Oleh Umar Abdullah
Pernah saya ditanya, ”Memangnya di al-Qur`an dan al-Hadits ada larangan merokok?” Saya jawab, ”Mas, rokok itu tidak ada di masa Nabi saw. Rokok baru dikenal di wilayah Islam sekitar 10 abad setelah wafatnya Nabi saw. Tepatnya Abad ke-17 M ketika para pedagang Spanyol yang menjajah suku Indian di Amerika membawa rokok masuk ke Turki. Sejak itulah masyarakat Muslim mengenal kebiasaan merokok. Tetapi bukan berarti Islam tidak mengatur hal-hal yang baru ada setelah Nabi saw wafat. Islam memberi garis-garis besar tuntunan yang mencakup seluruh persoalan kehidupan, termasuk persoalan merokok.”
Hukum
Dulu saya berpendapat bahwa merokok itu mubah, dan menjadi haram setelah pada kadar tertentu di tubuh-tubuh orang-orang tertentu rokok dinyatakan membahayakan. Itupun harus dengan rekomendasi dokter. Saya sempat bersitegang mempertahankan pendapat saya tersebut di sebuah forum diskusi hukum Islam di Surabaya tahun 2000. Walau demikian, saya sempat bertanya ke Abdul Aziz, seorang teman yang bekerja di radiologi sebuah laboratorium klinis yang setiap hari memeriksa paru-paru orang. “Ziz, apakah satu batang rokok itu membahayakan kesehatan paru-paru?” tanya saya. Ia jawab, “Ya.” Saya ulangi lagi pertanyaan saya. Dan jawaban Abdul Aziz tetap sama. Terus terang dengan jawaban itu saya mulai bimbang dengan pendapat saya.
Oktober 2008 saya berburu informasi tentang rokok, tembakau, dan bahaya merokok dari informasi di internet, buku-buku, para ahli, petani tembakau, hingga para perokok. Dari internet dan buku-buku menjelaskan bahwa merokok itu membahayakan kesehatan. Apalagi dari bungkus rokok, di situ tertulis “Peringatan, Merokok bisa menyebabkan penyakit jantung, paru-paru, impotensi, keguguran dan kelainan janin.” Saya juga bertemu dengan petani tembakau di Rambeanak, Kabupaten Magelang menanyakan keresahan mereka berkaitan fatwa MUI yang menyatakan bahwa rokok itu haram. Mereka mengeluh bahwa fatwa itu bisa menghilangkan mata pencaharian mereka, selain juga membuat mereka jadi enggan menanam tembakau karena rokok difatwakan haram. Lalu saya tanya, “Apakah hanya tembakau yang bisa ditanam di sini?” Mereka menjawab, “Tidak, di sini bisa ditanam sayuran, asal irigasinya lancar.”
Saya juga meminta Anto Aprianto, reporter Media Islam Net, untuk menanyai para perokok apakah mereka tahu bahwa merokok itu merusak kesehatan mereka. Mereka seluruhnya, tanpa kecuali, bilang bahwa mereka tahu merokok itu berbahaya untuk kesehatan mereka, dan mereka ingin berhenti, tapi berkali-kali dicoba tetap tak bisa.
Bagi saya, semua jawaban itu tetap tidak mematahkan pendapat saya bahwa merokok itu mubah, dan baru haram ketika melewati ambang batas membahayakan kesehatan seseorang. Buktinya, tidak semua orang jadi sakit karena merokok. Banyak orang-orang di desa yang merokok dan panjang umur.
Namun pendapat saya mulai goyah ketika mertua saya, Ir. Soedirman, seorang ahli polusi udara, mantan dosen Pasca Sarjana Program Studi Hiperkes di Fakultas Kedokteran UGM, menjelaskan panjang lebar tentang proses pembuatan rokok. Karena dulu ibu beliau juga menanam tembakau dan rumahnya dulu tempat merajang tembakau sekaligus tempat penyimpanan tembakau. Beliau juga menjelaskan apa itu jenis-jenis rokok, tar, nikotin, sifat narkosis, kanker paru-paru, jantung, dan sesak napas karena zat-zat berbahaya di dalam rokok. Belum lagi ketika beliau jelaskan tentang perokok aktif dan perokok pasif, yang ternyata perokok pasif lebih besar resikonya dibanding perokok aktif. Dan saya termasuk perokok pasif. Karena ayah saya almarhum juga seorang perokok. Dulu saya suka diminta ayah membelikan Jarum Super dan Bentoel Biru. Ayah meninggal dalam keadaan terkena kanker di paru-paru dan otaknya. Ya Allah Yang Maha Pemaaf, maafkan kesalahan-kesalahan Ayah.
Pendapat saya benar-benar berubah ketika dalam minggu yang sama di bulan Oktober 2008 setelah bersusah payah, akhirnya saya bertemu Dr. Budi, seorang spesialis paru, seorang dokter senior yang sehari-hari bekerja di Rumah Sakit Paru (Sanatorium) di Cisarua Kawasan Puncak Bogor, di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta, dan di sebuah Rumah Sakit di Cirebon. Satu pertanyaan penting saya kepada beliau, pertanyaan yang sama yang pernah saya tanyakan ke teman yang bekerja di radiologi, “Dokter, apakah satu batang rokok yang kita hisap membahayakan tubuh kita?” Dr. Budi menjawab tegas, “Ya.” Sebenarnya jawaban ini sudah cukup untuk mengubah pendapat saya, bahwa merokok adalah perbuatan yang haram sejak batang pertama yang kita hisap. Karena menghisap rokok walau sebatang telah membahayakan kesehatan seseorang. Allah SWT berfirman: “Wa laa taqtuluu anfusakum.” [Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian] (QS. An-Nisaa`: 29). Rasulullah saw juga bersabda: “Laa dharara wa laa dhiraara” [Tidak boleh membahayakan dan tidak boleh dibahayakan]. (Hadits Masyhur)
Pendapat ini semakin menguat ketika minggu berikutnya dalam suatu pengajian Tafsir al-Qur`an saya bertanya kepada Ust. Dr. H. Abdurrahman al-Baghdadi mengenai hukum merokok. Beliau menjawab bahwa dulu sekitar 10 tahun yang lalu memang belum diketahui secara pasti tentang bahaya merokok. Namun sekarang, riset menunjukkan bahwa merokok membahayakan kesehatan secara pasti. Maka hukum merokok adalah haram.
Inilah fatwa yang saya pegang. Fatwa dari seorang alim yang menurut Ust Muhammad Shiddiq al-Jawi beberapa tahun yang lalu, Ustadz Abdurrahman al-Baghdadi adalah seorang mujtahid.
Satu setengah tahun kemudian (12 Maret 2010) saya mendengar Dr. Fachmi Idris, mantan Ketua IDI, mengatakan di Metro TV bahwa penduduk Indonesia 65 %nya adalah perokok aktif dan 80%nya adalah perokok pasif. Dan rata-rata setiap 2,5 menit ada orang mati karena rokok. Terus terang saya cukup terhenyak dengan data tersebut. Teringat ayah saya. Teringat ayah Anto Apriyanto yang ternyata juga meninggal dalam kondisi terjangkit kanker paru-paru karena merokok.
Pengaturan
Sebenarnya sudah banyak (mungkin semua) perokok tahu bahwa merokok itu membahayakan kesehatannya. Bagi yang suka mengaji bahkan aktivis dakwah pun sudah tahu bahwa merokok itu haram, namun tidak serta merta para perokok ini meninggalkan aktivitas merokok. Ada yang berpendapat “Lho, ustadz saya saja merokok. Kalau memang rokok itu haram, mestinya ustadz saya nggak ngerokok.” Waduh, mulai kapan perbuatan ustadz jadi dalil. Alasan-alasan lain sifatnya klasik mulai dari tidak bisa konsentrasi, mulut jadi asem, dlsb. Memang berbeda jauh dengan sikap para sahabat Nabi saw. Ketika mereka mendengar larangan khamr serta merta mereka membuang khamr yang sudah di dekat bibirnya. Keterikatan terhadap hukum syara’ nampaknya masih sangat rendah.
Barangkali untuk orang Indonesia, yang mencegah mereka berhenti merokok (sementara) adalah rasa kasihan ketika orang lain, apalagi bayi dan anak-anak, harus terpapar oleh asap rokoknya. Biasanya mereka segera mematikan rokoknya.
Tapi masalahnya, yang harus dilindungi bukan hanya anak-anak dan bayi, tapi kita semua! Si perokok (perokok aktif) juga orang-orang yang terpapar asap rokok (perokok pasif). Juga petani tembakau, buruh pabrik rokok, dan pengusaha rokok karena bagaimana pun mereka menggantungkan penghidupannya dari rokok.
Dalam Sistem Islam, Daulah Islam akan menetapkan bahwa merokok membahayakan kesehatan sehingga aktivitas tersebut dilarang di wilayah Daulah Islam. Qadhi Hisbah (hakim yang menangani tindakan-tindakan yang merugikan masyarakat, termasuk asap rokok), akan menghukum para perokok, pedagang rokok, juga industri rokok. Tentu saja, yang melaksanakan perintah Qadhi Hisbah adalah Syurthah (polisi). Di sisi lain, Dirjen Pertanian segera memberikan secara gratis sarana produksi tanaman pengganti tanaman tembakau, misalnya tanaman sayuran dan buah, kepada para petani tembakau. Di bangunlah prasarana pertanian yang memadai, seperti irigasi untuk pertanaman sayuran dan buah. Dirjen Perindustrian dan Perdagangan memberikan modal ke pengusaha industri rokok untuk mengganti mesin-mesin pengolahan rokok dengan mesin-mesin pengolahan pasca panen sayuran dan buah. Para buruh rokok pun dipekerjakan di industri-industri pertanian yang baru tersebut. Dirjen Perdagangan membuat mekanisme agar hasil dari industri baru tersebut bisa didistribusikan dan dipasarkan di pasar-pasar induk atau supermarket-supermarket di seluruh negeri. Pertimbangan negara hanyalah bagaimana hukum Allah bisa ditegakkan, seluruh masyarakat terjaga kesehatannya, dan dapur petani tembakau, buruh pabrik dan pengelola pabrik rokok tetap bisa ngebul. Tekanan dari Kapitalis Rokok tentu tidak digubris. Pemasukan negara dari cukai rokok juga tidak jadi perhatian. Karena nyawa manusia jauh lebih berharga daripada sekedar cukai, apalagi suap para kapitalis.[]
akhirx sy menemukn artikel yg dpt sy kutip sbg plajarn buat tmn2 sy,,,,
sy sebenarx bs di bilang sbg perokok pasif jg, krn pa2h sy perokok aktif, dalam kreteria kluarga sehat juga apa bila slah satu anggota kluarga yg perokok mka kluarga tsb tidk disbut sbg kluarga sehat….
dan saya setuju bgt kalo fatwa haram merokok itu diterapkan di indonesia….krn bukan hanya org dewasa yg meroko tp hinggga anak balitapu ada yg merokok astagfrullh alazimmmm…sungguh terlalu…
sy scra tdk lgsung ikut ditentang sm kluarga + teman karna panatik bgt sm rokok…..
Dalam Al Quran disebutkan’ Sholat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.
merokok adalah salah satu tindakan keji, sama kejinya seperti membuka aurat.
jadi, jika ada orang yang merokok, kemungkinan besar Sholatnya belum benar.
hanya melaksanakan, bukan mendirikan, seperti yang diperintahkan.
jika Sholatnya baik, maka baiklah seluruh amalnya…….
terima kasih.