diri mereka dengan Allah baik sedang berdiri, duduk maupun berbaring dan mereka selalu memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi, (lalu mereka memutuskan) Rab kami tidak Engkau ciptakan ini semua dalam keadaan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka selamatkan-lah kami dari siksa neraka (QS Ali Imraan [3]: 190-191)

Metode inilah yang dipastikan akan menjelmakan umat Islam yang sepenuhnya cinta kepada Islam sebagai bukti pasti cinta mereka kepada Allah SWT :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (البقرة : 208

Wahai orang-orang yang beriman masuklah kalian ke dalam Islam secara utuh dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syetan, karena dia adalah musuh sebenarnya bagi kalian (QS al-Baqarah [2]: 208)

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (آل عمران : 31

Katakanlah : jika memang kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, pastilah Dia (Allah) akan mencintai kalian dan akan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan Allah Maha Pengampun Maha Penyayang (QS Ali Imraan [3]: 31)

Jadi, cinta kepada Islam sebagai bukti cinta kepada Allah SWT adalah mustahil terwujud dalam diri umat Islam mana pun, jika tidak terlebih dahulu diawali dengan iman kepada Allah SWT yang diraih dengan penggunaan aqal serta pembuktian. [Ust. Ir. Abdul Halim]