Muslimah Bersuamikan Nonmuslim

Tanya:
Asslmkm, ustad/ustadzah. Saya mo nanya, apa hukumnya bagi seorang perempuan bersuamikan seorang yang bukan muslim. Dan apa pula hukumnya terhadap hubungan suami istri yang telah dilakukannya selama dalam perkawinan itu. bagaimana keluarga harus menindak lanjuti hal hubungan ini. Kalau masalah ini tidak sesuai dengan ajaran islam. (Ramiyati, via email)

Jawab:

Alaykum salam wr. wb.

Dik Ramiyati, hukum pernikahan dalam Islam sudah amat jelas mengatur tatacara pernikahan. Semuanya insya Allah bertujuan untuk kebaikan dan melindungi umat manusia, khususnya kaum muslimin.

Seorang muslimah diharamkan untuk menikah dengan pria yang bukan muslim. Apakah dia ahli kitab — seperti nasrani-Yahudi — atau pria musyrik — seperti Hindu, Budha, dsb. Larangan ini telah jelas dalam al Quranul Karim. FirmanNya:

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (al-Baqarah: 221)

Juga firmanNya:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir” (al-Mumtahanah: 10)

Dengan demikian status pernikahan mereka adalah batil, tidak diakui secara syariat Islam. Sama artinya muslimah tadi melakukan perzinahan.

Sikap keluarga harus menentang pernikahan itu, menyadarkan muslimah tersebut, dan tidak menerima pria tadi sebagai mantu atau anggota keluarga, karena memang haram. Semoga jelas. [M. Iwan Januar]