Pilih-pilih Masjid untuk Ibadah

Tanya:

Assalaamu’alaikum wr wb. Dari chabib Junaedi: Bolehkan kita pilih pilih masjid di dalam menjalankan ibadah? Misal fulan lebih mantap menjalankan ibadah di masjid yang sholat tarawihnya 8 rakaat + witir 3, bila sholat jum’at kumandang adzan 1 kali, masjid tidak pernah ada aktifitas puji pujian

Jawab:

‘alaikumussalam wr wb

Realitas ideal dan orisinal umat Islam adalah seharusnya menjelma sebagai mujtahid :

اَلأَصْلُ فِيْ الْمُسْلِمِ اَنْ يَّكُوْنَ مُجْتَهِدًا

Status orisinal/ hukum asal pada diri seorang muslim haruslah dia itu adalah mujtahid

Generasi shahabat dapat dikatakan seluruhnya adalah mujtahid, sehingga mereka sering terke-san mengucapkan sesuatu atau melakukan sesuatu atau memutuskan sesuatu tanpa terlebih dahulu menyebut dalilnya. Generasi berikutnya yakni taabi’un alias murid-murid para sahabat, sebagian sangat besar mereka adalah mujtahid, sehingga hal serupa dengan para sahabat juga terkesan kuat dilakukan oleh mereka. Pada generasi taabi’ut taabi’iin, memang mulai terjadi penurunan kualitas berpikir umat Islam dan itu terbukti walau masih banyak mujtahid namun bersamaan dengan itu muncul fenomena ada mujtahid termasyhur seperti Imam Madzhab yang empat, dan ada pula yang bernaung di bawah bayangan Imam Madzhab tersebut yang kemudian disebut sebagai mujtahid madzhab bahkan mujtahid dalam satu masalah tertentu saja.

Hari ini, setelah umat Islam lebih dari 86 tahun hidup tanpa Khilafah Islamiyah tentu saja realitas mereka terjungkir dari para pendahulunya tersebut yakni sebagian sangat besarnya adalah muqallid. Realitas muqallid adalah umat Islam yang sama sekali tidak mengetahui dan memahami seluk beluk dalil maupun menggunakan dalil dalam menggali hukum Allah SWT yang akan diterapkan atau diberlakukan terhadap suatu masalah. Akibatnya jika muqallid memaksakan diri berbuat seperti mujtahid, maka jaminan 100 persen hasilnya pasti salah, sebab seorang mujtahid sekali pun tidak akan selalu benar dalam hasil ijtihadnya. Rasulullah saw menyatakan :

إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ فَأَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ فَأَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ (رواه احمد

Jika seorang penguasa menetapkan hukum lalu dia berijtihad dan benar maka baginya dua pahala dan jika dia menetapkan hukum lalu dia berijtihad dan salah maka baginya satu pahala (HR Ahmad)

Oleh karena itu, hal yang benar yang harus dilakukan oleh para muqallidin adalah berguru kepada seseorang yang juga punya guru, lalu gurunya itu juga punya guru, demikian seterusnya hingga sampai kepada seorang mujtahid atau sampai kepada suatu madzhab. Sampainya kepada seorang mujtahid atau suatu madzhab menjadi jaminan 100 persen bahwa informasi yang diterima oleh para muqallid itu adalah berasal dari sumbernya yang asli yakni Rasulullah saw.

Jadi, Chabib Junaedi, keputusan seorang muqallid untuk mengikuti madzhab mujtahid mana adalah sangat krusial sebab itulah satu-satunya jalan bagi dia dalam merealisir kewajibannya untuk melaksanakan hukum Allah SWT. Hal itu termasuk memutuskan untuk mengikuti salah satu pendapat dari sekian banyak pendapat misalnya seputar tatacara shalat tarawih di Bulan Ramadlan. Keputusan pemilihan haram dilakukan berdasarkan like and dislike alias suka-suka dirinya, melainkan wajib berdasarkan informasi terpercaya dan itu bagi seorang muqallid tentu saja berasal dari gurunya. [Ust. Ir. Abdul Halim]

PILIH2 MASJID

1. Dari chabib Junaedi : Bolehkan kita pilih pilih masjid di dalam menjalankan ibadah ? misal fulan lebih mantap menjalankan ibadah di masjid yang sholat tarawihnya 8 rakaat + witir 3, bila sholat jum’at kumandang adzan 1 kali, masjid tidak pernah ada aktifitas puji pujian

Jawaban :

Realitas ideal dan orisinal umat Islam adalah seharusnya menjelma sebagai mujtahid :

اَلأَصْلُ فِيْ الْمُسْلِمِ اَنْ يَّكُوْنَ مُجْتَهِدًا

Status orisinal/ hukum asal pada diri seorang muslim haruslah dia itu adalah mujtahid

Generasi shahabat dapat dikatakan seluruhnya adalah mujtahid, sehingga mereka sering terke-san mengucapkan sesuatu atau melakukan sesuatu atau memutuskan sesuatu tanpa terlebih dahulu menyebut dalilnya. Generasi berikutnya yakni taabi’un alias murid-murid para sahabat, sebagian sangat besar mereka adalah mujtahid, sehingga hal serupa dengan para sahabat juga terkesan kuat dilakukan oleh mereka. Pada generasi taabi’ut taabi’iin, memang mulai terjadi penurunan kualitas berpikir umat Islam dan itu terbukti walau masih banyak mujtahid namun bersamaan dengan itu muncul fenomena ada mujtahid termasyhur seperti Imam Madzhab yang empat, dan ada pula yang bernaung di bawah bayangan Imam Madzhab tersebut yang kemudian disebut sebagai mujtahid madzhab bahkan mujtahid dalam satu masalah tertentu saja.

Hari ini, setelah umat Islam lebih dari 86 tahun hidup tanpa Khilafah Islamiyah tentu saja realitas mereka terjungkir dari para pendahulunya tersebut yakni sebagian sangat besarnya adalah muqallid. Realitas muqallid adalah umat Islam yang sama sekali tidak mengetahui dan memahami seluk beluk dalil maupun menggunakan dalil dalam menggali hukum Allah SWT yang akan diterapkan atau diberlakukan terhadap suatu masalah. Akibatnya jika muqallid memaksakan diri berbuat seperti mujtahid, maka jaminan 100 persen hasilnya pasti salah, sebab seorang mujtahid sekali pun tidak akan selalu benar dalam hasil ijtihadnya. Rasulullah saw menyatakan :

إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ فَأَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ فَأَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ (رواه احمد)

Jika seorang penguasa menetapkan hukum lalu dia berijtihad dan benar maka baginya dua pahala dan jika dia menetapkan hukum lalu dia berijtihad dan salah maka baginya satu pahala

Oleh karena itu, hal yang benar yang harus dilakukan oleh para muqallidin adalah berguru kepada seseorang yang juga punya guru, lalu gurunya itu juga punya guru, demikian seterusnya hingga sampai kepada seorang mujtahid atau sampai kepada suatu madzhab. Sampainya kepada seorang mujtahid atau suatu madzhab menjadi jaminan 100 persen bahwa informasi yang diterima oleh para muqallid itu adalah berasal dari sumbernya yang asli yakni Rasulullah saw.

Jadi, Chabib Junaedi, keputusan seorang muqallid untuk mengikuti madzhab mujtahid mana adalah sangat krusial sebab itulah satu-satunya jalan bagi dia dalam merealisir kewajibannya untuk melaksanakan hukum Allah SWT. Hal itu termasuk memutuskan untuk mengikuti salah satu pendapat dari sekian banyak pendapat misalnya seputar tatacara shalat tarawih di Bulan Ramadlan. Keputusan pemilihan haram dilakukan berdasarkan like and dislike alias suka-suka dirinya, melainkan wajib berdasarkan informasi terpercaya dan itu bagi seorang muqallid tentu saja berasal dari gurunya.