Oleh Umar Abdullah
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq ra, Umar bin Khaththab ra memegang jabatan sebagai Qadhi (Hakim). Ia akhirnya mengajukan berhenti bertugas sebagai qadhi kepada sang kepala negara, Khalifah Abu Bakar ash Shiddiq.
Umar berkata kepada Abu Bakar di hadapan para sahabatnya yang lain, “Wahai Khalifah Abu Bakar, sudah lama aku memegang jabatan qadhi dalam khilafah ini namun tidak banyak orang yang mengadukan hal ihwalnya kepadaku. Karena itu sekarang aku mengajukan permohonan agar dibebaskan dari jabatan ini!”
Khalifah Abu Bakar ra sungguh terkejut mendengar permohonan berhenti dari Umar bin Khaththab ini. Maka ia bertanya dengan nada heran, “Mengapa engkau mengajukan permohonan ini? Apakah karena beratnya tugas tersebut, wahai Umar?
Umar menjawab, “Tidak, wahai Khalifatur Rasulillah. Akan tetapi aku sudah tidak diperlukan lagi menjadi qadhinya kaum mukminin. Mereka sudah tahu haknya masing-masing sehingga tidak ada yang menuntut lebih dari haknya. Mereka juga sudah tahu kewajibannya sehingga tidak seorang pun yang merasa perlu menguranginya. Mereka satu sama lain mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya. Kalau salah seorang tidak hadir, mereka mencarinya, kalau ada yang sakit mereka menjenguknya. Kalau ada yang tidak mampu, mereka membantunya. Kalau ada yang membutuhkan pertolongan, mereka segera menolong. Dan kalau ada yang terkena musibah, mereka menyampaikan rasa duka cita. Agama mereka adalah nasehat. Akhlak mereka adalah amar ma’ruf dan nahi mungkar. Karena itulah, tidak ada alasan bagi mereka untuk bertengkar.
Hayo tebak, kenapa NKRI yang mayoritas penduduknya muslim ini tidak pernah lepas dari sengketa, sengketa penduduk dengan penduduk, juga sengketa penduduk dengan pejabat?! Tahu kan jawabannya?[]