Tanya:
Assalaamu’alaikum wr wb. Ustad, saya ingin tahu apakah saya masih wajib di nafkahi oleh bapak saya? Saya berusia 22 tahun, saya anak tunggal. Saya baru lulus kuliah dan belum bekerja, orang tua saya bercerai 2 tahun yang lalu. Perceraian mereka tidak berjalan secara baik-baik karena bapak saya bermain valuta asing dan meninggalkan hutang kurang lebih 100juta.
Semenjak SMP yang menafkahi keluarga kami adalah mamah, karena bapak tidak kunjung mendapatkan pekerjaan, awalnya mamah saya ikhlas. Cuma beberapa tahun yang lalu ketika bapak saya mulai bermain valuta asing dan meninggalkan hutang, yang besar menurut kami terutama saya masih kuliah saat itu. Mamah saya mulai berontak dan meminta cerai.
Saat ayah saya main valuta asing, saya dan mamah sempat berontak karena kami tidak setuju, hingga membuat bapak pergi dari rumah dan kembali ke ibunya, mamah saya awalnya tidak ingin bercerai, maka kami menyusulnya kerumah nenek saya, nenek saya saat itu menyerahkan sertifikat rumahnya dan berkata pada saya “jaminkan sertifikat tersebut. Biarkan bapak saya memiliki modal valuta asing. biarin aja harta mamah eyang masih banyak”, mamah saya pun tidak langsung menjaminkanya karena itu sertifikat waris (kakek saya sudah meninggal) maka mamah konsultasi dulu dengan adik-adiknya bapak, dan mereka mengikhlaskannya, hingga mamah menjaminkan.. tapi semua uang itu habis dalam 1 hari, dan penjaminan yang tadi menggunakan nama mamah karena mamah yang bekerja.
Setelah mereka bercerai semua cicilan hutang tadi jadi dibayari mamah, saya dan mamah pun jadi terlantar kami tinggal dirumah saudara, kami tidak sanggup membeli rumah yang baru karena mamah harus menyicil sisa hutang bapak 4jt/bln sementara gaji mamah yang hanya seorang PNS tidak lebih dari 3jt.
Kuliah pun saya lakukan dengan mencari beasiswa kesana kemari, alhamdulillah saya mendapat 2 beasiswa sekaligus dari kampus saat itu hingga saya bisa lulus. Saat ini saya kasihan pada mamah karena dia selalu kesulitan setap bulannya membayar hutang bapak sementara bapak pun tidak pernah menafkahi saya sebagai anaknya sepeserpun.
Dosakah bapak saya membuat anaknya terlantar karenanya? Bahkan semua impian saya hilang, mamah saya menabung sedikit demi sediki untuk membiayai S2 saya yang menjadi impian saya. Tetapi semua tabungan itu pun musnah di bayarkan hutang2 bapak tersebut. Adik-adik bapak pun tidak ada yang mau membayar hutang tersebut.
Apa yang sebaiknya saya lakukan atau katakan kepada bapak saya bahwa dia telah membuat saya sebagai anaknya menderita? Impian saya bisa langsung S2 setelah lulus S1 hilang sudah. Pekerjaan pun belum saya dapatkan. Sesungguhnya apakah bapak saya berdosa dalam hal ini?
Dan apakah seharusnya saya masih harus dinafkahinya? Lalu bagaimana hukum hutang yang ditinggalkan suami istri, tapi kemudian bercerai seperti kedua orang tua saya. Terima kasih jika ustad berkenan dengan hal ini. (Keenan, via email)
Jawab:
Alaykum salam wr. wb.
Dik Keenan yang disayangi Allah,
Saya berempati pada kehidupan adik yang penuh lika-liku. Hidup terkadang tidak seperti yang kita harapkan dan impikan. Bukan saja adik, tapi di luar sana banyak saudara-saudara kita yang impiannya pupus dan terkubur karena kejadian yang bukan disebabkan mereka. Bisa karena orang lain, bisa karena kondisi alam. Itulah yang kita namakan sebagai takdir atau QODHO. Sebuah keputusan Allah yang tidak bisa kita ubah ataupun kita tolak.
Sebagai seorang mukmin, kita wajib mengimani adanya qodho, bahwa Allah dengan segala kekuasaanNya bisa melakukan apapun kepada setiap mahluk-mahlukNya. Dalam hal ini, kita diminta menerimanya dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. Siapa yang bersabar maka akan berbuah pahala.
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS az-Zumar: 10)
Permainan/bisnis valuta asing adalah bisnis terlarang dalam Islam. Hukumnya haram. Karena ia sudah merupakan bagian dari riba fadl dan perjudian. Seorang muslim boleh saja menukarkan mata uang/berjual beli mata uang dengan syarat kontan, bukan ditunggu hingga terjadi perubahan kurs. Sabda Nabi saw.: “Emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, korma dijual dengan korma, dan garam dijual dengan garam, (takaran/timbangannya) harus sama dan kontan. Barang siapa yang menambah atau meminta tambahan maka ia telah berbuat riba, pemberi dan penerima dalam hal ini sama.” (HRS Muslim)
Apa yang dilakukan para pebisnis valas/forex jelas tidak memenuhi syarat kontan. Mereka sengaja membeli mata uang asing lalu mereka tunggu hingga terjadi perubahan kurs. Inilah yang termasuk riba fadl dan perjudian.
Dik Keenan, seorang ayah, dalam kondisi apapun wajib untuk menafkahi keluarganya, meski hanya sekedar kebutuhan pokok. Jika ia mengabaikannya maka ia berdosa, dan seorang istri bisa menggugat cerai darinya.
Dik Keenan, dalam sebuah keluarga besar, ada kewajiban untuk saling tolong menolong, termasuk dalam soal nafkah. Artinya, uwak, paman, dll, ada kewajiban untuk menafkahi kerabatnya.
Dik Keenan, tetaplah bersabar dan bersyukur atas segala ujian dan nikmat Allah. Adik dan ibu masih diberikan kesehatan, bahkan adik masih bisa kuliah dan mendapat 2 beasiswa. Sungguh, adik masih lebih beruntung dibandingkan saudara-saudara kita yang lain. Ada yang orang tuanya masih utuh, bersama, tapi untuk bersekolah hingga SMA saja sudah tidak mampu.
Janganlah semua ujian dari Allah — yang mungkin dirasa berat oleh adik dan Ibu — membuat kita gelap mata dari semua rizki Allah.
Sekarang tegarlah, tatap dunia dengan mata terbuka dan hati lapang. Tanamkan dalam diri bahwa ujian seberat apapun insya Allah bisa dihadapi dan tak akan memupus enerji kehidupan adik.
Mendekatlah kepada Allah dan lakukan introspeksi diri. Mungkin saja selama ini kita kurang dekat dengan Allah, suka mengabaikan perintah dan laranganNya.
Tunjukkan optimisme di hadapan ibu, buat ia bangga bahwa dik Keenan adalah anak yang tegar dan berbakti pada ibu.
Soal pekerjaan, tetaplah berihtiar untuk mendapatkannya, kembangkan juga potensi wirausaha adik. Jangan malu untuk memulai sesuatu yang sederhana. Jangan lupa juga untuk berbagi ilmu dan pengalaman dengan orang lain.
Semoga pertemuan singkat kita ini bermanfaat meski hanya sedikit hal yang bisa saya bantu. Salam untuk keluarga adik. [M. Iwan Januar]