Oleh: M. Iwan Januar, S.IKom
Nabi saw. Bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kewajiban-kewajiban maka janganlah kalian mengabaikannya, dan memberikan batasan-batasan maka janganlah melanggarnya.”
Hukum-hukum dalam Islam telah begitu jelas. Apa yang diwajibkan dan apa yang dilarang telah dirinci sedemikian terangnya. Tugas umat hari ini adalah memahami dan mengaplikasikannya. Mengubah realita agar selaras dengan hukum Islam, mengganti yang batil dengan yang haq.
Akan tetapi seiring perjalanan waktu, terjadi kemerosotan semangat umat dalam mengkaji Islam. Dampaknya pengabaian terhadap hukum-hukum Allah kian menjadi-jadi. Nabi saw. Memang telah mengingatkan kita akan terjadinya hal ini. Beliau menghendaki agar kita mewaspadai tindakan ini.
“Sungguh ikatan Islam akan terurai simpul demi simpul. Setiap satu simpul terurai maka manusia akan bergantunganpada simpul berikutnya. Yang pertama kali terurai adalah masalah hukum dan yang paling akhir adalah sholat.”
Pengabaian hukum Islam yang paling berbahaya adalah ketika sebagian para wali (gubernur) di Hijaz bekerjasama dengan penjajah Inggris memberontak dan menghancurkan kedaulatan Khilafah Islamiyyah di Jazirah Arab. Dilanjutkan makar oleh antek Inggris berdarah Yahudi Kamal at-Taturk yang meruntuhkan payung besar umat. Inilah simpul pertama yang oleh Nabi saw. dikatakan akan lepas.
Sekarang, pengabaian hukum Islam masih terjadi tapi dalam bentuk halus dan terkesan dapat mengandung kebenaran; pertama, melakukan politik dakwah pragmatism dalam rupa mencocokkan ajaran Islam dengan kondisi. Kedua, melakukan pemilahan atas kewajiban-kewajiban yang telah diamanatkan oleh Allah SWT.
Bagian pertama telah dilakukan sebagian orang yang ironinya adalah pelaku dakwah. Dengan tanpa rasa bersalah mereka mengubah hukum Islam agar sesuai dengan selera masyarakat dan selera mereka. Agenda kepentingan mereka dipaksakan masuk agar diterima syariat Islam sembari tidak lupa mengatakan bahwa syariat Islam yang ada dalam kitab-kitab tsaqofah Islamiyah warisan para ulama terdahulu sudah ou of date, perlu direvisi ulang agar sesuai dengan keadaan zaman. Celakanya mereka merevisinya bukan dengan metode pengkajian Islam seperti yang dilakukan ulama-ulama salaf yang mulia. Tapi revisi itu dilakukan dengan asas manfaat dan kepentingan politik.
Usahlah heran kita melihat kaum muslimin bergandengan tangan dengan parpol Kristen dalam sebuah pilkada. Ada parpol Islam yang mengecam kebiadaban Israel tapi lalu mengundang ‘tuan besar’nya Israel untuk duduk bareng dengan mereka di gedung sejuk dan berkelas. Seolah lupa kalau beberapa hari sebelumnya mereka mencaci maki tindakan ának asuh’nya. Alasannya adalah kepentingan dakwah dan politik, bahwa kalau dakwah itu dilakukan dengan tegas (kaku, kata mereka) maka masa depan dakwah akan suram. Masya Allah!
Bagian kedua dari pengabaian hukum Allah adalah dengan memilah dan memilih kewajiban-kewajiban yang ada. Sebagian pengemban dakwah sering mengatakan agar kita jangan terlalu memikirkan dan berkonsentrasi dalam masalah-masalah ‘besar’, tapi kerjakanlah dulu hal-hal yang kecil. Kalau yang kecil sudah dikerjakan, maka yang besar bisa digarap.
Masya Allah. Sungguh akal sehat mereka sudah dibolak-balikkan hawa nafsu. Bila benar setiap kewajiban ada prioritas – besar dan kecil kata mereka – bukankah kewajiban yang besar yang harus diutamakan? Bukan yang kecil.
Lagipula sungguh berani mereka memilah dan memilih kewajiban dari Allah lalu dengan selera mereka sendiri menentukan mana yang harus diutamakan dan mana yang bisa dibelakangkan. Bukankah hanya Allah yang berhak menentukan kewajiban dan hanya Allah juga yang berhak menentukan prioritas amal, bukan kita. Hanya Allah yang berhak menentukan taklif, rukhsah dan keadaan darurat. Tugas kita adalah melaksanakan hal tersebut sebaik-baiknya.
Kita harus berhat-hati dalam bertindak dan berpendapat, jangan sampai mencari-cari alasan untuk mengabaikan hukum-hukum Allah. Kita pun harus waspada terhadap aneka logika kosong yang dibungkus dengan indah, sehingga Nampak benar, padahal isinya mengajak umat untuk mengabaikan perintah Allah SWT.
Tujuan dakwah ini adalah untuk melaksanakan perintah Allah dan batas-batasNya, dengan tanpa reserve. Semua yang Dia minta harus dikerjakan sepenuh hati. Tidak memandang besar ataupun kecil. Bila kita belum sanggup mengerjakannya, maka biarlah Allah yang menentukan rukhsah bagi kita. Jangan kita mencari-cari alasan untuk menghindar dari kewajiban tersebut dengan mengumbar omongan kosong ‘besar-kecil’. Allahumma baligh ma qashidana, wajálna min ummati nabiyyina muhammadin alladzina yad’una an-nasa ila thoátika.[]