Membakar Diri dengan Keimanan

Oleh: M. Iwan Januar

Sungguh Allah dan RasulNya telah mengingatkan kaum muslimin bahwa keimanan akan mengalami benturan yang dahsyat. Benturan itu akan semakin dahsyat ketika kehidupan dunia ini berada di tepi jaman. Sikap istiqomah ini diibaratkan oleh Nabi saw. seperti menggenggam bara api yang akan membakar siapa saja yang masih ‘berani’ menggenggamnya.

Anas bin Malik menuturkan, Rasulullah SAW bersabda: “Akan tiba suatu masa pada manusia, dimana orang yang bersabar di antara mereka dalam memegang agamanya, ibarat orang yang menggenggam bara api.”(Hr. at-Tirmidzi).

Dekade itu adalah hari ini. Di mana keadaan carut marut. Beragam godaan duniawi menghantam bertubi-tubi kepada umat, menggoda agar umat melepaskan simpul agama dari kepribadian kita. Di antara saudara-saudara kita yang terang-terangan melepas baju agamanya menjadi bagian kaum riddah (na’uzubillahi min dzalik!), ada yang setengah ‘telanjang’ menjadi muslim yang sekuler, ada juga yang berada dalam kegamangan; bingung antara melepas agama atau memperjuangkannya.

“Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). Barangsiapa yang disesatkan Allah, maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.”(QS. an-Nisa: 143).

Beragam cara lepasnya simpul agama itu. Ada yang terjadi secara sadar, tanpa sadar, tapi ada pula yang melepas simpul agama dengan beragam dalih. Mereka mencari-cari pembenaran untuk membela tindakan tersebut. Ada yang berdalih terdesak kebutuhan hidup, menyelamatkan karir, menjaga keamanan diri, dsb.

Mungkin yang mengejutkan adalah ketika kegamangan ini menimpa kalangan pengemban dakwah. Para pejuang Islam yang semestinya tampil tegas membela dan menjelaskan Islam dengan jernih, tampil bak mercusuar, menerangi umat dengan cahayanya yang benderang, justru meredup bahkan terkadang padam. Ini yang membingungkan umat. Padahal batas haq dan batil, halal dan haram telah jelas, dan seorang muslim dituntut mematuhinya dengan sekuat tenaga.

Alasan yang diberikan pun terkadang mengada-ada; menarik simpati! Maka ada pengemban dakwah yang menyerukan Islam moderat, padahal istilah ini tidak pernah disebut dan dibahas oleh ulama salaf manapun. Entah darimana tokoh itu mendapatkan istilah tersebut, tapi tujuannya jelas; untuk mencari muka dari kalangan yang anti terhadap Islam.

Ada yang sungkan bahkan terkesan phobi meneriakkan syariat Islam. Mereka takut ajakan menegakkan syariat itu nanti mengancam dakwah mereka. Ada juga yang dengan parah menyebut serangan Israel terhadap muslim Palestina sebagai serangan kemanusiaan, bukan lagi agresi terhadap Islam dan kaum muslimin. Apakah mereka malu atau takut disebut membela saudara-saudara seiman? Aneh, memang.

Demikianlah, fitnah dunia memang berbahaya, tapi akan lebih berbahaya lagi manakala menyusup ke dalam tubuh para pengemban dakwah. Mengutip istilah hadits mereka enggan memanaskan diri dengan bara api yang menyala. Memang, bara api itu akan membakar orang yang menggenggamnya, tapi tidaklah ia membakar melainkan akan membersihkan segala kotoran-kotoran yang ada pada dirinya. Seperti api yang membersihkan emas dari pengotornya.

Umat yang sudah berada dalam kesuraman ini membutuhkan cahaya yang benderang dari para pengemban dakwah. Jika pengemban dakwahnya juga turut meredupkan cahaya agama ini, maka bagaimana umat bisa kembali ke jalan kebenaran?

Jadikanlah diri kita sebagai penggenggam bara api yang menyala. Karena semua pengorbanan diri di hadapan Allah tidaklah sia-sia. Kemuliaan dan kebangkitan umat akan terwujud dengan kejernihan dan ketegasan pemikiran serta sikap para pengemban dakwahnya. Insya Allah. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *