Oleh Lathifah Musa
Hampir setiap minggu ada berita tentang penemuan bayi. Publikasi media tampaknya justru menimbulkan inspirasi dari para pembuang bayi lainnya. Sejak penemuan bayi di toilet SPBU, selanjutnya ada pembuang bayi yang menitipkan bayinya di penjaga toilet. Ada lagi bayi yang diletakkan di gorong-gorong ruas Jalan Daan Mogot, Kota Tangerang. Diperkirakan usianya baru empat jam pascadilahirkan, dengan kondisi sehat dan berat normal. Di Nganjuk, masyarakat dihebohkan dengan penemuan bayi perempuan di gubuk tepi sawah. Bayi perempuan yang cantik dan lucu itu baru dilahirkan beberapa jam sebelum ditemukan.
Siapa kiranya manusia yang tega membuang bayi-bayi mungil ini? Tentulah mereka yang telah terkikis naluri kasih sayangnya. Atau barangkali nalurinya telah habis menguap sama sekali. Bayangkan saja, bayi yang masih bergantung kehidupannya secara penuh pada perawatan orang dewasa dibiarkan tergeletak mengenaskan dikerubuti semut.
Dalam banyak kasus, pelaku pembuang bayi adalah ibu bayi itu sendiri. Bagaimana mungkin seorang ibu mampu melakukan kejahatan semacam itu, kecuali kalau memang sudah tidak tersisa lagi naluri keibuan.
Kehidupan liberal memang telah membentuk manusia berkarakter tega dan sadis. Fenomena buang bayi tentunya bukan tanpa latar belakang. Diduga sangat kuat bayi-bayi tadi adalah hasil hubungan gelap di luar nikah. Bahkan dalam kasus pembuangan bayi, pelakunya adalah remaja-remaja yang tidak mau perbuatan bejatnya terbongkar. Ada lagi yang karena menutupi aib anaknya sendiri yang berbuat zina, hingga tega membuang cucunya.
Ketika syariat Islam tidak diterapkan, fitrah manusia akan terlanggar. Ketika hukum-hukum Allah dicampakkan, maka naluri manusia akan tumbuh ke arah yang salah. Sifat manusiawi seperti kasih sayang, rasa malu, kepedulian pada sesama, penjagaan terhadap kehormatan diri akan hilang. Manusia dalam sistem rusak akan rusak pula kemanusiaannya. Bayi-bayi hasil perzinaan, bayi-bayi dibuang, bayi-bayi dibunuh adalah buah akibat betapa jahat, hancur dan rusaknya sistem ini![]