Oleh: Lathifah Musa
Tanggal 29 Juni ternyata adalah hari Keluarga Nasional (Harganas). Konon karena pada tanggal inilah dimulai Gerakan Keluarga Berencana (KB) Tahun 1970. Presiden Soeharto yang mencanangkan menjadi Hari Keluarga pada tahun 1993.
Nah setiap berbincang tentang keluarga pada momen seperti ini, yang mencuat adalah berhasil tidaknya program KB (Keluarga Berencana). Bahkan hasil sensus 2010 pun ditunggu-tunggu dengan harap-harap cemas oleh para pelaksana program KB. Sukses atau gagalkah KB di Indonesia pasca reformasi?
Dalam sebuah seminar yang digelar oleh Koalisi Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan di Kantor Depsos Jakarta, pertambahan penduduk dipandang sangat mengkhawatirkan. Bahkan tema seminar berjudul: Ledakan Penduduk: Bom Bunuh Diri?(Kompas, 6 Agustus 2009). Maksudnya adalah ledakan penduduk dipandang lebih berbahaya daripada ledakan bom teroris, karena menyentuh berbagai aspek seperti ekonomi, kesehatan, pendidikan dan sosial.
Apa benar, pertambahan penduduk itu menjadi ancaman? Setelah diusut-usut, ternyata kekhawatiran terhadap ledakan penduduk sebenarnya cuma isu yang digulirkan oleh negara-negara Barat ke negara-negara berkembang (baca: negeri-negeri muslim). Tingginya laju pertumbuhan populasi di negara-negara berkembang yang terus meningkat menjadi ancaman serius bagi dunia Barat. Itulah sebabnya lembaga internasional dan pemerintah negara maju mengembangkan serta menerapkan strategi untuk mengontrol angka pertumbuhan di dunia ketiga.
Kontrol populasi menjadi strategi licik dunia Barat untuk menghadapi pertumbuhan pesat penduduk muslim. Khusus untuk Indonesia, AS mengkhawatirkan beberapa tahun kedepan jumlah penduduk Indonesia akan melampaui jumlah penduduk AS. Padahal saat ini negara-negara maju mengalami penurunan jumlah penduduk yang pesat, karena rendahnya angka kelahiran. Kalau jumlah penduduk muslim bertambah banyak, maka hal ini akan membawa akibat:hak suaranya akan lebih tinggi dalam percaturan politik internasional.
Saat ini saja Indonesia menjadi negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Menempati peringkat keempat dalam ukuran jumlah penduduk, di bawah China, AS, India. Negara-negara muslim lain mengatakan suara muslim Indonesia adalah representasi suara muslim dunia. Kondisi ini tentu mengkhawatirkan AS. Akhirnya negara-negara Barat, dipimpin oleh AS bersungguh-sungguh mengembangkan dan menerapkan strategi untuk menekan laju pertumbuhan penduduk di dunia Islam.
Dalam sebuah dokumen National Security Study Memorandum 200 1974 (NSSM,200) atas permintaan Menlu AS (saat itu) Henry Kissinger, mereka menggambarkan kebencian dan rencana AS untuk menghabisi penduduk muslim. Hingga saat ini dokumen NSSM 200 itu tidak dicabut. Indonesia adalah salah satu dari 13 negara target utama pengurangan jumlah penduduk. Mereka memandang jumlah penduduk muslim sebagai ancaman bagi kepentingan dan keamanan AS.
Dokumen ini menyimpulkan bahwa ada empat tipe alasan yang menjadikan pertumbuhan penduduk di negara-negara miskin bisa menjadi ancaman bagi keamanan nasional AS, yaitu:
- Negara-negara dengan jumlah penduduk lebih besar punya pengaruh politik lebih besar
- Negara-negara semacam itu akan lebih mampu untuk menolak akses bagi Barat atas sumber-sumber daya dan material itu
- Meningkatnya jumlah kaum muda akan bisa menantang struktur kekuasaan global
- Meningkatnya penduduk bisa merupakan ancaman bagi para investor Amerika di Negara-negara itu ( sumber: www.hizbut-tahrir.or.id/ politik pertumbuhan penduduk).
Terkait dengan beberapa dokumen lain yang telah diekspose pemerintah AS pada bulan Mei 1991, salah satunya adalah instruksi Presiden AS nomor 314 tertanggal 26 November 1985 yang ditujukan kepada berbagai lembaga khusus, agar segera menekan negeri-negeri tertentu agar mengurangi pertumbuhan penduduknya. Diantaranya negeri-negeri itu adalah India, Mesir, Pakistan, Turki, Nigeria, Indonesia, Irak dan Palestina.
Dokumen itu juga menjelaskan pula sarana-sarana yang bisa digunakan secara bergantian, baik berupa upaya untuk menyakinkan maupun untuk memaksa negeri-negeri tersebut agar melaksanakan program pembatasan kelahiran. Diantara sarana-sarana untuk menyakinkan program tersebut adalah memberi dorongan kepada para penjabat/tokoh masyarakat untuk memimpin program pembatasan kelahiran di negeri-negeri mereka, dengan cara mencuci otak para penduduknya agar memusnahkan seluruh faktor penghalang program pembatasan kelahiran, yakni faktor individu, sosial, keluarga dan agama yang kesemuanya menganjurkan dan mendukung kelahiran.
Walhasil, saat ini tidak sekedar pemaksaan terhadap negara-negara berkembang untuk menandatangani kesepakatan tentang pembatasan kelahiran, tetapi juga gencarnya opini yang bersifat mencuci otak para penduduk muslim. Tentunya dengan legalisasi seks bebas, kontrasespsi remaja, pernikahan sesama jenis, larangan menikah dini, mempidanakan poligami, memandang anak sebagai beban, opini banyak anak belum tentu banyak rizki, dua anak lebih baik dan lain-lain yang akan melancarkan program pembatasan kelahiran! Tak peduli apakah agama membolehkan atau tidak. Juga tak peduli bahwa masalah rizki hanya Allah SWT yang memiliki Kuasa dan Kehendak, tak peduli hukum pernikahan agama membolehkan poligami, tak peduli bahwa pezina adalah perbuatan keji dan homoseksual adalah aktivitas terlaknat. Jadi, boleh saja memperingati hari keluarga dan merencanakan kelahiran, asalkan jangan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal![]