Memutuskan Hubungan dengan Kebatilan

Oleh M. Iwan Januar

“Dan katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang bathil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (QS. Al-Isra: 81)

Islam adalah dien yang menghilangkan kesamaran dan segala sesuatu yang buram dalam kehidupan. Halal berlawanan dengan haram, keadilan berlawanan dengan kezaliman, dan keimanan berseberangan dengan kekufuran. Ajaran ini juga menuntun kita, kaum muslimin, untuk bersikap tegas dalam bersikap dan bertutur kata. Tidak ada tempat bagi area ‘abu-abu’. Tidak ada setengah haram-setengah halal, tidak ada setengah suci setengah najis, tidak ada sebagian adil-sebagian zalim, setengah iman dan setengah kufur.

“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 42)

Jika kebatilan berpadu dengan kebenaran, hasilnya adalah kebatilan. Jika suci bercampur dengan najis, resultannya adalah najis, dan jika halal bercampur dengan haram hasilnya adalah haram. Seorang muslim misalnya, tidak diperkenankan bersedekah dan memberi nafkah dari penghasilan haram; menjual barang haram, ataupun menjalankan profesi haram semisal jadi pemalak uang rakyat, melegislasi undang-undang kufur, membiarkan peraturan batil merajalela.

Bukan hanya memerintahkan setiap muslim menjauhkan diri dari kebatilan dan kezaliman, Allah SWT. juga melarang setiap muslim bersekutu dengan pelaku kebatilan dan kezaliman. Firman Allah Ta’ala:

“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (QS. Hud: 113)

Adalah memprihatinkan bahwa belakangan ini kita disuguhi ‘drama’ politik tingkat tinggi. Di mana para wakil rakyat mempertontonkan aksinya yang membingungkan umat. Satu adegan mereka saling menyerang, bahkan saling mencaci, mengesankan memperjuangkan hak rakyat dan kebenaran. Tapi dalam adegan berikutnya kedua kubu yang ‘berseberangan’ itu bisa duduk bersama menikmati coffee break dan tertawa-tawa bak kawan akrab. Ketegasan dalam membela kebenaran langsung menguap dalam waktu cepat.

Sikap seperti inilah yang mencengangkan. Padahal Allah dengan gamblang mengingatkan umat agar tidak mencontoh tabiat kaum Bani Israil. Di mana mereka membiarkan saudara-saudaranya berbuat kemungkaran. FirmanNya:

“Telah dila`nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan `Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Maidah: 78-81)

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mencantumkan hadits yang menjelaskan bagaimana buruknya perilaku kaum Bani Israil terhadap saudara-saudara mereka yang berbuat kezaliman dan kebatilan.

“Ketika Bani Israil telah terjerumus dalam perbuatan maksiat, dilarang oleh para pemuka agamanya, tetapi mereka tidak berhenti, akhirnya para ulama itu ikut duduk dalam majelis mereka, makan dan minum bersama mereka, maka Allah lalu menutup hati mereka masing-masing dan mengutuk mereka dengan lisan Nabi Daud as. dan Isa bin Maryam as. Yang demikian itu karena maksiat mereka dan merajalela dalam berbagai pelanggaran. Ketika itu Nabi saw. bersandar lalu tegak duduk dan bersabda; ‘Demi Allah yang jiwaku ada di tanganNya, jangan kalian biarkan mereka sehingga kamu kembalikan kepada yang haq dengan kekuatanmu.’” (hr. Ahmad)

Masya Allah! Betapa Ia mengancam akan menutup hati para juru dakwah yang tidak melakukan fashlul kalam (memutuskan pembicaraan) dengan para pembawa panji kebatilan. Musibah manakah yang terbesar selain tertutupnya hati seorang insan dari hidayah Allah?

Beberapa hari lagi kita pun akan menyaksikan drama berikutnya; sambutan para penguasa negeri ini kepada penjagal kaum muslimin yang berkedok ‘kasih sayang’ dan ‘perdamaian’, Barrack Obama. Akankah ada keberanian dari para pemimpin negeri ini untuk memutuskan hubungan dengan kebatilan dan kekufuran? Tidak memberikan loyalitas dan kesetiaan kepada musuh Allah? Ataukah mereka akan memberikan sembah ta’zhim? Padahal firman Allah masih bisa terbaca dengan jelas dalam al-Quran:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (QS. Ali Imran: 118)

Yang kita khawatirkan adalah bungkamnya para juru dakwah terhadap kebatilan dan malah bersekutu dengannya.  Bukankah ini akan mengundang murkaNya?

“Sesungguhnya Allah tidak meratakan azab kepada semua orang karena perbuatan orang-orang tertentu, sampai mereka melihat perbuatan mungkar merajalela di tengah-tengah mereka sedang mereka dapat mencegahnya tetapi mereka tidak melakukannya, maka bila mereka berbuat seperti itu Allah menurunkan siksaNya pada mereka semua.” hr. Ahmad)

Sudah saatnya kita melakukan fashlul kalam, mengisolasi para penegak panji kebatilan dan meruntuhkan kesombongan mereka. Sikap kompromi, duduk bersama, dan menjadikan mereka sebagai kawan bukan tabiat kaum muslimin, melainkan tabiat Bani Israil yang telah dilaknat oleh utusan-utusan Allah SWT.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *