Hukum Gaji yang Diterima dengan Korupsi Waktu

Tanya:

Asslmwrwb, saya Wardiati di Darsa. Mnjdi Guru trmsuk mncari rejeki yG hlal khan. Tpi, b9aimana bila 9uru tsbt tdk mnjalankan t9as sb9aimn msti@. Misal: kOrupsi Waktu. Lalu, apkh bisa dktakan 9aji yG dtrima@ sb9ai rejeki halal…? (+628528962xxx)

Jawab:

Waslm. Wr. Wb.

Islam mewajibkan umat Islam untuk memenuhi aqad yang dibuat dan disepakati di antara mereka, selama seluruh ketentuan dalam aqad tersebut tidak ada satu pun yang bertentangan dengan Islam yakni menghalalkan yang haram atau sebaliknya mengharamkan yang halal. Allah SWT menyatakan:

??????????? ????????? ????????? ???????? ???????????? (??????? : 1

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu” (QS al-Maaidah [5]: 1)

Berprofesi sebagai guru tentu saja bentuk muamalah dengan aqad ijarah yakni hubungan ajir (buruh atau pekerja) dan musta’jir (majikan) : ?????? ????? ?????????? ???????? (aqad atas suatu manfaat de-ngan adanya imbalan atau upah). Pada saat aqad ijarah dilakukan, maka wajib dipastikan oleh kedua pihak (ajir dan musta’jir) tentang pekerjaan yang harus dilakukan oleh ajir, waktu pelaksanaan pekerjaan tersebut yakni setiap hari atau tidak serta mulai jam berapa hingga jam berapa dan upah yang akan diterima ajir sesuai dengan kesepakatan kedua pihak. Misalkan, seorang guru pasti dia harus bekerja setiap hari kerja (Senin hingga Sabtu) dengan waktu kerja mulai pukul 07.00 hingga 14.00 alias tujuh jam dengan gaji per bulan Rp 2 juta. Oleh karena itu guru tersebut wajib melakukan pekerjaannya setiap hari pada rentang waktu mulai pukul 07.00 hingga 14.00 dan dia haram melakukan aktivitas apa pun di luar pekerjaannya itu selama rentang waktu itu. Jadi dia haram membaca koran, membaca Al-Quran, shalat dluha, bahkan shalat dzuhur sekali pun, lalu ketika telah lewat dari pukul 14.00 maka dia halal melakukan aktivitas apa pun yang dihalalkan oleh Islam termasuk shalat dzuhur.

Ketika seorang guru melakukan aktivitas lain dalam rentang waktu kerjanya, maka dia telah melakukan perkara yang diharamkan yakni berkhianat terhadap kesepakatan yang ada antara dirinya dengan majikannya. Akibatnya adalah sang majikan boleh memberhentikan dia alias memecatnya, karena dia telah mengkhianati aqad dengan majikannya. Artinya, jika perbuatan guru tersebut tidak diketahui oleh majikannya sehingga tidak ada akibat pemecatan maka gaji yang dia terima selama itu adalah haram hukumnya karena diperoleh dengan cara yang diharamkan yakni terjadinya pengkhianatan terhadap aqad dengan majikannya. [Ust. Ir. Abdul Halim]