Kemitraan Menyeluruh, atau Penjajahan Menyeluruh?

Oleh Lathifah Musa

Rencana kunjungan Obama kini bukan desas-desus lagi. Apalagi setelah Obama menyampaikan janjinya mengunjungi Indonesia saat berpidato pada Debat Umum ke-65 Sidang Majelis Umum PBB di New York, September lalu. Setelah batal dua kali, Obama menyatakan dirinya akan mengunjungi negeri yang pernah menjadi tempat tinggalnya sejak kecil ini pada bulan November 2010.

Menurut Dino Patti Djalal, Duta Besar Indonesia untuk AS, yang tampaknya justru lebih sering menjadi juru bicara tidak resmi negara adidaya itu, Barrack Obama akan berkunjung ke Indonesia dalam perjalanannya mengikuti KTT APEC di Seoul. Menurutnya, Obama akan berada di Indonesia selama dua hari satu malam. “Yang pasti akan ada jamuan kenegaraan oleh Presiden Yudhoyono,” katanya. Mengenai substansi, Dino mengatakan kedatangan Presiden Obama nanti pada intinya akan dimanfaatkan sebagai gong terbentuknya Kemitraan Menyeluruh (comprehensive partnership) antara Indonesia dan Amerika Serikat (antaranews.com).

Konsep kemitraan menyeluruh itu pertama kali diluncurkan saat Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton, melakukan kunjungan ke Jakarta pada Februari tahun lalu. Konsep tersebut sudah mulai berjalan dan pada September ketika Menlu Hillary Clinton serta Menlu Marty Natalegawa di Washington DC meluncurkan Komisi Bersama Indonesia-AS untuk menjalankan Kemitraan Menyeluruh. Komisi Bersama tersebut diikuti dengan dibentuknya Rencana Aksi Kemitraan AS-Indonesia, yang mencakup kerja sama kedua negara di bidang politik, keamanan, ekonomi, pembangunan, sosial, budaya, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi (antaranews.com)..

Namun istilah Kemitraan Menyeluruh ibaratnya hanya akal bulus pemerintah AS saja. Indonesia kenyataannya lebih banyak dikelabui dalam setiap kesepakatan atau perjanjian. Sebagai contoh, kerjasama bidang ekonomi yang salah satu realisasinya adalah memperpanjang kontrak kerja Freeport di Papua yang akan berakhir tahun 2011 namun kemudian diperpanjang di masa pemerintahan presiden saat ini. Pada faktanya kekayaan emas berlimpah di bumi Papua dirampok habis-habisan oleh AS. Belum lagi soal eksplorasi Uranium (bahan nuklir) yang sudah berlangsung berbulan-bulan lamanya padahal belum ada kesepakatan apapun. Menanggapi hal ini, pemerintah Indonesia toh cuma diam. Bahkan presiden yang biasanya berkomentar untuk masalah sepele, seolah membutakan diri dalam persoalan kezhaliman AS di Papua. Di bidang keamanan, Indonesia toh mau saja diminta untuk menangkap dan memenjarakan tokoh ulama seperti Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang berani berbicara lantang memperjuangkan Syari’ah Islam dan menentang kezhaliman AS. Belum lagi penangkapan-penangkapan orang-orang muslim yang belum tentu bersalah, dengan tembak langsung tanpa pembelaan.

Di bidang media, AS memperkenalkan majalah Playboy versi Indonesia, yang hingga kini tidak pernah dibredel. Atas nama demokrasi dan kebebasan berekspresi, UU pornografi akhirnya tidak mempunyai taji untuk mencegah orang-orang keji seperti pelaku video mesum Ariel,_Luna dan Cut Tari. Padahal puluhan pelaku pemerkosaan anak mengakui melakukan perkosaan sesudah menonton video mesum tersebut.

Dengan program-program yang menyangkut kerjasama bidang demokrasi-masyarakat madani, AS telah menargetkan profil masyarakat Indonesia menjadi masyarakat tak beridentitas. Jauh dari profil kaum muslimin. Hilang kehormatan sebagai manusia beradab, karena membiarkan kekejian terus berlangsung. Akhirnya masyarakat ini akan menjadi kumpulan masyarakat yang tunduk pada keinginan AS, membiarkan kekayaan alamnya dirampok, tidak membela ketika ada saudara sesama muslim difitnah dan disakiti. Maka kerjasama ini sejatinya tidak menunjukkan kemitraan sama sekali, namun lebih kepada perjanjian untuk menjadi kacung-kacung atau jongos  yang setia. Sebuah Neokolonialisme Menyeluruh.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *