Meniti Jalan Ke Surga

Oleh: M. Iwan Januar

photobucket.com

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS al-Baqarah: 214)

Di dunia ini pasti tidak ada yang tidak mau masuk ke dalam surga. Semua ingin bisa menjadi penghuninya dan menikmati berbagai kenikmatan yang disediakan Allah di dalamnya, karena memang Allah menyediakan berbagai kenikmatan yang tidak pernah didapat manusia di dunia.

“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.” Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.” (QS al-Baqarah: 25)

Kenikmatan yang Allah janjikan di surga itu tidak pernah terlihat, terdengar, terasa, bahkan tidak pernah terbayangkan sedikitpun dalam hati manusia seperti apa gerangan. Sabda Nabi saw.:

“Telah  kusiapkan untuk hamba-hambaKu yang soleh surga yang mata belum pernah menyaksikan, telinga belum pernah mendengar, dan belum pernah terbersit/terbayang dalam hati.” (HR Bukhari)

Sesungguhnya surga semenjak diciptakan telah menantikan dan merindukan para penghuninya. Setiap saat mereka memohon kepada Allah agar disegerakan masuknya para penghuninya ke dalamnya. Nabi saw. bersabda:

“Setiap hari surga dan neraka meminta kepada Rabbnya, surga berkata, ‘Wahai Rabbku, buah-buahanku telah ranum, sungai-sungai telah mengalir dan aku sudah rindu kepada kekasih-kekasihku. Maka cepatlah kirim penghuni surga kepadaku.”

Sesungguhnya ada jalan yang harus ditempuh oleh setiap muslim ketika ia menginginkan surga. Jalan ini harus ia lewati karena memang telah dirancang oleh Allah bagi orang yang mengharapkan surga. Apakah jalan itu? Di dalam al-Quranul Karim, Allah telah menjelaskan ada dua jalan atau dua keadaan yang harus ditempuh oleh manusia.

Pertama, FirmanNya:

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS al-Baqarah: 214)

Ayat di atas menjelaskan bahwa bagi siapa saja yang menjadikan surga sebagai cita-citanya maka ia harus bersiap diri merasakan penderitaan, kesengsaraan dan kegoncangan seperti yang dialami umat-umat sebelum kita. Penderitaan itu mereka dapat karena keteguhan mereka dalam mempertahankan iman dan  perjuangan menegakkan agama Allah.

Dikisahkan ada seorang sahabat yang bernama Khabbab bin al-Arts ra. Datang kepada Nabi saw. mengeluhkan penderitaan yang ia rasakan disebabkan siksaan orang-orang kafir karena ia memeluk Islam. Rasulullah saw. kemudian memberikan nasihat kepadanya bahwa apa yang ia rasakan belum seberapa dibandingkan dengan yang menimpa umat-umat sebelum Islam.

“Dahulu kaum sebelum kamu, adakalanya dikubur hidup-hidup, digergaji dari atas kepalanya hingga terbelah menjadi dua, adakalanya dikupas kulitnya dengan sisir besi yang mengenai daging dan tulang, tetapi keadaan yang demikian tidak menggoyahkan iman agamanya.” (HR Bukhari)

Keadaan yang sama juga dirasakan oleh para sahabat Nabi saw. serta para alim ulama. Mereka merasakan penderitaan dan kesengsaraan karena istiqomah mempertahankan kebenaran agamanya. Mush’ab bin Umayr ra. Rela meninggalkan kekayaannya dan keluarga yang mencintainya karena memilih beriman kepada Allah dan RasulNya.

Keluarga Amr bin Yassir radliallahu ‘anhum; ayahnya Yasir dan ibunya Sumayyah, syahid, gugur mempertahankan keimanan dengan siksaan yang keji dari musuh-musuh Islam.

Kita bisa menengok perjuangan dan pengorbanan Imam Abu Hanifah, seorang ulama besar, yang menolak bekerja sama dengan penguasa yang zalim. Penolakan ini membuat penguasa marah dan menghukumnya dengan penjara. Di dalam penjara — karena ia tetap menolak pengangkatan itu – maka ia dijatuhi hukuman 110 kali cambuk. Hukuman itu dicicil, tiap hari 10 kali cambukan. Akhirnya, sang Imam dilepaskan kembali dari penjara sesudah merasakan 110 kali cambuk. Seketika keluar dari penjara, tampak kelihatan mukanya bengkak-bengkak, akibat bekas cambukan. Mengalami semua hukuman itu, Imam Hanafy hanya berucap: “Hukuman dunia dengan cambuk itu lebih baik dan lebih ringan bagiku daripada cambuk di akhirat nanti.”

Jalan kedua yang harus ditempuh oleh mereka yang rindu pada surga adalah firman Allah:

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (QS ali Imran: 142)

Orang-orang beriman tahu bahwa surga harus didapat dengan perjuangan. Dalam Perang Uhud, seorang sahabat bernama Abu Thalhah berjuang melindungi Nabi saw. Beliau menggunakan tangan dan pedangnya menangkis bacokan pedang, lemparan tombak dan anak panah hingga akhirnya tangannya menjadi lumpuh.

Setiap perjuangan dan kesabaran di jalan Allah pasti akan mendapatkan balasan surga dari Allah. Pelakunya akan dimuliakan oleh Allah. Ketika Sa’ad bin Mu’adz syahid, wafat di Perang Khandaq, Malaikat Jibril mendatangi Nabi saw. dan bertanya siapakah gerangan yang ruhnya dicabut Izrail yang telah menyebabkan langit terbelah dan bergemuruh menyambut ruhnya yang mulia.

Surga tidak bisa didapat dengan bermalas-malasan; dengan membuang waktu, bercanda, duduk-duduk di rumah, sibuk mencari uang, mencari hiburan, dsb. Kalau ada orang yang berpikir bisa ke surga tanpa perjuangan dan pengorbanan, maka sebenarnya orang itu tengah bermimpi di siang hari bolong.

“Orang yang cerdas adalah yang mempersiapkan dirinya dan beramal untuk setelah kematian, tetapi orang yang bodoh adalah yang memperturutkan hawa nafsunya sambil berangan-angan kepada Allah Azza wa Jalla.” (HR Tirmidzi)[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *