+6285251343xxx Aslm. Ustad, saya Abd. Rahman di Kandangan, Kalimantan Selatan. Saya mau tanya bagaimana caranya mengeluarkan, zakat padi yg benar. Itu saja ustadz. Assalamu ’alaikum wr. wb.
Jawab:
Wa ’alaikumus salaam wr. wb.
Padi (ilmiah: oriza sativa) tidak termasuk dalam biji-bijian yang menjadi objek zakat biji-bijian. Yang menjadi objek zakat biji-bijian adalah hinthah (Inggris: wheat, Indonesia: gandum, ilmiah: Triticum spp.) dan sya’iir (Inggris: barley, Indonesia: jelai, ilmiah: Hordeum vulgare).
Padi, Gandum, dan Barley walaupun dari famili yang sama yaitu Poaceae atau nama lainnya Graminae yang biasa diindonesiakan dengan nama suku padi-padian, namun ketiganya adalah spesies yang berbeda. Dalam hadits yang disampaikan oleh Rasulullah saw, gandum dan barley disebut bersama kurma dan kismis, namun padi tidak disebut. Sehingga padi bukan objek zakat biji-bijian.
Dari Abu Burdah dari Abu Musa dan Mu`adz bin Jabbal ra:
”Anna rasuulallaaHi shallallaaHu ’alayHi wa sallama ba’atsHumaa ilal yamani yu’alimaanin naasa amradiiniHim, fa`amaraHum an laa ya`khudzush shadaqata illaa min HaadziHil arba’ati: al-hinthati, wasy sya’iiri, wat tamari, waz zabiibi.”
[bahwa Rasulullah saw mengutus mereka ke Yaman buat mengajari manusia soal agama. Maka mereka dititahnya agar tidak memungut zakat kecuali dari yang empat macam ini: al-hinthah (gandum), sya’iir (jelai), tamr (kurma), dan zabiib (kismis).](HR. Ad-Daruquthni, Hakim, Thabrani, dan Baihaqi) (Terj. Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq jilid 3 hal. 42)
Padi bisa menjadi objek zakat jika menjadi barang dagangan. Misalnya bagi pedagang beras, beras adalah sesuatu yang menjadi bahan jualannya. Maka beras pada kondisi ini menjadi objek zakat perdagangan jika telah sampai nishabnya. Nishabnya nishab zakat barang dagangan, bukan nishab zakat biji-bijian. Nishab barang dagangan adalah sama dengan nishab zakat mata uang yaitu 20 dinar atau setara dengan 85 gram emas. Misalnya pada tanggal 15 Maret 2010 harga 1 gram emas = Rp 321.747 maka nishab zakat perdagangan adalah 85 gram emas X Rp 321.747 = Rp 27.348.495. Sehingga pedagang beras baru menghitung berasnya sebagai objek zakat jika nilai beras yang menjadi barang dagangannya sejumlah minimal Rp 27.348.495.
Misal tanggal 10 Rajab 1431 H barang dagangan berasnya senilai Rp 27.400.000. Maka tanggal 10 Rajab 1431 H tersebut menjadi titik awal berasnya menjadi objek zakat perdagangan. Kemudian perdagangan beras itu berjalan selama setahun Qomariyah (1 haul) dan tidak pernah turun nilai barang dagangannya tersebut di bawah 85 gram emas. Pada tanggal 9 Rajab 1432 H setelah ia hitung, barang dagangan berasnya senilai Rp 30.000.000. Maka zakat perdagangan beras yang harus ia keluarkan sebesar: 2,5 % dari Rp 30.000.000 = Rp 750.000. Zakat yang dikeluarkan sebaiknya berupa beras yang ia perdagangkan senilai Rp 750.000. Walaupun boleh saja dalam bentuk uang senilai Rp 750.000.
Namun, jika dalam perjalanan waktu, misal tanggal 3 Ramadhan 1431 H, ternyata barang dagangannya nilainya turun di bawah nishab 85 gram emas, misalnya karena terjadi kerugian nilainya berkurang menjadi Rp 26.000.000, maka berasnya tidak menjadi objek zakat perdagangan lagi. Berasnya menjadi objek zakat perdagangan lagi jika nilainya di atas nishab 85 gram emas lagi, dengan perhitungan haul yang baru.[]