Oleh Anto Apriyanto
Ayo nyanyikan: “Bangkit… bangkit…raihlah semua kembali, melangkah dengan pasti”. Ini lagunya Rocket Rockers yang ritmenya ngebeat abis. Lagu ini menemani saya mulai nulis sebuah persembahan untuk negeri tercinta, Indonesia. Bukan sok nasionalis apalagi patriotis ya. Momennya aja yang kebetulan. Saya cuma pengen ngajak kamu-kamu kaum muda buat segera bangkit berbuat untuk memperbaiki tanah air kita ini. Tentu dengan Islam sebagai solusinya dong. So pasti.
Mungkin ada juga di antara kamu yang nyeletuk, ah basi! Nggak sedikit pula di antara kamu yang udah pesimis duluan kalo ngomongin kebangkitan di Indonesia yang agak mustahil terjadi. Jangankan mengharap bangkitnya peradaban, di bidang sepakbola aja nggak pernah bangkit tuh. Masih inget kan, gimana geregetannya penonton sepakbola waktu timnas Indonesia dibantai 7-1 oleh Uruguay?
Sobat muda, mudah-mudahan kamu masih ngerasa peduli terhadap semua permasalahan yang membelit negeri kita sampai saat ini. Dan untuk tujuan itulah tulisan ini dirilis gaulislam. Karena kita adalah pemuda-pemudi calon-calon pemimpin masa depan yang akan mengubah negeri ini menjadi negeri yang menerapkan syariat Islam sebagai ideologinya!
Lihat, baca, dan rasakan…
Enam setengah dasawarsa sudah Indonesia merdeka dari penjajahan Belanda. Tapi kebangkitan belum juga terasa. Yang ada makin ke sini makin terpuruk aja nasib bangsa ‘kuli’ ini. Agak bingung juga sih kudu mulai dari mana. Saking akutnya komplikasi yang diidap. Mending kalo penyakitnya sedikit. Kalo dibawa ke lab buat didiagnosa penyakit yang diderita Indonesia, pasti banyak. Bejibunnya problem yang dihadapi ini tentu nggak bisa dibiarin gitu aja. Masa’ mau kita biarin mati perlahan? Bakal jadi bahaya besar lho kalo ada yang penyakitnya udah kronis, masih pula diperlakukan laiknya pasien biasa. Harusnya kan ditangani ekstra cepat. Pilihan paitnya kalo nggak segera dioperasi bedah, ya inna lillahi. Wassalam deh.
Pun begitu dengan nasib Indonesia kini. Semua orang melihat, membaca, merasakan, bahwa ‘pasien pengidap komplikasi’ ini harus segera ditangani intensif. Tapi dari sekian banyak yang tahu itu, berapa orang yang peduli? Saya malah curiga, ada pihak yang sengaja membiarkan Indonesia mati perlahan. Bahkan nggak mustahil juga ada yang mau nyuntik mati ini pasien biar cepet is dead. Grrrrr…!
Ya, harus diakui kita sangat butuh dokter. Dokter yang dimaksud adalah dokter umat: orang-orang yang sangat peduli dan berdedikasi tinggi dengan latar belakang status juga keahlian di bidang masing-masing, yang punya keinginan kuat untuk menyembuhkan kembali penyakit yang selama ini mendera Indonesia tercinta. Maka operasi pembedahan harus sesegera mungkin dilakukan. Saya berharap kita-kita yang muda inilah pionir dokter umatnya. Wanted!
Maaf Ibu, Bapak, kalo tulisan saya dinilai kurang etis. Tapi bukankah lebih kurang etis bila Anda yang sering menggembar-gemborkan untuk mencintai produk-produk dalam negeri, hasil keringat anak bangsa, ternyata lebih memilih menggunakan produk luar negeri? Bukannya alas kaki-alas kaki buatan Cibaduyut atau Tanggulangin yang kini menjadi tanggul Lapindo, Anda ternyata lebih memilih mengenakan sepatu kulit asli merk Bally, atau Cesare Paciotti yang buatan Italy, Ferragamo, Tod’s, Andre Valentino, dan Hush Puppies. Harganya? Nggak usah nanya, Bro. Soalnya pasti nggak akan kebeli sama kita-kita yang tiap hari makan tiwul atau nasi aking, hehe.
Itu baru sepatu bapak-bapak pejabat. Bagaimana dengan alas kaki ibu pejabat? Hmmm, merk-merk sekelas Everbest, Edmon K, St. Moritz, Vincci, dan Lulu, adalah alas kaki yang familiar di kaki ibu-ibu pejabat tersebut. Nggak ketinggalan tas jinjing merk LV pun semakin melengkapi performnya. Kira-kira ada nggak ya tas begituan di Tajur Bogor?
Kontras banget sama peri hidup pemimpin-pemimpin Islam tempo doeloe yang bersahaja dan down to earth. Jauh dari sikap Umar bin Abdul Aziz, Khulafaurrasyidin, apalagi Rasulullah Saw. Atau jangan jauh-jauh. Kemewahan yang mereka sandang, coba bandingkan dengan ‘pemandangan’ anak-anak tanpa alas kaki di sekolah pelosok pedesaan sana. Mungkin harga sepasang sepatu para pejabat yang jutaan itu setara untuk membeli ratusan pasang sepatu sekolah ‘laskar pelangi’. Jadi mereka nggak perlu nyeker lagi, melewati tajamnya ilalang dan jalan tanah terjal berdebu. Gimana bapak-bapak? Masih mau kampanye membeli produk dalam negeri?
Belum lagi dengan ‘tunggangan’ yang biasa dinaiki mereka. Kalo baru sebatas sedan Camry wajar lah. Tapi kalo udah mainannya Alphard, Lexus, Audi, Mercedes-Benz S Class edisi terbaru, sampe Bentley dan Rolls-Royce, ckckck, rasanya gimana gitu. Wong katanya tengah dilanda krisis, piye iki Pak Dhe? Istighfar dulu yuk: Nastaghfirullah al-‘azhim. (Lihat Buku Wisnu Nugroho, Pak Beye dan Istananya, Kompas, 2010)
Sobat muda, selain data valid yang disebutkan di atas, masih banyak sebenarnya problematika bangsa yang menyangkut hajat hidup orang banyak seputar ekonomi, politik, sosial, hukum, pendidikan, yang perlu diconcern oleh kita. Saya yakin kamu sering melihat, membaca, mendengar, atau mengalami langsung masalah-masalah pelik tersebut. Untuk itulah kita butuh kebangkitan yang hakiki. Cuma, kira-kira mungkin nggak sih kebangkitan akan terwujud jika dari perilaku elit pejabatnya aja nggak mencerminkan? Jujur harus kita katakan, banyak pemerintah kita yang tidak layak jadi pemimpin. Obsesi plus ambisi negatiflah yang ternyata mendasari keinginan mereka melaju ke singgasana kekuasaan.
Ditambah dengan kondisi masyarakatnya yang sudah terjangkiti ‘depresi sosial’. Kerusuhan, kriminalitas, ketimpangan sosial, dan penyimpangan hidup yang kini semakin melonjak drastis. Mengerikan! Hidup kita saat ini seolah sedang berada di tengah hutan belantara. Dan yang pasti gersang dari cahaya ilahi.
Sekelumit fakta di atas belum seberapa, lho. Kalo disuruh menuliskan semuanya, kagak muat di buletin ini. Ya sekedarnya aja. Semoga masih ada jiwa-jiwa yang terketuk dan tergerak untuk bangkit bersama menuju peradaban manusia yang lebih beradab; yang dinaungi rahmat, ridho, dan berkah Allah ‘Azza wa Jalla.
Get up everybody!
Abad XVI Masehi, Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) memasuki daerah Jawa Barat yang masih Hindu dari Jawa Tengah yang sudah Islam. Sekarang, lima abad setelahnya, nuansa Islam di Jawa Barat lebih kental dan lebih ‘bersih’ dari faham-faham sebelum Islam. Meski tak dipungkiri masih ada juga praktik anismisme-dinamisme atau Islam yang masih erat dengan tradisi menyembah Karuhun. Hampir seluruh penduduk asli Tatar Sunda ini beragama Islam. Hanya saja, mungkinkah semua itu dicapai Sunan Gunung Jati jika tidak menyikapinya dengan ‘kepala dingin’? Mungkinkah itu semua dicapai jika tidak memohon pertolongan Allah? Sehingga luasnya tanah Priangan dengan segala raja, adipati, dan para karuhunnya terasa ‘kecil’; beratnya beban da’wah dan perjuangan terasa ‘ringan’; sementara Allah Swt. sebagai pelindung terasa senantiasa ‘besar’.
Ternyata sejarah Cirebon mengisahkan keseriusan Sunan Gunung Jati dan putranya, Maulana Hasanuddin, untuk bangkit berjuang mengislamkan penduduk tanah Parahyangan, bahkan menegakkan syariah di bumi wayang golek ini sampai ke Kampung Naga dan Baduy.
Atau kisah heroik tentang pasukan Islam yang dikomandoi Panglima Rukhnuddin Baybars al-Bunduqduri yang berhasil mematahkan serbuan brutal tentara jagal Mongol dan Tartar pimpinan Hulagu Khan yang terpahat dalam sejarah. Dua pasukan musuh Islam inilah yang telah menghancurleburkan Khilafah Islam di Baghdad, membantai Khalifah Al-Mu’tashim beserta keluarga, membuat perpustakaan jadi jembatan buku, mengaliri Sungai Eufrat dan Tigris dengan darah dan tinta para ulama syuhada, serta menjagal lebih dari dua juta manusia tak bersalah.
Yup, satu kata kesimpulan dari ilustrasi perjuangan Sunan Gunung Jati dan Pasukan Baybars di atas hanyalah bangkit! Berhasil karena memang mau bangkit. Itu juga mestinya yang dilakukan pemuda-pemudi penerus Islam seperti kita sekarang. PR kita membenahi umat, bangsa, dan negara, terpampang begitu jelas di hadapan. Berbuatlah, karena kita calon-calon pemimpin masa depan!
Tiap kebangkitan pasti selalu punya rahasia. Lalu apa rahasia kebangkitan yang hakiki? PEMIKIRAN! Kebangkitan sejatinya adalah majunya pemikiran, yang terwakili dalam akidah yang logis, layak menjadi kaidah penuntun bagi masyarakat, menjadi sumber bagi terpancarnya sistem kehidupan, serta sebagai asas bagi peradaban manusia. Pemikiran yang mampu melahirkan sebuah sistem pengatur hidup manusia yang cermat, sinergis, dan memuaskan; tanpa mengabaikan satu aspek pun. Dari pemikiran menyeluruh (komprehensif) inilah terbentuk sebuah ideologi. Dengan kata lain, terwujudnya ideologi pada diri umatlah yang menjadi penyebab utama kebangkitan suatu peradaban. Dan semua itu hanya ada dalam Islam yang paripurna, bukan yang lain! Ayo bangkit para pemuda Islam, pilihannya hanya “hidup mulia atau mati syahid”
“…Sesungguhnya telah datang kepada kalian cahaya dari Allah (Islam) dan Kitab yang jelas. Allah memberikan petunjuk dengannya kepada siapa saja yang mengikuti keridhoanNya ke jalan keselamatan, dan mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya terang benderang dengan seizinNya, serta menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (QS al-Maaidah [5]: 15-16)
Sungguh betapa besar kerinduan yang terpendam ini untuk bisa menyaksikan dan mengalami Indonesia menerapkan syariat Islam sebagai ideologi negara, Kado terindah tuh. Salam Mumtaz! [dimuat di Buletin Remaja gaulislam edisi 157/tahun ke-4, 25 Oktober 2010]