Oleh: M Iwan Januar S.IKom
Kasus penyidikan video mesum yang melibatkan sejumlah selebritis telah memasuki babak baru. Meski pengunggah (uploader) video itu belum diketahui, tapi Ariel ‘peterpan’ sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sementara dua teman wanitanya yang juga sama-sama selebritis terkemuka masih dalam tahap penyidikan.
Salah satu fakta sosial menarik yang nyaris luput dari pengamatan banyak orang juga media adalah; sejauh mana publik menerima atau menolak perbuatan mesum ditengah- tengah mereka, dan apakah karisma seorang selebritis akan hancur akibat perbuatan asusila yang dilakukannya? Dua hal ini menarik dan penting untuk ditelaah karena bukan sekali dua kali selebritis tersandung masalah criminal, sekaligus untuk melihat sejauh mana resistensi masyarakat terhadap perbuatan amoral.
Selebritis atau public figure memang sosok yang menjadi magnet public. Dalam dunia jurnalistik ada pemeo ‘name makes news’, nama membuat berita. Anjing menggigit orang adalah hal biasa, tapi bila yang digigitnya adalah public figure, baru luar biasa.
Semenjak ponsel menyajikan fitur rekaman video, minat sebagian orang untuk mengabadikan momen-momen penting dalam hidup mereka meningkat. Termasuk muncul ‘kegilaan’ baru merekam adegan hubungan intim baik dengan pasangan sah ataupun dengan teman kencan. Dan bisa karena banyak motif fim-fim itu beredar ke banyak tangan sampai diunggah ke dunia maya.
Maka peredaran video mesum di masyarakat – via internet atau ponsel – bukan masalah baru. Di dunia maya, bila seseorang mengetikkan kata ‘3gp’ atau ‘video porno’ dalam search engine google, misalkan, maka akan keluar ratusan situs dan blog yang menyediakan film-film cabul itu dalam format 3gp. Malah ada situs dan blog yang secara berkala mengup date film-film porno dalam format itu. Entah darimana dan bagaimana pengelola situs itu mendapatkannya; apakah mereka membayarnya kepada sang pengunggah atau gratisan. Hanya saja karena kali ini pelakunya diduga adalah selebritis yang sering punya banyak penggemar, presenter tayangan gosip, jelas saja menyedot perhatian publik.
Dan karisma selebritis ini memang ampuh. Beberapa hari lalu kita menyaksikan sejumlah orang berdatangan menyatakan simpati bahkan mendukung seleb pria yang sudah mendekam di tahanan. Sejumlah orang malah menyuarakan pembebasan baginya. Di luar tahanan sejumlah orang yang mengaku penggemar Ariel berunjuk rasa mendukung pembebasannya. Di layar kaca, beberapa ABG putri bahkan menitikkan air mata, menunjukkan kesedihan karena pujaannya dibui polisi.
Karenanya karisma seorang selebritis tidak akan hancur hanya karena kasus kriminal.. Seorang selebritis seolah punya magis besar untuk tetap mempesona publik. Sudah banyak selebritis tersandung masalah hukum bahkan tindak pidana, tetap saja dikangeni publik.
Psikologi massa ini pun diendus oleh produser. Maka tawaran order di dunia entertainment tetap mengalir begitu keluar dari tahanan. Selebritis tetap bisa melenggang dengan santainya dan tampil glamor walaupun sudah melakukan tindakan tidak terpuji.
Mungkin kita masih ingat kasus kehamilan ‘misterius’ seorang selebritis. Baru setelah beberapa waktu kelahiran sang bayi, seorang vokalis band ngetop mengaku kemudian bahwa dia adalah ayah genetis bayi itu. Reaksi publik bukannya memusuhi sang vokalis, tapi malah memujinya habis-habisan. Tetaplah ia sebagai public figure yang dipuja-puja banyak orang.
Maka karir Ariel, Luna Maya, Cut Tari, seandainya pun terbukti bersalah, tidak akan habis. Masyarakat selalu bersedia memaafkan bintang pujaan mereka, apapun kesalahannya. Hal ini tidak saja berlaku di Indonesia, tapi di seantero jagat ini. Di Hollywood banyak selebritis yang tersandung kasus perselingkuhan, pemerkosaan, drugs, kekerasan, dan keluar masuk tahanan, tapi tetap dipuja khalayak di sana.
Dalam hal ini Ariel cs lebih ‘beruntung’ daripada KH Abdullah Gymnastiar. Saat publik tahu beliau berpoligami, publik langsung menjauh darinya. Panggung dakwahnya pun surut di seantero Indonesia. Banyak kaum ibu yang dulu banyak menghadiri kajian siraman rohaninya, menempatkannya sebagai ‘musuh’. Media massa juga ogah-ogahan memintanya lagi berceramah. Padahal dulu hampir tiap minggu dai ini muncul di layar kaca.
Ini bukan sekedar daya magisnya selebritis, tapi juga pertanda hancurnya norma-norma di masyarakat. Yang halal dibenci, tapi yang haram dibela setengah mati. Ini adalah patogen social. Di mana masyarakat tidak punya standar penilaian baik-buruk yang ajeg. Sekarang nilai baik-buruk bisa berubah hanya karena sosok public figure. Yang beruntung dalam keadaan seperti ini adalah para selebritis dan politisi. Sekalipun mereka sudah punya track record buruk, tapi public selalu bersedia menerima mereka kembali.
Maka Ariel dan kawan-kawan seprofesi tidak perlu khawatir. Masyarakat akan selalu bisa menerima mereka kembali, apapun yang mereka lakukan. Hanya sedikit orang yang mau mencekal mereka ketimbang yang menerimanya. Memang aneh.[]